Fünfundzwanzig

89.1K 6.7K 180
                                    

Setahun berlalu, kini keduanya menginjak masa akhir dari putih abu, yaitu kelas dua belas. Beberapa bulan terakhir, hubungan Ata dan Regha pun menunjukkan peningkatan yang sangat pesat. Meski bersaing ketat di dalam pelajaran dan organisasi, keduanya tetap profesional untuk tidak membawa masalah itu dalam hubungan asmara mereka. Saat ujian kenaikan kelas, Ata juga sudah mulai memberanikan diri untuk menunjukkan perhatiannya pada Regha saat pemuda itu juga melimpahkan segala perhatian untuknya.

Selama setahun ini, belum ada konflik-konflik berarti yang menyapa hubungan Ata dan Regha.

Regha semakin sering membawa Ata ke rumahnya, membuat Aliya dan Regan berleluasa mengenali Ata, gadis satu-satunya yang pernah dibawa Regha ke rumah. Tak hanya bercengkerama dengan Aliya dan Regha, kedatangan Ata ke rumah Regha, juga dimanfaatkan oleh Aletta untuk menjadikan Ata teman mainnya. Dari dokter-dokteran, masak-masakan, boneka-bonekaan, semuanya sudah dimainkan oleh Aletta dan Ata.

Sementara Regha, hanya kebagian menjadi penonton. Kadang, saking bosannya pemuda itu menjadi penonton, dia akan menelfon Gellar, sepupunya untuk datang ke rumah dan menemaninya bermain Playstation, sehingga Aletta dan Ata selesai bermain bersama.

Sepulang dari rumah Regha, mereka pun menuju ke Rumah Sakit untuk menjenguk Pandu, yang kerap keluar masuk Rumah Sakit dan melakukan operasi.

Dalam jangka waktu itu juga, Regha bisa mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai oleh Ata.

Seperti contoh, Ata akan ngambek sengambek ngambeknya dan mogok bicara pada Regha ketika Regha membelikannya bunga mawar, padahal Regha sendiri tau bahwa Ata tak menyukai bunga mawar melainkan bunga matahari, yang melambangkan namanya.

Mau tak mau, Regha pun harus kembali lagi ke toko bunga untuk mendapatkan bunga matahari.

Demi seulas senyum di bibir Ata.

••••

"Pak, Bapak ngga salah tuliskan?" Tanya Inara seraya menunjuk papan yang sudah tercoret dengan tinta hitam berasal dari spidol itu.

"Salah tulis yang mana, Inara?" Tanya guru laki-laki yang menjabat sebagai guru Sastra Indonesia di SMAN 4 Cendrawasih.

"Yang itu, Pak. Tentang Rima Pasangan."

Baru saja guru laki-laki itu akan membuka suara, menjawab pertanyaan Inara, Regha langsung menyela dengan cepat.

"Rima aja berpasangan, masa lo ngga? Malu dong sama Rima!" Regha memasang wajah kemenangannya sembari menggerakkan tangannya seolah sedang membenarkan kerah seragamnya.

Sontak, seisi kelas menyemburkan tawa terbahak-bahaknya yang membahana dan memekakkan telinga. Sementara Inara hanya menatap Regha dengan wajah datarnya. Tolong tanyakan apa yang dilakukan Ata saat ini! Gadis itu segera memeluk lengan Inara erat, dengan harapan Inara tak tersulut emosi digoda Regha.

"Gimana mau berpasangan, yang dikodein ngga peka-peka sih!" Sambut Juno, teman sebangku Regha sejak kelas sebelas.

"Ugh, kasian banget! Ntar gue bilangin Leo biar cepet notice lo ya, Ra?" Timpal Tara, --ketua kelas lengser-- dengan wajah tengilnya.

"Gila, kalau gue sih gengsi ya? Yakali cewe yang mulai duluan? Hell no!!" Celetuk Farista sinis.

Inara mengepalkan kedua tangannya, seakan bersiap melayangkan pukulan mautnya untuk mereka yang sedang membual tentangnya.

"Jangan meledak, Ra. Tolong, jangan meledak." Rintih Ata dengan wajah memelasnya. Ata selalu bertindak sebagai penenang untuk Inara.

"Gila, pacar lo songong banget, Ta. Minta dicabein kayanya. Gara-gara dia nih!" Dengus Inara kesal.

Matahari Di Atas Samudera ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang