[Epilog]

187 10 0
                                    

"ARZA!! BANGUN!!" teriak Kenza pada anak sulungnya itu, seraya merapihkan dasi Arthur. Arzachel, anak pertama mereka. Bersekolah di SMA Radiana. Umur 17 tahun, tinggi, putih, memiliki rambut coklat dan mata hazel. Turunan Arthur. Namun sikapnya, jangan ditanyakan mirip siapa.

Tentu saja mirip Kenza, sang ibunda tercinta.

Arza mendecak kesal, dan segera bangun dengan langkah terseret-seret menuju kamar mandinya. Muka bantalnya itu tak menjadikan wajah tampannya terlihat jelek. Malah menambah kesan imut.

Begitu selesai, Arza langsung turun menuju meja makan. Mengambil sehelai roti, dan melapisinya dengan selai kacang. "Bang, nebeng ya." ujar adik Arza. Namanya Lovita. Umur 15 tahun. Sedang menduduki bangku Sekolah Menengah Atas kelas 10.

"Ck! Nebeng mulu. Nebeng sama ayah aja gih." gerutu Arza seraya memakan roti berlapis selai kacangnya itu lamat-lamat. Lovita cemberut mendengar perkataan abang gantengnya itu. "Ayah, masa abang jahat gamau nganterin Tata." adunya pada Arthur.

"Abang..." peringatnya. Arza mengangkat tangan menyerah, "Iya iya, nanti Tata bareng abang.." Arza melayangkan tatapan tajam pada Lovita yang kini menjulurkan lidah padanya.

Sesampainya disekolah, Arza lebih memilih ke kantin terlebih dahulu. Karena papan pengumuman pasti sangat penuh saat ini. Arza mendapat firasat, bahwa sahabat-sahabatnya juga kini tengah berada dikantin.

Dan benar saja!

Rifki, Nandan, Rafli, dan Danda kini tengah santai-santainya nongkrong dikantin. Saat Arza mengulum bibirnya, sontak para remaja siswi memekik tertahan melihat prince charming mereka itu.

Siapa sih yang tidak kenal Arza? Si cowok most wanted yang tajir, ganteng, pinter. Tapi, kalo urusan perempuan, dia cuma dekat sama rivalnya sendiri. Yaitu, Tamara. Si anggota OSIS yang selalu muak akan tingkah onar Arza. Si ketua eksak paduan suara yang pernah memenangkan lomba menciptakan lagu.

"Elah! Balikin sukro gue!!" seru Rafli seraya merebut kembali camilannya dari Nandan. Arza mengalihkan pandangan hazel nya itu ke pintu kantin, dan gotcha!

"Pagi, Tama..." goda Arza. Tamara melayangkan tatapan tajam pada rival-nya itu, "Udah gue bilang!! Panggil gue MARA, M-A-R-A!!" ketus Tamara dengan wajahnya yang memerah menahan kesal.

Mereka terus saja beradu mulut, hingga akhirnya Tamara dengan segala amarahnya, pergi meninggalkan kantin dengan kaki yang dihentakan.

Ha, lucu.

•••

Baru saja Arza akan melangkahkan kakinya masuk ke kelas, dengan cepat Tamara menghadang cowok itu dengan pelototan mautnya.

"Mau ngapain lo kesini?!!"

"Ya gue mau ke kelas lah." balas Arza santai, dan seolah tertimpa batu berton-ton, Tamara terdiam mematung dipintu seraya merutuki kesialannya.

Enam tahun sekelas?!! Gue ketiban sial atau kena kutukan?!!

Arza menghempaskan tubuhnya lelah ke ranjang empuk kesayangannya. Hingga Lovita tiba-tiba datang merusak ketenangannya. "Bang, tadi gue ditembak masa sama temen sekelas gue. Mana bikin gue malu banget lagi." jelas Lovita seraya memijat-mijat bahu kakak laki-lakinya itu pelan.

"Hmh," gumam Arza menikmati pijatan adiknya itu. "Abang cape, ya?" tanya Lovita sembari memindahkan pijatannya menuju pelipis kakak laki-laki kesayangannya itu. Dapat Lovita rasa, nafas Arza teratur -menandakan cowok itu sudah terlelap-.

Lovita menarik selimut abangnya sampai ke leher pemuda itu, dan mengecup sayang pelipis kakaknya. "Malem, bang."

Kenza kini tengah bersandar pada dada sang suami -Arthur-. "Yah, Bunda jadi keinget deh kisah kita dulu." ujar Kenza, sedangkan Arthur yang sedang mengelus rambut istrinya itu tersenyum. "Kalo Ayah sih, udah gak mau nginget. Soalnya, Bunda kan udah sama Ayah. Semuanya kerasa cukup buat Ayah." papar Arthur lalu mengecup kening istrinya lama.

Kenza tersenyum.

Mereka tahu, bahwa ini semua baru sebuah permulaan. Karena masih banyak cobaan yang menghampiri mereka. Akan tetapi, Arthur dan Kenza berjanji bahwa mereka akan menghadapi semua rintangan.

Selama mereka masih berpegangan tangan, semua akan terasa lebih mudah.

•••

A/N: Pertama-tama, saya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-Nya, saya masih dapat untuk menamatkan cerita ini.

Terima kasih untuk para pembaca yang baik hati, sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita abal ini. Sebenarnya, saya waktu itu cuma iseng bikin cerita ini. Eh tau-taunya, malah sampe tamat.

Makasih buat teman-teman saya yang rela menemani kegalauan saya untuk menulis cerita abal ini. Saya benar-benar berterima kasih pada kalian semua!! I LOVE YOU, GUYS!!

Dengan penuh cinta, saya pamit undur diri.

Sincerely,
Jelin.

kenz ;✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang