[Eighteen]

117 6 0
                                    

"Karena rasa gue buat lo, udah berubah. Semua gak sama lagi, Vin." balas Kenza seraya menatap kedua mata biru yang pernah ia tatap.

Gadis itu, melangkahkan kedua kakinya yang terbalut sepatu high heels. Mati-matian dirinya berjalan tegak, agar tak terlihat rapuh.

Hingga sampailah Kenza di sebuah taman, gadis itu berulang kali mengalihkan pandangannya, berusaha menahan tangis.

Merasakan ada seseorang yang duduk di sampingnya, kepala Kenza mendongak menatap seorang pemuda familiar di dalam ingatannya.

Pemuda itu tersenyum lemah, kedua matanya menunjukkan tatapan sendu. Dengan berat hati, Arthur mengangkat suaranya, memecahkan keheningan malam antara keduanya.

"Hai."

Bibir Kenza bergetar lebih kuat lagi, tak mampu menahan tangis. Dengan susah payah, Kenza membalas sapaan Arthur dengan wajah yang berlinangan air mata.

"Hai, juga."

Kenza mendongakkan kepalanya menghadap langit malam, yang juga terlihat sangat sendu. Gadis itu memejamkan kedua matanya erat-erat, dan menghela nafas menghilangkan sesak dalam dada.

"Gue bakal pindah ke Jerman, buat nerusin sekolah gue di sana. Karena, gue bakal ngelanjutin sekolah bisnis gue. Gue bakal pergi dari hidup lo, jadi lo ga akan merasa terganggu lagi." jelas Arthur.

Selesai mengucapkan salam perpisahannya dengan Kenza, Arthur beranjak berdiri, dengan mata yang sedikit melirik ke arah gadis yang masih terduduk serta tangisnya itu.

Baru saja Arthur akan melangkahkan kaki, sebelah tangannya di tarik agar berbalik menghadap Kenza. Arthur memejamkan matanya ketika sebuah benda yang lembut dan basah menghampiri keningnya.

Sebuah tangan yang lebih ramping darinya, merayap di sisi pipi kanannya. Bibir Kenza berpindah, dari kening menuju bibir pemuda itu. Dikecupnya lebih lama bibir Arthur, Kenza akhirnya menjauhkan wajahnya dari pemuda itu.

Kepalanya menunduk, menatap sepatu heels yang ia gunakan. Arthur tersenyum lemah, dan mengacak rambut gadis itu. "Gue pergi ya."

Arthur akhirnya pergi, meninggalkan Kenza sendirian di taman malam itu. Dengan rasa sakit yang mendera hati, tak kunjung berhenti. Gadis itu mengalihkan pandangannya ke sofa, menemukan sebuah kotak kecil.

Di ambilnya kotak kecil itu, langsung ia masukkan dalam tas tangannya. Kenza termenung dalam taksi, air mata kembali berlinangan diatas wajah cantiknya.

Waktu memang akan berlalu, namun cinta Kenza pada Arthur tak akan pernah habis.

•••

6 tahun berlalu.

Kenza menghembuskan nafas lelahnya, tangannya sibuk merogoh tas, mencari ponsel. Setelah menemukannya, wanita itu membuka lock screen ponselnya.

Pukul lima sore.

Dirinya masih berada di rumah sakit, masih banyak jadwal operasi yang harus dirinya tangani. Itu membuat Kenza lelah menjadi seorang dokter bedah.

Sebuah pesan masuk ke ponselnya, tanpa mengangkat kepala, Kenza membuka pesan itu. Dari Kenzo.

Kenzo : Za, jangan lupa dateng ya lusa.

Kedua manik biru itu melirik meja kerjanya, terdapat sebuah undangan pernikahan disana. Tertulis nama 'Kenzo Alvaro & Anjani Winata', membuat gadis itu tanpa sadar memijit pelipisnya.

Dengan susah payah, wanita itu mengetikkan balasan pesannya pada Kenzo.

Kenza : Gue usahain ya, soalnya jadwal operasi gue padet.

kenz ;✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang