17 - Argue

87 12 0
                                    

"Bi, maafin Syilla ya. Syilla telat pulang, gak jadi nemenin bibi deh" kata Syilla memeluk bibi Lenka dari belakang. Bibi Lenka berbalik dan mengelus kepala Syilla sayang.

"Gak apa-apa, Syilla. Bibi tahu kamu pasti ada urusan. Tapi kalau mendadak sibuk seperti itu, jangan lupa kabari bibi ya. Biar bibi gak khawatir"

Syilla menggangukkan kepalanya dan meminta izin bibi untuk pergi kekamarnya. Tubuhnya sudah menolak untuk dibawa berjalan dan beraktifitas lagi. Ia sangat butuh tidur. Tidur yang nyenyak dan sementara melupakan semua yang terjadi pada dunia saat ini.

"Idiot! Itu cara Syilla mancing lo buat nembak dia. Kenapa lo malah mutusin hubungan" gerutu Niall kesal.

Warren mengusap wajahnya pelan. Warren hanya dapat pasrah dengan kelakuan Farrel. 'Sabar, Warren. Hadepin aja nih anak TK yang kagak lulus lulus' batinnya.

"Gue belum bisa nembak dia. Walaupun gue pengen banget. Gue ngerasa kalau ini bukan saatnya. Dan saat Syilla ngomong kayak tadi, gue ngerasa bersalah. Bersalah karena selama ini gue cuma jadi cowok gak jelas yang selalu perlakuin dia layaknya pacar, buat dia nyaman dan gak berani buat nembak dia"

Warren menghampiri Farrel dan menepuk pundaknya pelan, "Lo gak berani nembak dia? Kenapa bro? Takut ditolak?"

Farrel menggeleng, "Bukan takut itu yang gue maksud. Gue masih ngerasa belum pantas dapetin Syilla. Dulu gue naksir dia pertama kali, pas ngeliat fotonya di hape bokap. Saat itu dia masih umur 12 tahun, dan berhasil naklukin hati gue. Dan sejak saat itu, selama 6 tahun gue jadi stalker plus secret admirer nya. Gue berharap bisa ketemu langsung sama dia karena bokap dan nyokap gak pernah ngebolehin gue ikut berkunjung kerumah Syilla" Farrel berhenti sebentar untuk menyeruput kopi hitamnya.

"Akhirnya, takdir mengatur semuanya. Walau saat itu bisa dibilang bencana. Nyokap gue meninggal dan keluarga Syilla mengalami pembantaian. Nafas gue tercekat saat denger berita itu. Allah udah beri gue dua wanita cantik yang pernah ada, dan salah satunya sudah kembali pada-Nya yaitu mama. Gue berdoa supaya Allah gak ngambil satunya. Karena itulah satu-satunya yang gue punya, namanya Syilla. Disaat gue tau doa gue terkabul, gue mutusin untuk berhenti sekolah di Las Vegas dan nyusul dia ke Jakarta. Saat itulah gue ngerasa gue harus jaga dia semampu yang gue bisa. Buat dia bahagia dan jangan sampai bulir air matanya jatuh sia-sia" lanjutnya.

Niall dan Warren menatap Farrel dengan haru. Mereka terkejut ketika tahu perjalanan cinta teman blak-blakannya itu, sangat memilukan.

"Trus lo mau gimana, bro? Kalau lo terlalu lama kayak gini, Syilla bisa diambil orang" sungut Warren frustasi.

"Iya, rel. Gue liat Syilla udah nyaman dan sayang sama lo. Gue ngerti kalau lo selama ini cuma kasih kode kode kalau lo suka sama dia. Mungkin aja Syilla gak ngerti maksud dari kode lo itu, atau dia ngerti cuman takut kepedean. Nah, kalau situasinya kayak gini, kasihan Syilla nya donk" kata Niall menimpali.

Kini wajah Farrel nampak berpikir keras. Ia berjalan-jalan mengelilingi kamar Niall yang sangat luas. "Lo berdua tumben otaknya encer air putih, biasanya sih sekeras es batu"
Warren menendang pantat Farrel dengan keras, membuat cogan itu meringis kesakitan. "Makanya kalau ngomong kudu diayak"

"Gue udah putusin untuk minta maaf ke dia, dan nembak dia" ucap Farrel dengan nada proklamasi.

Niall dan Warren bertepuk tangan dengan girang dan kembali fokus bermain PS4.

Farrel tersenyum bangga akan keputusannya. Ia segera mengambil hapenya di kantong celananya. Dan pas sekali, Syilla menelponnya.

"Halo? Gue mau ngomong sama lo. Kita ketemu di kafe seberang sekolah jam 5"

EPHEMERAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang