15

736 97 3
                                    

"Hai kak"

(Namakamu) menoleh, seperti mendengar suara Iqbaal tapi Iqbaalnya gak ada. Gadis itu menghela nafasnya, hanya hayalan doang. Beberapa hari ini kan pikirannya sering terintimidasi dengan sosok Iqbaal.

(Namakamu) menggerutu kesal, sangking semua pikirannya tentang Iqbaal, sekarang halusinasi pendengarannya juga tentang Iqbaal.

Tak beberapa lama, bel sekolah berbunyi, membuat (Namakamu) harus beranjak dari tempatnya.

*

Iqbaal melangkah mengikuti (Namakamu) ketika gadis itu meninggalkan kantin. Diam-diam Iqbaal juga memperhatikan (Namakamu) yang hanya makan sendirian tadi. Sebenarnya pengen nyamperin tapi gajadi ah.

Melihat (Namakamu) duduk sendiri di taman tempat yang sering Iqbaal kunjungi itu membuat Iqbaal geram sendiri karena tidak bisa menahan dirinya.

"Hai kak"

Baru saja kakinya ingin menghampiri (Namakamu), namun tangannya ditarik kencang oleh Zidny yang daritadi mengikutinya dari belakang. Iqbaal menatap tajam Zidny, "Apa sih lo?"

"Katanya mau nyerah, ngapain disamperin?"Tanya Zidny dengan nada ketusnya. Iqbaal menghela nafas, ketika (Namakamu) menoleh tapi tak menemukan apa-apa. Dari pohon besar ini, Iqbaal dan Zidny hanya dapat mengintip apa yang dilakukan oleh gadis itu. Hanya diam dalam lamunannya, bikin Iqbaal gemes sendiri.

"Lo ke kelas duluan aja sana Zid, gue mau ngikutin (Namakamu) dulu."Kata Iqbaal pada Zidnya ketika melihat (Namakamu) sudah beranjak dari duduknya dan memutar balik jalannya membuat Iqbaal dan Zidny berusaha memutari pohonnya agar tidak kelihatan.

Iqbaal mengikuti (Namakamu) dengan cara mengendap-ngendap. Dan suatu kebetulan bagi Iqbaal ketika (Namakamu) dipanggil oleh seorang guru yang kayaknya lagi sibuk di ruang guru itu. Lumayanlah bisa ngelihat (Namakamu) sebelum gadis itu memasuki kelasnya "Eh (Nam..)."

(Namakamu) menatap guru tua dihadapannya lalu mengernyit bingung, "Ada apa ya pak?"

"Tolong bawain ke perpus dong, ini kuncinya, lagi gak ada guru yang ngawas disana. Ntar kamu jangan lupa kunci pintunya terus kasih ke bapak lagi ya."

"Loh loh pakk, ini banyak banget. Saya gak bakalan bisa bawa sebanyak ini pak."

Iqbaal tersenyum lebar, dalam hati berkata 'pasti dia dibutuhkan', kemudian kembali berjalan dengan wajah datarnya melewati (Namakamu) dan guru tua itu. Namun ditahan oleh guru tua tersebut yang biasanya dipanggil dengan sebutan Pak Simo. "Iqbaal eh Baal, bapak minta tolong ya. Tolong bantuin (Namakamu) bawa buku ini ke perpus ya. Bapak dipanggil kepsek soalnya. Oke."Pak Simo menepuk pundak Iqbaal pelan dan berjalan meninggalkan (Namakamu) yang lagi terkejut. Iqbaal menggaruk tengkuknya, ga tau mau ngapain. Tapi sedetik kemudian, Iqbaal merunah raut wajahnya yang kayaknya masang muka bego tadi.

Iqbaal tersenyum dalam hati, kemudian melangkah mengambil buku yang berada tepat dibawah kaki (Namakamu). Dari tumpukan buku yang tingginya hampir sepaha (Namakamu), Iqbaal mengambil alih buku tersebut lebih banyak dari yang disisakannya untuk (Namakamu).

Kemudian berjalan dari ambang pintu kantor guru tersebut duluan, meninggalkan (Namakamu) yang hanya dapat memajukan bibirnya, cemberut.

"Heh, ayooo! Berat ini."Ucap Iqbaal, membangunkan (Namakamu) dari lamunannya. (Namakamu) bergegerak mengambil beberapa buku yang disisakan Iqbaal untuk dibawanya, kemudian berjalan mengikuti langkah Iqbaal hingga mereka tiba di depan perpustakaan yang terkunci.

(Namakamu) maju beberapa langkah mendekat ke pintu setelah meletakkan buku-buku yang dipegangnya di lantai.

Setelah membuka kuncinya, (Namakamu) berbalik menatap Iqbaal yang ternyata sedang menatapnya. Iqbaal mengernyit dengan wajah datarnya itu. "Apa?"

LieHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin