Steven - Laura - Karenina : More Than a Friend (4)

2.8K 164 1
                                    


Still reposting, guys :) nanti kalo mendadak berhenti post, akan ada postingan baru dari salah satu POV mereka yang berhubungan dengan repost cerita setelahnya. :)

Ini hati, bro. Bukan ban serep.'

Karen asyik memuntir mie goreng kesukaannya dengan garpu sambil sesekali menyeruput sebotol air mineral. Ia melirik Steven yang terlihat menggiurkan dengan lengan kemeja yang digulung sampai siku, memamerkan tato berinisal L Dibawah pergelangan tangan kiri, dan langsung tersedak hebat dibuatnya. seolah – olah ia baru saja ditinju dari belakang oleh seseorang tak kasat mata, dan rasanya... luar biasa menyakitkan!

"Laura mana, Steven?"

"Lasagnanya enak banget, Nina. Gue suka." Ia mendesah mendengar jawaban yang tak diharapkan. Entah Steven pura – pura tuli untuk kesekian kalinya, atau dia terlalu menikmati lasagna rasa kari yang sangat aneh – namun hebatnya sangat lezat dan menjadi salah satu menu favorit disini hingga tak mendengar pertanyaannya barusan.

"Steven..."

"Kalau makan jangan ngomong, Nina. Nanti makanannya nangis karna dicuekin." Jawaban Steven mau tak mau membuat ia tertawa, dan cowok itu mendongkak sambil tersenyum jahil, yang membuat pipi kirinya itu seperti dipaku sangat dalam. "Lo percaya takhayul, Steven?"

"Well. Let me introduce my family, sexy." Dia berhenti makan dan melipat tangan dimeja dengan tatapan lurus kearahnya. Tatapan biru safir itu bersinar serius dan memancing. Menggodanya untuk merangkak ke atas meja sambil menarik kuat kemeja putih itu, kemudian menciumnya disini, di kafee kesukaannya. 'Terlalu sensual, gue butuh tempat privasi. Bukan penuh sekelompok nyamuk yang diskusi bagaimana cara melewati aroma obat semprotan tanpa mati sia – sia.' Batinnya tak tau malu.

"Bokap gue, Nanda Raveno, asli Indonesia, Jawa tulen dan sangat percaya dengan takhayul, mitos, fable, whatever you said, dan nyokap gue, Jihan Palleazzo Vexia, separo Jerman – Perancis - Italia yang digosipkan dari turun – temurun memiliki darah Gipsi entah nyasar darimana. That's why i believin' with beliefs. Is it clear, Sexy?"

"Sangat jelas, Bunny. tapi, itu gak jawab pertanyaan awal gue. Where's Laura?"

Seolah waktu menjawab pertanyaannya, ponsel Steven yang terletak diatas meja dengan layar menghadap dirinya berdering dan bertuliskan satu nama My Haise, Laura. Haise dalam bahasa Jerman artinya 'sayang' atau kalau lebih unyu lagi diartikan sebagai 'kelinci'.

"Ponsel lo. jangan sampai gue yang ngangkat." Ia tak sadar bahwa suaranya terdengar sangat dingin, karna Steven sekarang mengernyit saat meminum iced lemon tea kesukaannya sambil memandang gelas dan dirinya berulang kali. "gigi gue gemeletuk barusan."

"Dilepas aja kalo gitu." Dan Steven tertawa terbahak – bahak sambil mengambil ponsel diatas meja lalu mencium pipinya cepat. "Gue tinggal bentar, sexy. Don't go anywhere." Bisiknya kemudian ia menoleh dan menatap Steven yang kini menempelkan ponsel di telinga dengan senyum yang tak pernah ditunjukkan sekalipun padanya sambil duduk di depan pintu masuk dan menatap lurus kearahnya.

Steven mengawasi Nina yang memanggil salah satu waiter yang lewat di meja mereka, terlibat percakapan sambil menunjuk suatu tempat. keningnya berkerut melihat ekspresi terbelalak kaget dan mengucap syukur berulang kali ketika diberi uang tips, dan dibalas senyum sambil menuju tempat yang ditunjuk. Dia tau Nina sangat kesal karna sengaja tak menjawab pertanyaan tentang Laura. Bersamanya, dia tak ingin nama pacarnya disebutkan dalam setiap percakapan mereka. menimbulkan perasaan bersalah yang tak seharusnya ia rasakan.

Say You Love Me (Menginginkan Lebih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang