Shitty Monday mungkin itu kata yang tepat untuk hari ini. Rapat mingguan sebelum akhir tahun selalu penuh dengan masalah. Belum lagi bagian marketing dengan laporan berantakan. Rasanya ingin sekali aku memecat semua orang bodoh itu.
Aku mendesah sambil menutupkan mataku. Sebatang rokok yang masih menyala di tangan, kuhisap dalam-dalam dan kusemburkan bebas begitu saja membentuk lingkaran. Ini adalah salah satu kesukaanku dalam merokok, aku bisa bermain dengan asapnya, setidaknya bisa membuatku tersenyum konyol.
"Aku merindukan rasa manisnya,"gumamku sembari mematikan rokokku yang mulai membuatku bosan dan pikiranku melayanag pada bibir manis itu. Aku pun bersandar pada sandaran sofa putih panjang dengan kaki panjangku di atas meja. Hari yang melelahkan.
"Aku senang akhirnya kamu kembali, tapi setidaknya jangan penuhi rumahku dengan bau asap rokokmu."Tante Rima dengan penampilannya yang sombong berjalan mendekatiku. Ia menggenakan sebuah gaun panjang berwarna orange, yang membuatku menatap tak suka. Yang benar saja, dia memakai gaun didalam rumah.
"Perlu tante ingat, secara hukum legal, rumah ini adalah milikku bukan milik tante. Tante disini tidak lebih sebagai penjaga rumah karena aku merasa kasihan dengan tante yang di ceraikan om Bryan tanpa diberi tempat tinggal." Tante Rima mulai menatap tajam ke arahku, tanpa mau kalah aku menatapnya balik dengan posisiku yang tak berubah.
"Secara hukum, aku adalah walimu."
"Tidak, setelah aku menginjak umur 21 tahun. Apa perlu aku sebutkan isi warisan itu kembali ke tante? Sebagai informasi, aku mengingatnya diluar kepala" balasku dengan menaikan sebelah mulutku sehingga terlihat menyeringai di hadapannya.
"Siapa sangka mulutmu sama tajamnya dengan perempuan murahan itu,"balasnya sambil lalu. Perkataannya kali ini berhasil membuatku geram. Perempuan ular itu selalu saja mengucapkan kata itu, kata-kata yang selalu menjelekkan ibuku setiap kali kalah berbicara. Lihat saja, aku akan menghancurkan secara diam-diam dan mengusirmu dari sini saat aku memiliki kuasa penuh.
"Jika kakak sering menggeratakan gigi seperti itu, lama-lama gigi rata yang kakak banggakan akan hilang semua seperti kakek-kakek."Seorang gadis bersandar di pinggiran anak tangga dengan menggenakan kaos putih polos dan celana sangat pendek dengan melipat tangannya, menatap ke arahku, "kalian berdua tidak capek apa saling melotot setiap ketemu? Aku yang melihatnya saja ngeri."sindirnya lagi.
"Kenapa kamu disini? kabur lagi dari rumah?"tanyaku pada gadis itu, yang tak lain Alice, anak ketiga tante Rima dari pernikahan ketiganya pula yang lagi-lagi kandas begitu saja tanpa sebab jelas kali ini. Sebelumnya, pada pernikahan pertama dimulai karena sebuah perjodohan yang menghasilkan dua anak laki-laki yang salah satunya adalah Dimas dan berakhir dengan perusahaan yang bangkrut, pernikahan kedua sama-sama perjodohan bodoh kakek yang berakhir karena suaminya meninggal, namun yan terakhir aku dengar karena cinta dan berbuah gadis di depanku, Alice, tapi akhirnya kandas juga tanpa sebab jelas sampai sekarang.
"Enak saja. Aku tidak pernah kabur. Ayah sedang tugas ke Sydney dan aku sedang libur. Apa salahnya mengunjungi mama sendiri."Alice duduk didepanku sambil mengunyah apel yang ternyata ia bawa sedari tadi.
"Libur apa bolos? Kamu tidak bisa menipuku. Ini belum waktunya liburan."
"Aku sedang libur, kakak bodoh. Libur minggu tenang, minggu depan aku ada ujian." Ia menatapku kesal sembari mencibir. Aku hanya bisa tersenyum melihat wajah jeleknya yang melotot kearahku. Tak bisa dipungkiri ia mirip dengan tante Rima jika sedang melotot, namun bedanya dia tidak suka mencampuri urusan orang lain, lebih acuh dari pada saudaranya yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Sweet Breath ✔ ( TELAH TERBIT)
RomanceQuality: Raw Status: 25 to 25 (Completed) Rate: 21+ Started: April 22, 2016 End: July 18, 2016 *Prequel of His Eyes on Her "Menikahlah denganku! Aku yang akan menjagamu menggantikan kakek" Sebuah janji yang terucap begitu saja disaat melihat gadis d...