[Three]

203 11 1
                                    

Akan ada masanya, ketika yang selalu ada mengalahkan yang dicintai

•••

Keesokan harinya, Kenza pergi ke sekolah tak seperti biasanya.Tak ada senyum hangat yang biasanya Ia berikan. Anjani yang melihat itu langsung menyapa Kenza. “Pagi, Kenz.” Kenza hanya melirik sekilas dan membalasnya dengan datar.

“Pagi, Jani.”

Anjani hanya menghela nafasnya dan berbalik ke arah Kenza.

“Lo baik 'kan, Kenz?” tanya nya sambil menatap sahabatnya—Kenza— khawatir. “I'm fine, Jani.” balas Kenza tanpa berbalik, dan tanpa intonasi.

Anjani hanya bisa pasrah.

Saat istirahat, biasanya Kenza tertawa- tawa bersama Anjani, tapi sepertinya kali ini tidak seperti itu. Kenza lebih memilih ke atap sekolah sendirian. Ia hanya menyandarkan dirinya pada pagar pembatas dan menyumpal kedua telinganya menggunakan earphone tanpa memerhatikan keadaan sekitar.

Seorang pemuda yang juga sedang berada diatap dan menyandarkan tubuhnya dipagar pembatas, menolehkan kepalanya kesekitar dan tak sengaja menemukan Kenza. Pemuda tersebut terus menatap ke arah Kenza. Kenza yang merasa diperhatikan merasa risih dan membuka matanya, menolehkan kepalanya ke kanan. Ke arah pemuda yang menatapnya.

Pemuda yang merasa tertangkap basah pun hanya nyengir ke arah Kenza dan melambaikan sebelah tangannya.

“Hai.” Sapa pemuda tersebut.

Kenza hanya mengernyitkan dahinya sambil menunjuk dirinya sendiri,
“Gue?”

Pemuda itu memutar bola mata malas dan berdecak. “Ya elo lah, emang siapa aja yang ada disini selain gue sama lo?” Kenza menghiraukan pemuda tersebut, dan kembali memejamkan matanya. Tanpa disadari, pemuda itu bangkit dan berjalan ke arah Kenza. Ia pun langsung duduk dihadapan Kenza sembari mengulurkan tangannya.

“Hai, Kenza Uranusa. Gue Davin Angkasa, kelas XI IPS 3.” Merasa ada yang berbicara dengannya, Kenza membuka mata dan betapa terjekutnya ia melihat jarak wajah Davin dan wajahnya yang sangat dekat.

Kenza mengangkat telunjuknya, dan mendorong dahi pemuda tersebut agar menjauh darinya.

“Ga usah deket-deket, nyet.” ketusnya.

“Ye, ketus amat, mbak Uranus.” celetuk Davin membuat Kenza menoleh dan memelototkan matanya kearah pemuda tersebut.

“Heh! Nama gue panggilan gue KENZA! Bukan URANUS!” omel gadis itu pada pemuda dihadapannya.
“Dan satu lagi, gue gak mau kenal sama lo.”

Kenza pun langsung bangkit meninggalkan pemuda tersebut. Ketika ia akan menyentuh kenop pintu, seseorang mencegahnya.

Davin.

“Apaan si lo! Minggir, gue mau lewat.” ketus Kenza sambil memandang tajam pemuda dihadapannya. Pemuda tersebut —Davin— hanya menggelengkan kepalanya. Angin berhembus menerbangkan tiap helai rambut Kenza.

Kenza ke kiri, Davin pun ikut ke kiri. Kenza ke kanan, Davin pun ikut ke kanan.

“Gue tau lo lagi kenapa-napa, 'kan?” ucap pemuda tampan tersebut sambil memandang wajah Kenza yang ditekuk. “Jawab, Kenza.”

Akhirnya Kenza mengalah.

“Iya, gue lagi kenapa-napa. I'm not fine at all. Udah, kan? Minggir.”

kenz ;✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang