[30] Realized

10.9K 581 9
                                    

30. Realized

DARI yang di perkirakan, ternyata Dhirga lebih cepat sampai ke rumahnya saat dirinya sedang merapikan rambut yang tidak akan ia kelabang seperti biasanya. Dan di lihatnya Dhirga memakai baju berwarna abu dengan lengan berwarna biru. Apa? Biru. Ah si Dhirga mengikuti saja.

Oke memang terlihat tampan, Rosi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berjalan cepat menuju tempat yang sedari tadi Dhirga menungguinya.

"Maaf lama, Dhir."

"Jam berapa sekarang? Gue suruh pagi, kan?"

Rosi memanyunkan bibirnya sambil membuang muka, wajahnya tampan tapi kelakuannya tidak beda jauh dengan si Revan itu! Uh, Rosi mendengus. "Baru jam tujuh, Dhir! Gue mandi jam setengah enam."

"Lo mandi tujuh kembang apa, satu jam setengah."

"Gak mandi aja, persiapan yang lain. Lo mah kayaknya gak ngerti banget cewek, deh."

"Iya iya iya, sekarang kita pergi ke rumah gue."

"Oh iya, lo sama Revan kok bisa?"

"Nanti, gue pasti cerita kok sama lo. Gue lagi gak mood ngomong panjang."

Cih, si Dhirga ini. Rosi menggertakan bibirnya, mencoba bersabar menghadapi pria seperti ini. Velma sih enak, menghadapi Revan yang seperti itu, yang mencintainya. Lah dirinya? Sama sekali tidak beruntung.

"Hey, I was doing just fine just before I meet you. I drank too much and that's an issue but I'm okay."

Sesampainya di mobil, Rosi langsung menyalakan radio. Dhirga hanya menghela nafas pelan, ini memang sudah kebiasaan gadis ini jika menaiki mobilnya dan rutinitas ini sudah di lakukan semenjak mereka akrab.

"Hey, you tell your friends it was nice to meet them. But I hope I never see them again."

Suaranya memang keren, bagus, dan enak di dengar. Pantas saja Rosi selalu menang lomba menyanyi.

"Ayo nyanyi, Dhir!" Rosi menggerakan tanganya sesuai dengan alunan musik, membuat Dhirga semakin pusing saja.

"So baby pull me closer in the backseat of your rover that I know you can't afford. Bite that tattoo on your shoulder. Pull the sheets right off the corner of the mattress that you stole. From your roommate back in Boulder. We ain't ever getting older."

"We ain't ever getting older. We ain't ever getting older."

CLICK.

"Kok dimatiin, sih?"

"Berisik, gue lagi gini kok lo malah senang-senang gitu sih."

Rosi mengerjapkan matanya, entah untuk kesekian kali perkataan Dhirga akhir-akhir ini sangat menyakitinya, Dhirga yang memang seperti ini atau dirinya saja yang berlebihan sih? Padahal niatnya hanya untuk menghibur dia! Dasar, badak kored. Rosi benci Dhirga.

"Kok gitu sih, biasanya juga lo --"

"Apa? Biasanya gue izinin lo kayak gitu? Sekarang enggak, sekarang masa-masanya lagi kritis. Ngerti?"

Dhirga berkata sambil menyetir tanpa melihat ke arahnya yang sudah seperti kepiting rebus bertanduk, dirinya cukup sabar selama ini!

"Dhirga please deh, lo bisa gak bertindak biasa aja? Gak perlu lebay!"

Dhirga menghentikan mobilnya secara tiba-tiba membuat Rosi rada terdorong ke depan, "Rosi. Lo bisa gak sih diem, gue lagi pusing. Bikin orang tambah pusing aja bisanya."

Oh, seperti itu? Oke. Rosi menghela nafasnya lalu menghadap ke lelaki itu dengan tatapan emosi. "Lo jadi laki gitu amat, Dhir. Gue juga manusia sama kayak Velma, sama-sama perempuan pula. Bagaimana bisa, Velma suka sama lo sedangkan lo memperlakuin cewek kayak gini."

Dhirga mendesah pelan sambil mengacak-acak rambutnya, lalu memukul setir dengan tangannya yang mengepal. "Lo gak pernah bisa ngertiin gue."

"Terus yang selama ini ngebantu lo siapa, sih? Gue yang selama ini gak pernah ngertiin lo, gitu?"

"Lo maunya apa sih, Ros?"

"Gue maunya lo jangan bego. Udah, gitu aja."

"Lo kayak gini tuh karena gak pernah ngerasain jatuh cinta --"

"Gue lagi jatuh cinta sekarang! Gue selalu menggaris bawahi dia sebagai sesuatu yang penting, meski dia selalu mencetak miring gue sebagai sesuatu yang asing. Jangan ngerasa kalau lo yang selalu memikul beban sendirian, ibu lo aja kalau tau lo kayak gini, gue jamin dia ikut ngerasain pedih, kayak gue. Dhir."

Dhirga membuang muka ke segala arah, masih belum menjalankan mobilnya. "Kalo lo ngerasain apa yang gue rasain, ngapain lo tadi malah happy kayak gitu?"

"Astaga, Dhir. Gue cuma mau ngehibur lo."

Dhirga kembali terdiam, pikirannya berkecamuk.

"Oke, harusnya gue tau. Gininya lo itu nyuruh gue buat mundur! Gue peka, lo gak peka!"

Rosi langsung membuka pintu mobil dan keluar membuat Dhirga langsung mendengus kesal, perempuan itu sangat ribet dan baperan, membuat Dhirga kesal sendiri.

"Ros, Rosi!"

Rosi tetap diam dan terus berjalan walaupun Dhirga mengejarnya menggunakan mobil itu, ah entahlan arah yang di tuju. Kemana saja asal jangan bersama Dhirga. Rosi benci Dhirga.

"Rosi, maafin gue. Lain kali gue gak bakal kayak gitu lagi, please."

Hatinya memberontak untuk jalan ketika melihat Dhirga memohon maaf seperti itu, dan langkahnya langsung terhenti ketika mendengar penuturan Dhirga kali ini.

"Ayolah, bantuin gue. Velma lagi dalam bahaya, Ros. Maafin semua kebegoan gue."

Dan, pengertian dalam diam adalah hal terbaik yang bisa Rosi lakukan saat ini.

őőő

Salam, Ddyulian.

I Love You, RevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang