[Twenty]

126 6 0
                                    

Kenza membuka pintu mobil Davin, dan duduk di samping jok kemudi. Davin menatap dirinya dari samping, membuat wanita ini agak risih. Tanpa aba-aba apa pun, Davin menyeletuk.

"Lo gak berubah ya?" Sontak, Kenza menoleh pada pemuda itu, memberi tatapan bertanya. Dengan kesal, Kenza menjawab "Lo pikir gue Wonder Woman apa berubah? Cepet jalan."

Davin memajukan tubuhnya ke arah Kenza, membuat mau tidak mau Kenza memundurkan tubuhnya seraya memejamkan mata rapat-rapat. Sebuah suara membuat Kenza membuka matanya.

Tuk!

"Adaw!" Kenza mengelus-elus dahinya yang terkena sentilan maut Davin. Pemuda itu menatap garang ke arahnya. Kenza cemberut, dan menggerutu dalam hati. Menyumpahi Davin sampai mati.

"Lo mesum banget, Kenz. Gue cuma mau masangin sabuk pengaman doang." ucap Davin, setelah sabuk pengaman telah melilit tubuh Kenza dengan sempurna.

"Mana gue tau." kilah Kenza.

Dua puluh lima menit akhirnya berlalu, Kenza dan Davin berjalan berdampingan ke dalam ballroom hotel tempat pertunangan Arthur dilaksanakan. Kedua insan itu tampak serasi, namun hati mereka tak serasi.

Davin yang masih mengejar cinta Kenza setelah dirinya menyia-nyiakan gadis itu, dan Kenza yang masih mencintai Arthur. Kenza, gadis itu mencoba menahan sesak pada dadanya. Ketika melihat Arthur memasangkan sebuah cincin, di jari seorang perempuan seraya tersenyum bahagia.

Kenza tersenyum lirih.

Kini para tamu dipersilahkan untuk mencicipi makanan yang telah disediakan. Kenza tampak mengobrol dengan Davin, hingga tiba-tiba seorang pemuda menghampiri gadis itu.

"Kenza."

Tubuh Kenza menegang setelah mendengar suara itu, benteng yang sudah ia bangun susah payah, hancur begitu saja. Dengan ragu, gadis itu menoleh dan menatap lawan bicaranya.

"Kita perlu bicara, berdua." Arthur mengucapkannya seolah-olah menyindir Davin, agar pergi. Kenza mengobrol dengan Davin sebentar, dan mengikuti langkah Arthur.

Setelah sampai ditempat yang cukup sepi, Arthur mulai angkat bicara.

"Apa gue masih ada di hati lo?" Pertanyaan Arthur seakan menusuk dada Kenza dalam-dalam, meninggalkan sesak yang tiada tara menghampiri.

"Kalau kamu hanya akan menanyakan ini, lebih baik saya kembali ke dalam." kata Kenza dingin.

"Gue harap, lo udah bisa iklasin gue sama Kiara." walaupun gue ngga mau hal itu terjadi. Lanjut Arthur dalam hatinya.

Setelah mendengar Arthur berkata seperti itu, Kenza tersenyum sinis dan tangannya memutuskan kalung yang bersarang pada lehernya secara paksa. Melemparnya menuju kolam air mancur kecil di depan mereka.

Pergi meninggalkan pria itu bersama sejuta luka, kenangan dan rasa sakit hati yang amat dalam. Kenza rasa, pria itu tak akan pernah mau mendengarkan tangisannya. Gadis itu melangkahkan kedua kaki jenjangnya tak tentu arah.

Air mata berlinangan di atas wajah cantiknya, hingga akhirnya...

Brak!!

•••

Davin menoleh-noleh cemas. Kenza belum juga kembali setelah berbicara berdua bersama Arthur, sejak satu jam yang lalu. Membuat Davin cemas dan khawatir.

Kring.

Sebuah telfon mampir pada ponselnya, dengan sigap Davin menerima panggilan itu. Sebuah suara yang masuk, membuat Davin merasa tak asing.

kenz ;✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang