[2] Penyampaian Rasa

32K 2.2K 59
                                    


2. Penyampaian Rasa

VELMA menggerutu, kenapa dirinya bisa terlibat dengan laki-laki macam Revan sih? Hidupnya semakin sulit. Apa dia tidak tau bahwa dirinya sudah terlalu sulit untuk sekolah disini apalagi dengan anak-anak nya yang sangat menjunjung tinggi kekayaan. Di tambah Revan yang selama dua bulan ini berhasil memporak-porandakan hatinya. Memang tampan, tapi bagaimanapun juga... Revan hanya mampu menambah beban dikehidupannya.

Tanpa disadari setetes air mata yang menurutnya hina menetes dari matanya, Velma langsung mengusapnya dan memukuli dadanya yang terasa sesak.

  "Cowok brengsek! Gara-gara lo gue jadi makin menderita tau gak! Gue benciiii banget sama lo, Revaaan!" Jeritan Velma tentu tidak akan terdengar siapapun karena dirinya sedang berada di rooftop dimana tidak akan ada seorang pun yang dapat menganggunya, tempat ini adalah tempat favorite dirinya sejak memasuki kelas dua, tempat yang damai dan menenangkan.

  Tes.. Tes..

Sesuatu menetes dari hidungnya, cairan berwarna merah yang akhir-akhir ini selalu membuatnya kesal sendiri. Untung disana ada air kran yang bisa dia gunakan untuk membersihkan darah yang terus mengalir dari hidungnya ini.

  "Cowok brengsek bisanya ngancem, tapi gue bener-bener nyaman." Ucapnya lemah sambil terus membersihkan hidungnya yang mengeluarkan banyak darah itu.

  "Gue bego kenapa gue sampe bisa baper sama cowok brengsek. Gue bego, gue bego!" Cicitnya lirih, setelah merasa darahnya tidak keluar lagi, Velma mematikan air kran itu dan mencari tempat kering untuk duduk dan menenangkan dirinya. Di lihatnya jam tangan waktu pelajaran sudah berakhir membuat Velma menghembuskan nafas lega.

  Skreet... Brak

Matanya melotot mendengar sebuah suara, tiga tahun lamanya dia disini setaunya tidak ada yang biasa ke tempat ini selain dirinya yang memang kurang bergaul dengan orang lain, tiba-tiba munculah seorang laki-laki dari balik tembok pintu membuat Velma mengerjapkan matanya.

  "Lo siapa?" Tanyanya yang malah membuat Velma merinding, jangan-jangan ini orang suruhan Revan yang akan sengaja membunuhnya, membuatnya loncat dari gedung ini.

  "Kenalin, gue Dhirga anak baru kelas sebelas." ucap laki-laki itu lagi sambil membersihkan bajunya yang terkena debu, Velma hanya mampu diam tidak memperdulikan keberadaan laki-laki tersebut tetapi matanya terus memandangnya.

  "Lo masih kelas sepuluh ya? Pantesan malu-malu gitu. Gue di sekolah lama emang suka di rooftop kayak gini cuman gue gak nyangka rooftop disekolah ini jelek banget."

Velma menggigit bibir bawahnya, "Lo bukan suruhan Revan kan?"

Dhirga mengernyitkan alisnya mendengar nama itu disebutkan, "Revan?"

Velma memejamkan matanya sebelum ingin turun, dia tidak ingin mati sekarang. Dhirga yang melihat tindakan aneh itu langsung mengernyit heran.

  "Mau kemana?" Dhirga mencekal pergelangan tangan Velma yang membuatnya bergetar. "Lepasin, gue tau lo suruhan Revan kan? Please lo jangan-"

  "Suruhan Revan apanya? Gue emang kenal dia, tapi gue aja belum sempet ketemu. Dia kan kelas dua belas, gue disini aja baru satu hari." Velma melepaskan cekalan tangannya lalu menatap Dhirga dengan tatapan memicing.

  "Oh, yaudah gue tetep mau turun mau pulang."

  "Bentar dong lo belum perkenalan, nama lo siapa?" Dhirga tersenyum sedangkan Velma memasang wajah datar "Velma."

Setelah itu, Velma langsung meninggalkan Dhirga yang tengah tersenyum sambil memegangi dadanya "Velma seindah wajahnya yang mampu mendebarkan jantungku, uuu."

Dengan cepat ocehan itu terhenti ketika secara tiba-tiba matanya menangkap sesuatu, banyak darah disana, darah itu terlihat masih basah dan baru yang membuat Dhirga bergidik ngeri, "Selain jelek ternyata sekolah milik om Darma juga banyak hal berbau mistis, ih."

őőő

Revan terus-terusan menendang bola ke arah gawang, dirinya melampiaskan kemarahannya disini. Dia tidak terima gadisnya-Velma di hina seperti itu bahkan di kompor-kompori bahwa dirinya tengah mendekati Saras padahal Saras cuma partnernya untuk kerja kelompok nanti, dan semuanya juga tau kalau Saras hanya teman masa kecilnya.

DUAGH DUG DUG

Suara bola memantul yang tidak masuk kearah gawang menutup aksi Revan kali ini, di pinggir sana terlihat Lingga tengah mengusap kepalanya yang pusing melihat kelakuan Revan.

Lingga mendekati Revan yang kini terduduk dengan nafasnya yang tersenggal-senggal "Udah lah, Velma gak akan kenapa-napa percaya deh sama gue."

Revan melirik sahabatnya itu lalu menunduk mengambil minum dan mengucurkannya pada wajahnya yang panas "Sialan si Rojak."

"Gue juga yakin, Rojak bakalan jera setelah ini, sekarang kita pulang. Lo harus bisa ngendaliin emosi lo sendiri bro." Lingga menepuk bahunya pelan membuat Revan mulai tenang dan mengatur nafasnya, Lingga beranjak dari tempat duduknya untuk pulang disusul oleh Revan.

  "Van, liat itu Velma!" Lingga menunjuk kearah kanannya dan terlihat Velma yang tengah menunduk sambil mengandeng tasnya. Tanpa menunggu apa-apa lagi Revan langsung menghampirinya dengan keringat bercucuran.

Velma yang sedari tadi melamun berjenggit kaget ketika tangannya di tarik oleh sesuatu yang dingin, matanya membulat ketika melihat Revan dengan keringat bercucuran menatapnya tajam.

  "Lo kemana tadi? Gue cariin kemana-mana!" Velma menatap cowok dihadapannya dengan tatapan menyakitkan bagi Revan.

  "Bukan urusan lo." Ucapnya dingin menambah sebuah goresan lagi dalam hati Revan, Revan mendengus lalu menatap Velma lekat-lekat.

  "Lo gak papa kan?" Velma menggeleng lalu melepaskan cekalan tangan Revan kasar, "Udah ya? Gue mau pulang."

  "Gue anterin, lo gak bisa nolak." Revan menarik tangan Velma untuk mengikutinya, sambil mendengus pelan Velma mengikuti langkah Revan.

Di belakang sana, Lingga hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tindakan Revan yang sangat disayangkan, Revan tidak bisa menyampaikan rasa dengan baik. Tapi, apa boleh buat? Revan memang seperti itu, dibalik kelakuannya yang angkuh tersimpan rasa yang sangat besar untuk Velma. Hanya caranya saja yang salah, Lingga percaya itu.

őőő

Ddyulian

I Love You, RevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang