Sechs

118K 10.5K 499
                                    

Saat Ata akan memasuki kelas, tiba-tiba Regha menghalangi jalannya dengan seringaian lebarnya.

"Ohayō, Acha-chan." Sapa Regha sambil menepuk pipi Ata gemas.

"Apaan sih?" Sahut Ata yang kemudian menepis tangan Regha geram.

"Gue ngucapin selamat pagi kok ngga dibalas sih?"

"Gue lagi bete, Regha. Jangan ganggu gue."

"Gue ngga ganggu lo, Cha. Gue cuma pengen lo balas ucapan selamat pagi dari gue aja."

Ata memutar bola matanya malas, kemudian membalas ucapan selamat pagi dari Regha dengam wajah masamnya, "Guten Morgen."

Regha tersenyum lebih lebar lagi, menampakan deratan gigi putih yang tersusun rapi.

"Udah, gue mau masuk. Minggir, minggir." Ata mendorong tubuh Regha sekuat tenaga agar tak lagi berada di depannya.

Regha terkekeh ketika Ata berhasil mendorongnya menjauh. "Dasar cewe moody." Ejek Regha.

"Samudera, sampai kapan kamu akan terus berdiri disini?" Sergah seorang guru muda yang berpenampilan ala-ala mahasiswa.

"Eh, Ibu guru baru ya?" Tanya Regha ramah, lebih tepatnya untuk menutupi rasa malunya akibat ditegur oleh guru muda itu.

"Saya guru pengganti Pak Burhan, Guru Bahasa Inggris kalian."

"Katanya guru pengganti, kok bisa tau nama saya sih? Saya jadi curiga sama Ibu. Jangan-jangan Ibu sering stalk saya di Instagram, terus se--"

Bruk!!

"Aw!!"
Regha meringis ketika sebuah sepatu bewarna merah menyala mengenai kepala agungnya.

"Bawel amat lo!" Potong Inara sambil melotot galak.

Dapat Regha pastikan, Inara lah pemilik sepatu bewarna merah menyala sialan itu.

Belum sempat Regha melayangkan protes, Guru pengganti itu langsung memerintahkan Regha kembali ke tempat duduknya. Mau tak mau, Regha pun menuruti perintah guru pengganti tersebut.

••••

"Salah! Harusnya Mein dong! Kan Desi menceritakan tentang ayahnya." Ata menentang jawaban yang diutarakan Regha saat Frau Endang meminta Regha menjawab pertanyaan yang tersedia di Papan tulis.

"Tapi kan yang ngomong itu Desi. Jadinya pake Meine, bukan Mein, Cha." Tukas Regha keras kepala.

"Yang jago German itu kan gue, kok lo yang ngeyel sih?" Dengus Ata sambil bersidekap.

"Jelas-jelas otak gue lebih genius dari lo. Kenapa lo yang rewel sih?" Balas Regha tak mau kalah.

Ata bedecak sebal. Berbicara dengan Regha memang membutuhkan tenaga ekstra, karna Regha tak pernah mau mengalah.

Frau Endang hanya bisa menggelengkan kepalanya frustasi. Jangankan ketua kelas, bahkan guru sekali pun tak pernah bisa meleraikan perdebatan yang terjadi antara Ata dan Regha, kecuali Inara.

"Mending kalian tanya Frau deh," usul Inara yang kemudian menggeleng pasrah.

"Gimana Frau?" Tanya Regha cepat.

"Ata benar, Regha. Harusnya Mein bukan Meine. Karena Desi sedang menceritakan tentang ayahnya. Meine kata ganti milik bagi perempuan, sedangkan Mein kata ganti milik bagi laki-laki." Terang Frau Endang dengn sabar.

Matahari Di Atas Samudera ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang