[24] Sebuah Lagu

15.7K 883 16
                                    


24. Sebuah Lagu

<Percayalah - Afgan ft Raisa>

  VELMA masuk ke dalam mobil bersama Revan di belakangnya, seluruh mata tertuju kepada mereka. Revan hanya berdehem lalu menautkan jari tangannya membuat gadisnya itu tersentak ingin melepaskan genggamannya tetapi pria itu menggenggamnya sangat erat. Hanya ada dua kursi tersisa, di samping Lingga dan di samping Alsa.

  Velma langsung memilih tempat di samping Alsa, dengan pelan melewati teman-temannya yang memandang tajam ke arahnya, Revan melepaskan tautannya lalu duduk di samping Lingga sambil terus menatap ke arah Velma di depannya yang hanya di batasi dengan satu kursi lagi.

  "Tidur lo Van, ntar di lanjutin lagi di sana." Lingga menyenderkan punggungnya sambil mencari posisi yang enak untuk tidur. Revan meliriknya sekilas lalu kembali menatap Velma dari belakang. "Gue pengen duduk samping Velma."

  Perkataan Revan barusan langsung membuat Lingga melotot, "Kebelet lo? Anjir Van, keluar SMA lo bakalan kuliah kan? Gak langsung nikah?"

  "Ya, maka dari itu gue pengen deket sama Velma."

  "Anjir," Lingga mengusap kepalanya sambil menggeleng pelan "Eling Van, jangan main sembur aja. Velma juga pengen punya masa depan yang cerah."

  Revan mengerutkan keningnya sambil menatap Lingga di sampingnya. "Lo kira gue bakal ngapain Velma sih?"

  "Nik-"

  "Gue cuma duduk bareng Velma. Lo sms-in atau chat Alsa sekarang, lagian lo juga bisa modus." Lingga mengangguk sambil nyengir membuat Revan menyandarkan punggungnya ke kursi bus.

  "Lo kalo duduk bareng Velma, kasih lagu ini deh." Lingga mengutak-atik ponselnya sejenak lalu menyerahkannya pada Revan.

  "Lo tau gue gak terlalu suka lagu Indonesia." Revan mendengus sambil menggelengkan kepalanya. "Ck, coba aja dulu, Velma bakalan suka lagunya."

őőő

  Keadaan bus sangat sepi, tidak ada yang bersuara membuat Velma bingung. Alsa di sebelahnya memakai headset sambil memainkan ponselnya, sedikit canggung. Velma belum terbiasa duduk berdua dengan seorang teman, lebih baik dirinya melanjutkan tidur yang tadi sekarang.

  Alsa meliriknya sebentar lalu tersenyum melihat Velma memejamkan matanya, setelah menerima pesan dari Lingga, Alsa perlahan meninggalkan Velma dan pergi ke belakang yang di sambut cengiran receh dari Lingga dan anggukan pelan dari Revan.

  "Makasih ya."

  "Santai aja Van, jangan apa-apain Velma ya?"

  Revan tersenyum tipis lalu beranjak duduk di sebelah Velma yang tengah memejamkan matanya, Revan merogoh saku jaketnya untuk mengambil sesuatu yang di sarankan Lingga tadi dan memasangkan ke ponselnya. Setelah semuanya siap, Revan mulai mendekatkan headset ke telinga gadisnya itu dengan muka lugu, takut malah Velma marah tetapi dirinya tetap mengikuti saran sahabatnya itu.

  "Selamanya kita akan bersama, melewati segalanya yang dapat pisahkan kita berdua. Selamanya kita akan bersama, takkan ada keraguan kini dan nanti. Percayalah."

  Revan sedikit meringis mendengarkannya, tetapi lagunya lumayan. Melihat usaha yang di lakukannya tidak membuat Velma bergerak sedikitpun membuat Revan ingin menjedukkan kepalanya sekarang juga, Velma seperti ini jika sedang tidur? Sambil mendengus Revan memilih untuk memasangkan satu buah headset ke telinga gadisnya dan satunya lagi ke telinganya berharap Velma kini meresponnya.

  Beberapa detik kemudian Revan merasakan gadisnya bergerak dan langsung menolehkan kepalanya menatap Velma yang.. ASTAGA hidungnya mengeluarkan darah membuat Revan melotot saat itu juga.

  "Velma, lo kenapa!? Kita ke rumah sakit sekarang juga. Biar gue telepon pak Zafin dulu buat jemput-"

  "Sst, jangan berisik," Ucapnya lemah membuat Revan hanya bisa menatapnya. "Gak usah, ini cuma sebentar serius." Velma kemudian menyumbat hidungnya menggunakan tissue lalu menyandarkan kepalanya ke kursi belakang.

  "Lo selalu berhasil buat gue khawatir."

  Velma tersenyum samar lalu dirinya mendengarkan sesuatu, tangan kanannya ia angkat untuk menyentuh telinganya dan ada suatu benda yang ia yakini sebagai headset di sana, entah kenapa dirinya tidak merasakan apapun tadi. Hanya saja dia merasa ada yang memanggilnya untuk bangun dan darah langsung bercucuran dari hidungnya, dan setelah menormalkan perasaannya Velma baru sadar, sebuah lagu sedang terputar, Velma meresapi lagu itu sebentar lalu tersenyum.

  "I-ini lagu apa?"

  Revan yang terlihat sedang berfikir, langsung gelagapan dan langsung melepaskannya membuat Velma mengerutkan keningnya, "Gapapa gue suka kok lagunya. Lo jangan khawatir gitu Van, ini sering kok, sebentar lagi juga udah reda."

  "Lo serius?" Velma menganggukan kepalanya sambil tersenyum meyakinkan membuat Revan hanya bisa memperhatikannya, sebenarnya ia ingin menyeretnya ke rumah sakit sekali lagi sekarang juga tetapi ia juga takut kelakuannya tambah semakin menyakiti gadisnya itu.

  Terlihat Velma menyusut sisa darahnya dari hidungnya, "Sebentar kan?" Ucapnya membuat Revan menatapnya lalu merebut tissue yang di genggam gadis itu dan meraih dagunya.

  "Masih banyak, gue bersiin." Velma terkesiap sambil menatap Revan yang dengan telaten membersihkan darah dari hidungnya, "Gue sedikit ngeri tapi kalo lo yang kayak gini, apapun gue lakuin."

  Velma hanya tersenyum tulus sambil menatap wajah tampan milik kelasihnya ini, Velma mengakui bahwa dirinya memang beruntung mempunyai Revan yang seperti ini, tetapi ia takut kalau keberuntungan itu hanya hinggap sesaat.

  "Makasih ya, Revan."

  "Hm," Revan mengusap kepalanya membuat Velma mengerjapkan matanya, sejak kapan Revan sedekat ini dengannya? Ini bukan mimpi kan? Ini pasti mimpi, Velma memejamkan matanya sambil berharap kalau ini mimpi bukan kenyataan, karena kenyataan tidak mungkin indah seperti ini.

  "Lo dengerin lagu tadi gak?" Revan membuang tissue bekas itu ke sebuah kresek lau menalikannya takut banyak yang mengetahuinya nanti dan membuat geger, merasa perkataannya tidak di balas, Revan kembali menatap gadis ini yang malah memejamkan matanya.

  "Velma? Lo kenapa?"

  "Hah? Ap.., gue lupa belum berdoa tadi."

  "Oh." Velma mengangguk sambil menyandarkan kepalanya ke jendela bus 'ternyata ini bukan mimpi' batinnya.

  Suasana kembali canggung. Sepertinya Revan juga tidak mau mengulangi pertanyaan yang tadi karena menurutnya terlalu memalukan.

  "Tadi lagunya enak."

  Revan menoleh sambil menatap Velma bingung, "Lo.. suka?"

  "Itu lagu kesukaan Devi di restoran."

  "Oh, berarti lo tau?" Velma mengangguk sambil menormalkan posisinya yang tidak enak, Revan berdehem kemudian menepukkan bahunya tanpa melirik sedikitpun kearahnya. "Lo bisa tidur di sini."

  "O-oke nanti."

  "Lo bisa nyanyiin sedikit lagunya?" Matanya ia kerjapkan, blush seketika pipinya panas. "A-apa? Gue gak hapal kok.., lupa lirik nanti."

  Tiba-tiba Revan memakaikannya headset membuat jantung Velma langsung berdetak lebih kencang dari biasanya, kemudian Revan tersenyum sangat manis. Tampan sekali, Velma saja sampai melongo di buatnya. Karena bagi siapapun itu, senyuman Revan yang seperti itu sangat langka, sedang manggung pun Revan tidak pernah memberikannya kepada fansnya. Hanya untuk Velma dan orang-orang tertentu mungkin.

  "Lo bisa nyanyiin itu sekarang."

BLUSH

őőő

  "Aku yang tak akan melepaskan kamu, yang menggenggam hatiku." -Revan

  "Aku yang tak bisa melepaskan kamu, yang miliki hatiku." -Velma

  őőő

Ddyulian

I Love You, RevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang