Part 2

2.3K 222 4
                                    

Lami didalam kelasnya makan roti sambil mendengarkan pembicaraan teman-temannya.
"Anu." Tiba-tiba Hina datang membawa makanan. "Silakan jika mau."katanya menawarkan.
Lami terkejut namun ia mengambil kue yang ditawarkan itu "Terima kasih!"

"Aku minta maaf untuk yang tadi. Aku yang paling dekat denganmu, dan bahkan melihatnya..." ucap Hina meminta maaf.
"Tidak apa-apa!" jawab Lami sungkan sendiri dengan permintan maaf Hina "Terima kasih kuenya. Sepertinya enak!"
Hina tersenyuum dan kembali ke mejanya.

Satu persatu teman Lami pun berkomentar.
"Hei, kenapa kau terlibat dengan orang seperti dia?"
"Makan bekal sendirian itu aneh, ya."
"Pantesan saja cowok pada ngomongin.
"Dan hati yang ada di kue itu menyedihkan."
"Benar."
"Dia bertingkah lucu di depan cowok."
"Licik ya? "
"Iya."

Lami jadi tidak enak sendiri karena suara teman-temannya sepertinya terdengar Hina.
Lami teringat ucapan Jeno tentang persahabatnnya yang murahan itu.

"Menjadi licik itu, bukankah agar kau ingin diperhatikan oleh orang lain? Jika begitu, kita seharusnya bertingkah seperti itu juga." Kata Lami pelan pada teman-temannya.

"Bukan begitu maksudnya. Aku hanya benci cewek seperti dia."

"Jika benci, abaikan saja. Kau berarti iri jika kau tak bisa mengabaikannya!" ucap Lami sedikit keras. Hina yang mendengar semuanya terkejut mendengar Lami membelanya.

Ketiga teman Lami terkejut juga mendengar ucapan Lami yang pedas itu"Apaan kau?Menjengkelkan." ketiga gadis lalu pergi meninggalkan Lami sendirian. seisi kielas juga memperhatikan mereka.

Hari berikutnya Lami harus makan sendirian di halaman sekolah karena pertemannya hancur sejak kejadian itu.
Jeno yang berjalan dilorong sekolah melihat keluar jendela ada Lami duduk seorang diri . Ia berjalann ke jendela yang terbuka dan melongok keluar.
"Temanmu mana?" seru Jeno mengagetkan Lami.
Lami menoleh dan segera bangkit berdiri mendekati jendela dengan marah "Jeno-ah, kau... !"
"Apa ini salahku?" Tanya Jeno heran melihat Lami marah padanya.

Lami sadar semua yang dikatakan benar tentang pertemannya. Ia tak bisa juga menyalahkan Jeno atas apa yang telah terjadi "Bukan. Ini salahku. Sekarang sudah kulampiaskan. Maaf." Ucap Lami Nampak sedih.

Melihatnya Jeno tidak tega meninggalkan Lami sendirian. Jeno lalu bersandar di jendela untuk mendengarkan keluhan Lami.

"Sebenarnya... Saat SMP, sama seperti Hina saat ini, aku dijauhi. Setelah kau pergi, aku selalu sendirian. Karena itu... Kupikir masa SMA-ku bisa lebih baik. Aku selalu...Bohong pada diri sendiri. Agar bisa punya teman. Dan itulah kenapa juga berakhir dengan mudah..."Lami bercerita terbata-bata dan terisak. Airmata berlinang diwajahnya.

Lami tersadar saat mendengar langkah kaki mendekat. Lami bingung menyembunyikan wajahnya yang penuh airmata. Ia menyeka airmatanya dengan paniknya.
Tiba-tiba lengan Jeno meraihnya. Jeno mendekap erat Lami ke dadanya agar Lami bisa menyembunyikan wajahnya.
Lami terdiam,kelu.

"Lihat itu.Bermesraan di sekolah." Ucap 2 orang cowok yang berjalan melewati Jeno dan pelukan Jeno itu.

"Apa kau bodoh? Semua masih belum berakhir. kau bahkan belum memulainya, 'kan?" Jeno bergumam pelan sambil melihat sekitarnya dan saat melihat tak ada orang ia menepuk bahu Lami dan melepaskan pelukannya dengan pelan.

"Dan sudahi memanggilku Jeno." Protesnya. Jeno berjalan pergi meninggalkan Lami yang menatapnya.

Lami tersadar dari bengongnya. Ia melonggok ke dalam dan melihat Jeno yang sudah mulai jauh.

"Jeno!" teriak Lami kembali ceria.

Jeno menoleh heran kepada Lami. "Kenapa dia selalu menyebutnya aku Jeno?" Batin Jeno "kenapa kau memanggilku begitu lagi?" tanya Jeno. "Karena bagiku Jeno tidak akan pernah hilang dihidupku" kata Lami sedikit mengangkat kepalanya. Jeno terdiam sebentar dan berkata "terserah kau saja" sambil membalikkan badannya

Lami mengabaikannya "Terima kasih!" seru Lami tertawa.
Jeno hanya diam dan pergi begitu saja.sekilas Jeno menyentuh tengkuk kanannya,sepertinya ia malu.

Didalam kelas sedang ada pemilihan pengurus kelas. Butuh 5 orang siswa siswi untuk mewakili tiap kelas. Nanti juga aka ada orientasi pemimpin masing-masing kelas untuk membuat rencana kegiatan disekolah seperti festival atletik, festival sekolah dan wisata.

Saat Donghae seonsaengnim menanyakan siapa yang mau jadi pengurus kelas, semua hanya diam.
Lami jadi teringat klo ia ingin berubah dan ia harus memulai sesuatu dalam hidupnya. Lami lalu mengangkat tangannya "Aku!"

"Aku juga! " sahut Hina, si cewek imut dan feminim itu.
"Aku juga ikut!" Saeron gadis cantik berambut panjang jg ikut mengangkat tangannya

"Aku! Aku ikut!" seru Mark bersemangat saat melihat gadis yang ia sukai mendaftar jadi pengurus kelas. "Dan Julian juga!" lanjutnya sambil mengangkat tangan Jeno ke atas.

Jeno terkejut Mark tiba-tiba mengangkat tangannya agar ia jadi pengurus kelas. "Apaan kau-"
"Sudah terlanjur!" seru Mark tertawa.
"Yang benar saja?" gerutu Jeno tapi ia tak bisa apa-apa. Semua tertawa melihat kelakuan Mark itu.

Acara Orientasi pengurus kelas diadakan di luar sekolah. Mereka harus bekerja keras dalam tim untuk mempersiapkan semuanya.

"Selama dua hari, mulai dari sekarang, kalian akan makan dan tidur bersama dalam Orientasi Pemimpin ini. Dengar, kalian dilatih untuk bisa membantu teman-teman di kelas." Ucap Donghae seonsaengnim.
"Baik!" Jawab Lami dan semua pengurus kelas.

Semua sudah sibuk mempersiapkan makan siang dan acara orientasi lainnya. Saeron sibuk membawa kayu bakar untuk memasak.
Mark mendekati Saeron "Biar kubawakan, nanti tanganmu kotor." Ucapnya sok perhatian pada gadis yang disukainya itu.

Saeron cuek dan melanjutkan langkahnya "Tenang saja aku memakai sarung tangan." Tolaknya.
Mark bengong yang melihat Saeron begitu cuek padanya seperti itu.

Saeron meletakkan kayu bakar yang dibawahnya di depan guru yang ia cintai.. yang sangat ganteng itu (Donghae seonsaengnim)

Saeron melihat Donghae seonsaengnim yang sedang memasak, matanya terkena cipratan masakannya(bahasa Indonesia cipratan apa ya? Abaikan...). Donghae seonsaengnim mencoba mengusap matanya dengan punggung tangannya. Melihatnya, Saeron lalu mengambil sapu tangannya dan diberikannya pada Donghae seonsaengnim.

Donghae seonsaengnim terkejut namun ia menerima uluran sapu tangan itu.
"terima kasih" ucapnya Donghae seonsaengnim tulus.
"Aku tahu Donghae seonsaengnim menyembunyikan sesuatu." Kata Saeron tiba-tiba sambil jongkok didepan gurunya itu.

"Hm?" Donghae seonsaengnim tak mengerti maksud Saeron.
"Tahi lalat di lipatan matamu." Jawab Saeron tersenyum.

"Ini?" Donghae seonsaengnim menutup matanya dan menunjuk ke tahi lalat di kelopak matanya. kyaaaa ganteng buanget.... Seonsaengnim... chuu..* abaikan!!
"Kau yang pertama menyadarinya." Lanjut Donghae seonsaengnim tersenyum.

"Kalau begitu jangan beritahukan pada orang lain tentang tahi lalat ini. Jangan pernah." Ucap Saeron tegas/ galak (?)
"Aku tidak bisa berjanji seperti itu." Sahut Donghae seonsaengnim. Ia lalu mengulurkan sapu tangan itu pada Saeron "Ini, kembalilah dengan tugasmu."
saeron lalu pergi meninggalkan gurunya itu. Ia melewati Jeno dan Mark yang sedang memperhatikannya dengan cemburu dan curiga.

Mark menyenggol bahu Jeno."Julian.. Maksudnya apa? Ini Bisa jadi...kan?" gumamnya tidak jelas

Lami mengangkat kayu bakar dengan beratnya. Ia melihat Jeno dan Mark yang sedang berbicara itu dan ia berseru "Hei, bantu aku."

Jeno menoleh dan sok cuek "Kau sepertinya masih bisa mengatasinya.."

"Aduh!" teriak Hina yang sedang mengupas wortel.
Jeno buru-buru mendekati Hina dengan perhatian "Kau tak apa?" Tanya Jeno "Sini, biar kubantu. Kau Duduk saja." Ucap Jeno sambil meraih wortel dari tangan Hina. Jeno melirik Lami sedikit mengejek mau melihat ekspresi Lami.
"Terima kasih." Ucap Hina.

Lami kesal melihat Jeno yang membantu Hina yang hanya mengupas wortel. Padahal ia pekerjaannya lebih berat dan Jeno tidak membantunya "Apa-apaan dia?" gerutu Lami.

-TBC-

agak garing, ini cerita diangkat dari Anime yang judulnya Ao Haru Ride.(sama aku rubah lah dikit") Bagus banget sampe pengen ditulis lagi >_< dan jangan lupa vomment kak ^^

Saranghae Jeno [COMPLITED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang