Penampilan Niall benar-benar memukau Nabel dan yang lainnya. Niall sering terlihat seperti seseorang yang tegas dan kadang jahil. Tapi Niall belum pernah memperlihatkan sifat yang satu itu. Suara Niall terkesan ramah untuk di dengar. Meskipun tidak memiliki suara seperti Harry yang dalam dan rendah. Dan Liam yang terkesan tegas. Zayn yang sangat lembut atau louis yang terkesan menyenangkan. Suara Niall punya daya tarik tersendiri.
Nabel mengajak semua berkumpul, untuk mengadakan sebuah permainan, Nabel sudah memiliki beberapa rencana dalam otak cantiknya. Sebelum acara selesai, Ia mengajak Harry untuk berganti pakaian. Harry mengenakan kemeja berlengan pendek berwarna biru tua yang membalut tubuhnya dengan tepat. Sedangkan Nabel menggunakan dress selutut berwarna merah sangat kontras dengan warna kulitnya. Setelah sekali lagi mematutkan diri di cermin, Harry membuka pintu kamar, mata mereka langsung bertatapan lalu pandangan Harry menyusuri tubuhnya. Membuatnya sedikit tidak nyaman.
Harry mengangkat alis, tatapannya terarah pada kakinya. "Mana sandal mu?"
Nabel tersenyum, gugup. Jemari kakinya tertaut satu sama lain, "A—aku ingin melepasnya,"
Harry melipat tangannya didepan perut. Tidak merespon.
"Kau tau—uhm aku sangat suka rumput dihalaman tapi kau tidak pernah membiarkan aku melepaskan sepatuku." Nabel menunduk dalam, pandangannya terarah pada kancing bajunya yang terurut dari leher hingga ujung dress.
Ia tersentak, tangan lembut itu terulur mengusap pipinya yang tidak memiliki rona seperti dulu, "Gadis bodoh." Harry bergumam.
Ia menangkat dagu Nabel, dan tatapannya terpaku pada mata oren keemasaan milik Harry. Mata yang menenggelamkannya saat pertama kali.
"Kau tau,"Harry masih menatapnya. "Jika aku membiarkan mu melepas alas kaki mu, saat kau dalam tubuh manusiamu," pandangannya turun, kearah kakinya. "Aku yakin. Belum sampai ibu jari mu menyentuh rumput, kau akan langsung membungkus kakimu dengan puluhan kaos kaki."Nabel mengkerut dalam tatapan Harry yang beralih lagi padanya.
Tiba-tiba Harry tersenyum miring. Aura intimidasinya menghilang digantikan senyum jenaka miliknya.
"Aku hanya tidak ingin kau mati kedinginan."
Ia mengacak rambut Nabel yang terurai, "Cepat. Jangan biarkan yang lain menunggu." Ia tersenyum meninggalkan Nabel, yang masih mengontrol nafasnya. Harry masih membuatnya terpengaruh.
***
Menuruni anak tangga dan menuju luar rumah. Suasana begitu sunyi, tidak seperti sebelumnya. Ruangan utama kini sudah kosong oleh para tamu. Hanya tersisa beberapa orang saja yang masih menghabiskan minuman mereka, ada Anthony yang tengah terlibat dalam obrolan yang mengasikkan bersama Deakin juga Vladimir. Merasa diperhatikan, Valdimir memalingkan wajah menatap Nabel di bawah sinar lampu. Nabel membalas tersenyum dan melambaikan tangan ketika Vladimir melemparkan sebuah senyuman. Di meja paling ujung, keluarga Hutingson yang tengah duduk disalah satu meja bundar. Ia tersenyum ingin segera menghampiri.
Nabel menyusuri jalan dengan telanjang kaki, rumput seakan menyapa kakinya. Rumput yang bertabur bunga lily yang beberapa sudah terinjak mengenaskan. Ia menekuk lutut kanannya untuk mengambil satu yang masih bersih dan tampak segar. Setelahnya ia berdiri kembali dan memandang sekeliling lalu melihat Keanly yang tengah asik bersama Dimitri, ia melambaikan tangan ketika Keanly melihatnya.
"Oh Keanly! Ayo!"suaranya cukup keras hingga menyebabkan beberapa pasang mata menatapnya geli. Nabel mengabaikannya.
Keanly hanya membalas dengan menunjukan ibu jarinya. Jarak yang cukup jauh bagi Nabel melihat Keanly yang mengacungkan ibu jari saat ia menjadi manusia. Sayangnya ia adalah seorang dhampir. Tidak ada yang mampu merubah takdirnya. Karena sejak lahir, Nabel sudah terikat dengan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
About You Is Impossible// h.s & n.h
VampireSemua berawal dari kedatangannya ke Philadelphia negara bagian Amerika Serikat, takdirlah yang membawanya ke tempat tersebut. Mempertemukan dengan sebuah kehidupan lain yang tak pernah gadis itu kira. Semua kejadian tak terduga menghampirinya satu p...