Vierunddreißig (a)

93.6K 7.2K 237
                                    

Sudah genap sebulan keduanya putus. Kelas yang biasanya ramai akan perdebatan Regha dan Ata berubah hening, suasana terasa lebih mencekam. Meski Regha sudah berusaha bersikap seperti biasa, Ata terang-terangan membalasnya dengan sikap yang terkesan dingin. Hal itu tak membuat Regha menyerah, Regha tetap mengejar Ata seperti dahulu.

Hari ini, entah apa sebabnya, apa puncanya, tiba-tiba saja Ata seharian tak bisa dihubungi oleh Regha. Nomernya yang tak aktif membuat Regha kalang kabut, kebingungan sendiri. Ia mendatangi kediaman gadis itu, dan hasilnya, rumah gadis itu terlihat sepi, gerbangnya juga terkunci dari luar.

Menandakan penghuninya sedang tidak di rumah.

Tak biasanya gadis itu seperti ini. Meskipun saat bertemu, Ata bersikap sedikit lebih dingin pada Regha, biasanya dia akan tetap membalas semua pesan yang dikirimkan Regha untuknya.

Regha benar-benar takut Ata menjauhinya, Regha takut Ata menghilang darinya, Regha takut Ata pergi.

Satu yang bisa mendeskripsikan Regha, ia terlalu mencintai dan terlalu takut untuk kehilangan gadis itu.

Regha terduduk di depan gerbang rumah Ata yang terkunci. Dia mulai menjambak rambutnya frustasi, wajahnya juga tak terlihat seperti biasanya. Dengan kantung mata yang besar di bawah matanya, Regha terlihat lebih berantakan.

Sepuluh menit.

Dua puluh menit.

Tiga puluh menit.

Empat puluh menit.

Lima puluh menit.

Satu jam, pemuda itu masih setia dengan posisi awalnya yaitu terduduk di depan gerbang besar tersebut. Tatapannya terlihat kosong, entah sedang menerawang tentang apa. Tak ada yang tahu.

Selang beberapa menit, sebuah mobil Honda Jazz berhenti tepat di depan Regha, membuat pemuda itu bingkas bangun.

Pintu belakang mobil terbuka, Ata langsung keluar dari dalam mobil tersebut.

Napas Regha tercekat saat mendapati gadis itu mengenakan dress bewarna putih gading, dan di luarnya dilapisi dengan blazer navy. Rambut coklat indahnya dibiarkan tergerai dengan sentuhan curly. Membuat gadis itu terlihat semakin menawan.

Regha mulai mengakui, orang akan selalu terlihat lebih menawan saat sudah bergelar Mantan.

Lamunan Regha buyar saat mendapati Raka juga keluar dari dalam mobil yang sama dengan Ata. Raka tampak mengenakan kemeja putih yang di atasnya dilapisi dengan tuxedo yang senada dengan Ata, yaitu bewarna navy.

Keduanya terlihat seperti pasangan kekasih yang baru saja menghadiri suatu acara.

Dan pemikiran buruk itu ternyata sangat menyakiti hati Regha.

"Lo ngapain di sini?" Tanya Ata sembari berjalan mendekati Regha.

Pemuda yang ditanya itu bingkas berdiri dan menelan salivanya dengan susah payah. Detak jantungnya menggila lagi dan lagi, tak bisa terkawal.

"Gue nungguin lo. Gue khawatir, lo ngga bisa dihubungin. Kenapa lo menghindar dari gue?" Regha menepuk puncak kepala Ata dengan lembut.

Pemuda itu memperlihatkan perhatian dan kekhawatirannya tanpa ragu-ragu. Jujur, sampai saat ini, Ata masih merasakan getaran-getaran cinta yang tersalur lewat mata dan sentuhan Regha. Kontan, itu membuat Ata langsung menunduk, menyembunyikan semburat merah di kedua pipinya. Jujur, Ata sangat merindukan Regha. Ata sangat ingin memeluk pemuda bertubuh tinggi itu. Namun, egonya terus menolak. Ego masih menguasai hatinya.

Matahari Di Atas Samudera ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang