[Seventeen]

114 7 0
                                    

Simfoni Hitam - Sherina Munaf

•••

Semenjak pertanyaan Arthur waktu itu, Kenza agak menjauh dari pemuda berkaca mata itu. Setiap akan berpapasan, Kenza biasanya akan langsung memutar balik arahnya.

Kenza tak mau jika dirinya dibohongi seperti yang dulu-dulu, dirinya sangatlah tidak mau.

Seperti saat ini, gadis itu langsung memutar balik arahnya ketika akan berpapasan dengan Arthur. Pemuda itu sendiri mengejar Kenza yang sedang memutar balik arahnya.

Arthur mempercepat langkahnya ketika Kenza semakin gencar menjauh, untung mereka kejar-kejaran dilorong koridor yang kosong.

Saat Kenza sudah tepat didepan mata, Arthur menarik sebelah tangan Kenza dan membawa tubuh gadis itu dalam pelukan hangatnya.

Rintik hujan turun begitu saja secara tiba-tiba, membuat kedua lawan jenis ini basah kuyup. Kenza sendiri masih tersentak dengan perlakuan Arthur.

Arthur berkata, "Kenapa lo jauhin gue? Apa belum cukup penderitaan gue selama ini buat dapetin lo?"

Kenza masih terdiam.

"Jawab, Kenz! Apa belum cukup cinta gue buat lo?!" Air mata Arthur luruh seketika, tercampur dengan rintik hujan, lalu jatuh dan terserap dalam tanah.

"Gue cinta sama lo dari lama, Kenz! Tapi lo lebih memilih Davin dari pada gue. Dan sekarang lo dikecewain 'kan sama dia!" Air mata Kenza menyeruak keluar, dalam satu kedipan, air mata itu mengalir jatuh.

"Gue ngga siap buat jatuh yang kedua kalinya, gue gak siap," Kenza terisak dalam dekapan Arthur.

"Gue ngga akan sakitin lo, Kenz. Semua cowo itu ga sama, gue gak akan nyakitin lo. Gue bukan Davin, gue juga bukan Kenzo. Gue Arthur, orang yang selalu sayang sama lo." jelas Arthur.

Kenza perlahan-lahan melepaskan pelukan itu, dan berbalik badan, berjalan menjauhi Arthur. Sedangkan pemuda itu, kembali memegang tangan Kenza. Membuat gadis itu menghentikan langkahnya.

"Mungkin, lebih baik gue berhenti disini, maaf kalo gue nyusahin lo." Arthur melepaskan pegangannya pada tangan Kenza, berbalik dan berjalan menjauhi gadis itu.

Sepeninggalnya Arthur, Kenza langsung jatuh terduduk dan menangis menjerit-jerit. Terdengar agak lebay memang, tapi itulah kejadiannya.

Kedua bahunya bergetar hebat, petir bersahut-sahutan, hujan turun semakin deras, menyamarkan air mata gadis itu.

"Kenz, bangun Kenz!" seru seseorang yang kini sudah merangkulnya sembari membawa payung. Kenza mendongakkan kepalanya, dan menatap Kenzo yang memandang dirinya khawatir.

"K--Kenzo?"

•••

"Hatchi!!" Kenza merapatkan selimut yang sedang merangkul tubuhnya hangat. Sesekali, gadis itu menggesek-gesek hidungnya menggunakan tangan.

"Nih, minum dulu biar anget." Kenzo menyerahkan segelas cokelat hangat kepada Kenza, yang langsung diterima gadis itu dengan senang hati.

"Makasih, Zo." sahut Kenza seraya tersenyum, dan mulai meniup-niup uap cokelat panas yang diberikan Kenzo.

Diluar masih turun hujan, dan sekarang Kenza masih berada didalam kamar asrama Kenzo. Udara semakin dingin saja rasanya.

"Ngga kenapa-napa nih gue pake baju lo?" tanya Kenza seraya menatap Kenzo tidak enak. Kenzo tertawa dan berkata, "Santai aja kali."

kenz ;✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang