[[Repost-karena suatu dan lain hal]]
Ata berlari menelusuri koridor rumah sakit yang panjang dan kebetulan sedang sepi. Ralat, bukan sepi. Hanya saja tak seramai biasanya.
Setengah jam yang lalu, Ata mendapat panggilan dari rumah sakit yang menginformasikan tentang kondisi Pandu yang mendadak memburuk.
Deru nafasnya memburu, dadanya naik turun tak beraturan, bibirnya pucat seakan tak dialiri darah, sepasang kakinya jenjangnya terus berlari menuju ke ruang ICU yang menjadi tempat Pandu saat ini. Bahkan saat itu, penampilan Ata sangat acak-acakan.
Kaki Ata kini berhenti tepat di hadapan ruang ICU tempat Pandu dirawat. Nafasnya masih terengah-engah. Kakinya terasa lemas saat mendapati Pandu yang terkulai lemas, ditangani oleh beberapa dokter yang raut wajahnya cukup membuat debaran Ata semakin mengeras.
Ata menjatuhkan diri dengan posisi duduk bersimpuh di atas lantai dengan linangan air mata yang membasahi pipinya. Bibir pucatnya terus terkomat-kamit melantunkan doa-doa kepada Yang Maha Kuasa. Hanya Ata yang tau tentang kondisi Pandu saat ini, karena hanya Ata lah yang tersisa di kehidupan Pandu.
Drrrttt....
Ponsel Ata bergetar lama, menandakan ada yang mengharapkan suara Ata untuk menjawab panggilan itu. Ata kemudian menggeser tombol hijar di layar ponselnya lalu mendekatkan benda pipih itu ke telinganya.
"Ha--halo...."
••••
Regha seakan tersengat listrik jutaan volt ketika mendengar suara bergetar khas milik Ata. Ia yakin ada sesuatu yang tak beres dengan Ata. Senyum sumringah yang tadi menghiasi bibirnya, menguap entah kemana. Berganti dengan wajah khawatir dan katupan rahang yang menghasilkan suara gigi yang saling bergesekan.
"Lo di mana?" Tanya Regha khawatir.
"..."
"Tunggu gue di sana!" Tuts! Regha mengakhiri panggilan secara sepihak, lalu mencapai kunci motor matic yang tergeletak di atas meja makan dan berlari keluar dari rumah, memacu motor matic itu dengan kecepatan tinggi.
Regha yakin, Ata pasti sedang membutuhkannya.
Regha merutuki Ata yang ke Rumah Sakit sendirian. Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya saat di jalan? Tentu saja itu akan membuat keluarga Ata khawatir. Bukan hanya keluarga Ata, tetapi dirinya juga yang entah sejak kapan mengkhawatirkan gadis itu.
Regha merasa rasa khawatir ini muncul bukan karena merasa Ata perlu dilindungi layaknya seorang adik. Tapi Ata perlu untuk dilindungi layaknya--- Argh, bahkan Regha sendiri tak mengerti Ata harusnya dilindungi karena alasan apa. Intinya Ata harus ia lindungi. Harus.
Setelah semua yang Ata hadapi, Ata masih saja harus merasakan kejamnya dunia yang tak seharusnya ia rasakan. Ata terlalu rapuh untuk dibiarkan menyimpan semuanya sendirian.
Setibanya di parkiran Rumah Sakit, Regha pun segera mematikan mesin motornya dan masuk ke dalam Rumah Sakit, langsung menuju ke ruang ICU.
"Cha!" seru Regha saat melihat Ata bersimpuh di depan pintu ICU. Segera dihampiri sesosok tubuh yang sedang duduk bersimpuh dengan air mata yang berlinang.
Gadis itu menengadah, wajah gadis itu terlihat sembab dan merah. Hati Regha terasa remuk melihat pemandangan di hadapannya. Diangkat tubuh mungil Ata ke dalam dekapannya, membiarkan gadis itu menumpahkan kesedihannya di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Di Atas Samudera ✔
Novela Juvenil🌻SUDAH DITERBITKAN & CHAPTER MASIH LENGKAP🌻 [[ NGGA TERIMA PROMOTE DI KOLOM KOMENTAR ]] "Apa sih arti gue buat lo?" Tanya gadis bermata hazel itu dengan tangan yang sudah mengepal geram, siap melayangkan tinju pada pemuda yang sedang berdiri dihad...