Dreiunddreißig (a)

81.6K 6.5K 278
                                    

There’s an empty world deep in my heart, save me.
-Reset-

••••

"Ta, ini cocok ngga buat gue?"

Ya, hari itu Inara mengajak Ata untuk menemaninya berbelanja, tipikal seorang Inara yang sangat hobi berburu baju-baju yang katanya lagi ngetrend.

"Ngga bagus, ngga cocok. Perut lo keliatan gendutnya kalau pake baju kaya gitu," komentar Ata cuek.

"Dih, jahat! Gue udah diet tujuh hari, tujuh malam biar kurusan!"

"Ngapain sih diet? Jomblo juga,"

"Justru karena jomblo, gue mau diet. Mana ada cowo yang mau sama cewe gendut,"

Ata memutar bola matanya malas, "Kalau ada gimana?"

Inara mencebikkan bibirnya, menampilkan ekspresi gemasnya pada Ata. "Cowo yang suka sama cewe gendut itu hanya ada dalam mimpi lo, Ta. Cowo itu sukanya cewe langsing. Tipe cewe yang badan gendut kaya kita, ngga bakalan ada yang lirik."

"Kok kita sih? Lo aja. Kan lo yang ngerasa gendut," cibir Ata.

"Tapi lo juga gendut. Si Regha juga sering manggil lo 'gendut' kan??" sedetik kemudian Inara langsung menepuk dahinya dengan keras, membuat Ata meringis melihatnya.

"Sorry! Gue jadi nyebut merk," Inara menepuk pundak Ata sambil tersenyum kikuk.

"Biasa aja. Mata dia aja yang rusak, gue langsing gini di bilang gendut. Tapi, kalau dibanding Wulan, gue emang sedikit lebih gendut sih, pantes aja berpaling." sungut Ata sambil tangannya sibuk memilah baju yang tersedia di hadapannya.

"Jangan balikan dulu deh. Gue masih pengen liat karma mempermainkan dia," ujar Inara.

"Gue juga masih butuh waktu kali, Ra. Ngga segampang itu. Sakitnya masih berasa banget lho ini," balas Ata dengan wajah miris yang ia buat-buat.

"Muka lo najis banget, Ta."

"Muka gue cantik,"

"Cantikan gue kali, ah."

Ata mendengus, pura-pura jengah. "Serah deh serah. Yang penting lo seneng dunia akhirat, Ra."

"Ta, abis ini kita makan ya? Gue laper,"

Ata berdecak seraya memutar bola matanya, "Katanya diet. Ngga konsisten banget sih,"

"Diet sih diet. Tapi gue belum makan dari pagi. Ntar kalau gue pingsan, lo mau gendong gue?"

"Ogah. Mending gue tendang aja sekalian," balas Ata cuek.

"Sahabat macam apa lo?"

"Ngomong apa sih?"

Inara yang merasa gemas dengan Ata pun langsung mengangkat tangannya dan mencubit kedua pipi Ata. "Biar pipi lo makin lebar, kaya bakpao!"

"Shaa--kett!!" Ata berusaha mengeyahkan tangan Inara yang masih menarik kedua pipinya dengan keras.

••••

"Rooftop selalu jadi tempat nongkrong terasik sambil makan es krim," ujar Ata sambil memejam, menikmati udara sore yang menerpa wajahnya, menerbangkan rambut coklat gelapnya.

"Seberapa sering lo ke sini?" Tanya Inara dengan mulut yang masih belepotan dengan es krim vanillanya.

"Entah, ngga ngitung." Jawab Ata sekenanya.

Matahari Di Atas Samudera ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang