Dreiundzwanzig

91.5K 7.5K 238
                                    

Regha berdiri di balkon ruang rawat inap milik Pandu, pandangannya menerawang pada sosok wanita yang sangat ia rindukan, sangat ia harapkan kehadirannya meskipun ia tau, itu tak akan pernah menjadi nyata.

Pemikirannya melayang pada sepuluh tahun yang lalu, di saat ia masih bisa bermanja ria dengan sosok seorang ibu yang penuh kasih, yang rela mempertaruhkan dirinya untuk kebahagiaan sang buah hati.

"Ga?!" Ata memekik seraya melambaikan tangannya tepat di depan wajah Regha sehingga pemuda berusia tujuh belas tahun itu mengerjap kaget, seakan baru dibangunkan dari alam bawah sadarnya.

"Eh--Iya kenapa, Cha?"

"Lamunin apaan sih?"

Regha memalingkan tatapannya ke arah pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang tersuguh di depan balkon ruang rawat inap Pandu. Ia menghela nafas berat, seakan mencoba melepas semua beban yang bersarang di pundaknya.

"Lo pengen denger curhatan gue ngga?" Tanya Regha, tatapan matanya kini beralih dan seakan tak ingin lepas dari Ata.

"Gue bakalan dengerin semua curhatan lo. Gombalan receh lo aja gue dengerin, masa curhatan isi hati lo ngga gue dengerin?" Sambut Ata seraya tersenyum dengan sangat manis.

Menurut Regha, Ata terlihat semakin cantik saat memperlihatkan senyumannya dengan tulus. Tanpa aba-aba, Regha langsung menautkan jemarinya di antara jemari Ata. Lagi-lagi ia menghela nafasnya pelan.

"Gue kangen Ibu." Lirih Regha.

Ata terdiam cukup lama, entah kenapa otaknya cukup lama mencerna kata-kata yang diutarakan Regha.

"Gue udah lama ngga--"

"Stop!" Potong Ata cepat. "Duduk dulu, ceritanya sambil duduk aja. Gue lama connect kalau denger cerita sambil berdiri," Ata menarik genggaman Regha untuk duduk bersamanya di balkon.

Setelah mengambil tempat di samping Ata, Regha kembali melanjutkan 'sesi curhatan'nya. "Gue udah lama ngga kunjungin makam Ibu. Gue udah lama ngga meluk Ibu. Gue--"

"Nyokap lo kan di rumah, Ga."

Regha menggeleng cepat, "Itu nyokap tiri gue. Ayah nikah sama Mama setelah tiga tahun menyendiri. Gue bersyukur banget Ayah nemuin Mama, dia bener-bener bikin gue ngerasa kalau gue adalah anak kandungnya dia." Regha menjeda ceritanya selama beberapa detik untuk menarik pasokan oksigen ke dalam paru-parunya.

"Mereka baru dikaruniai Aletta setelah tiga tahun nikah, itu pun setelah gue ngerengek pengen punya adik. Mereka menunda punya anak demi menghargai perasaan gue, mereka takut gue berontak." Lanjut Regha.

"Berarti umur Aletta baru empat tahun ya?" Ata menangkap sorot sendu di kedua mata Regha. Pemuda itu tak begitu pintar menyembunyikan kedukaannya dalam hal yang satu ini. Ata dapat merasakannya.

Regha hanya bergumam pelan sebagai jawaban.

"Eh, tante Aliya itu beneran nyokap tiri lo? Seriusan? Sebaik itu? Gue kirain orang penyandang akhiran 'tiri' itu jahat kaya yang ada di sinetron-sinetron." Ata berdecak takjub, kepalanya pun ia gelengkan ke kiri dan ke kanan. "Lo beruntung punya Tante Aliya sebagai pengganti nyokap lo. Nyokap lo pasti seneng liat lo dirawat dengan baik."

Matahari Di Atas Samudera ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang