Demi kebaikan, Kay.

937 22 3
                                    

~~~
"Raka, kamu tahu kan apa yang harus kamu lakuinn di dalam? Ini demi kebaikan Kay."

Aku mengiyakan perkataan Twen dengan berat hati sampai-sampai aku ingin rasanya menangis tapi aku harus tegar karena ini yang terbaik buat Kay.

Tok!!! Tok!!! Tok!!!

"Siapa ya?"
"Apa ini rumahnya Kay?"
"Iya saya mamahnya Kay."
"Tante aku diantar sama Twen kesini, aku mau bicara sama Kay."
"Oh Twen, baiklah. Silahkan masuk, kamar Kay ada di sebelah sana."
~~~
Aku melihat Kay duduk bersandar di kasurnya. Mukanya sangat pucat dan ketakutan. Dia memeluk bantalnya erat seakan dia sedang menghindar dari sesuatu menakutkan di depannya. Aku coba menghampirinya dan duduk di sebelahnya tapi sama sekali tak ada respon akhirnya aku coba untuk memanggilnya.
"Kay."
"Ra...Raka?"
"Iya Kay ini aku."
Dia melepas kan bantalnya, lalu dia memeluk sangat erat dan menangis di pundakku. Rasanya aku ingin ikut menangis melihat keadaannya seperti ini tapi aku harus tegar.
"Kay, kamu ga boleh begini terus. Aku udah tahu semuanya, kamu ga perlu takut. Kamu kan punya aku."
"Raka, jangan tinggalin aku ya."
Entah aku harus jawab iya atau engga karena aku juga ga bisa bareng sama Kay terus. Aku melihat makanan yang masih utuh di meja belajar Kay. Aku langsung mengalihkan topik pembicaraannya.
"Kay, kamu belum makan? Ayo duduk bersandar. Aku suapin kamu makan ya? Kamu harus makan atau engga nanti aku pergi."
"Iya Raka, aku makan."
"Nah gitu dong makan. Tapi kalau makan harus senyum juga katanya kalau ga senyum nasinya ga bakal sampe perut."
"Teori dari mana itu?"
"Teori aku sendiri. Hahaha"
"Ih kamu!"
"Tuh kan bisa senyum akhirnya."
"Hehehe."
"Kapal terbang mau mendarat! Aaa..."
"Ih! Aku bukan anak kecil."
"Iya iya deh. Hahaha"
Rasanya senang bisa jadi pendatang kebahagiaan buat seseorang tapi Kay, aku bukan kebahagiaan kamu yang sesungguhnya. Aku yang ngebuat kamu terpuruk. Seharusnya aku ga bawa kamu pulang ke rumah.
"Mmm... Kay?"
"Iya?"
"Aku harus pulang, ini udah sore."
"Oh begitu. Kamu ga bisa lebih lama di rumah aku dulu?"
"Kamu istirahat aja ya. Nanti kita lanjut ngobrol di sms. Oke?"
"Aku sedih sebenernya tapi iya udah deh."
"Jangan sedih dong. Kamu harus senyum setiap saat! Oke?"
"Siap, Pak! Hahaha."
"Hahaha. Ya udah, aku pulang ya, Kay."
Aku meninggalkan Kay di kamarnya. Asal kamu tahu Kay, ini mungkin pamit untuk selamanya karena setelah ini kedekatan kita udah ga ada dan asal kamu tahu juga Kay, aku lakuin ini itu cuma demi kebaikan dan kebahagiaan kamu.
"Nak Raka! Tunggu!"
"Iya tante, ada apa ya?"
"Terima kasih udah buat Kay sedikit membaik, tante lihat kamu bikin Kay tersenyum. Terima kasih banyak, Raka."
"Sama-sama tante. Aku pamit pulang ya."
"Iya hati-hati ya. Pulang naik apa?"
"Motor, tan."
"Oke, hati-hati."
Aku udah ga tahan menggenang air mata ini. Rasanya tsunami udah datang di mataku. Ah! Raka! Jangan nangis. Ini lagi di jalan, kamu nangis sambil ngendarain motor dan kamu laki-laki pula. Orang yang ngeliat kamu dikira kamu kelilipan gajah nangisnya sampe bengek-bengek.

Kling!

Hah? Bunyi apaan? Ponsel aku ya? Menepi dulu deh. Hah!? Ponsel siapa ini? Ponsel aku bukan kaya gini. Ada pesannya.

'Hai dude! Ga sadar ya lo bukan bawa ponsel lo sendiri? Hahaha. Tega sih lo ninggalin gua di cafe sendirian. Jadinya kan gue beraksi deh. Oh iya! Mau ngasih tau aja sih, gue dapet sms dari mantan gue katanya dia kangen sama gue dan sekarang gue mau ketemuan dulu sama mantan. Bay! Hahaha!'

"David!!!"

Bisakah kamu melihatku?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang