Karen menahan diri untuk tidak mengambil sebotol wine yang tersimpan didalam kulkas dan menenggaknya sampai tak bersisa. Tidak ketika Kim berada dalam jangkauannya.“Kim, ayo kita pulang.” Ia tak berani mendekati Kim yang kini bergelung manja dipelukan Steven. jadi yang dilakukannya adalah berdiri didepan pintu, berharap anaknya menurut.
“Ayolah.. nanti mommy akan beliin eskrim.”
“Dengan daddy, Mom?” bukannya menjawab, Kim malah memilih menoleh kearah Steven yang mematung. Dan ia memanfaatkan kesempatan itu untuk membantah. “Om Steven lagi sibuk, Kim.”
“Dad?”
‘Ya Tuhan... dia ingin mati.’
Tatapan terluka pria itu tertuju langsung kearahnya. Seberapa banyak rahasianya terkuak saat ia pergi tadi? “Daddy akan ikut kamu, Kim.”
“Nina...” ia mendesah saat panggilan yang terkubur sampai dalam kerak bumi – dihari ia pergi meninggalkan Indonesia dengan hati patah, terdengar lagi. oleh pria yang sama.
Dan ia tak berani menoleh. “Apa?”
“Kita perlu bicara, Nina. Gue perlu tau semuanya.”
“Gak ada yang perlu dibahas, Steven.”
“Tidak kalau berhubungan dengan Kimberly, Nina. Kenapa lo gak ngasih tau soal ini?” ‘dan apakah alasan lo sebenarnya pergi adalah karena sedang hamil Kim? apa yang lo lakuin selama 4 tahun ini? bagaimana rasanya membesarkan Kim seorang diri? apakah lo kangen ama gue selama itu? Ya Tuhan Nina.. gue ingin tau tentang apapun.’ Batinnya berteriak lantang saat wanita itu lebih memilih memelototi kulkas daripada berpaling. “Jawab gue, Nina.”
“Apa untungnya buat gue?”
Steven mengusap wajahnya penuh frustasi. Sepanjang perjalanan menuju apartemen Nina yang kata Ando telah dijual namun ternyata bohong belaka, ia hanya mematung dengan Kim tertidur dipelukan, menatap lurus kearah jalan sambil melirik Nina yang terlihat ingin meremukkan setir mobil daripada memutar kearah seharusnya. Dan itu semakin parah dengan Nina tak sekalipun menatap wajahnya, selalu berpaling bahkan saat menunjukkan dimana kamar Kim, dan pergi begitu saja sembari ia menidurkan anaknya sendiri.
‘Kim adalah anaknya.’ Pemikiran itu berdentum seperti drum dipukul berulang kali diotaknya. dan ingin memperjelas hal sepenting itu, dari mulut Nina dengan cara apapun.
Apapun.
“Karena separo darahnya mengalir keturunan Vexia, Karenina. Dia bukan milik lo seorang.”
Seulas senyum tipis untuk pertama kalinya muncul saat Nina menoleh kearahnya. “Lo bukan satu – satunya didunia ini pria yang bermata biru dan bernama Steven. Jadi gak usah terlalu bahagia bahwa Kim itu pasti anak lo.”
tatapan sayu itu kini bersorot menantang dengan ekspresi bosan – namun mampu membuat siapapun yang mendapatkannya akan naik darah. "Lo gak tau kehidupan malam bebas gue selama 4 tahun, Steven. lo bukan satu – satunya pria yang bisa bikin gue hamil dalam beberapa kali pertemuan diatas ranjang.”
Kalau wanita itu memiliki tujuan untuk membuatnya muak, maka usahanya berhasil. “Kalau bukan gue, kenapa Kim bilang gue adalah daddynya?”
“like i said before, bukan Cuma lo didunia ini yang punya nama Steven, dan Kim akan memanggil pria yang dekat ama gue dengan sebutan daddy, jadi jangan terlalu dibawa perasaan. Sekarang bisa lo pulang sekarang? gue sudah ngantuk.” Nina bahkan mendorong punggungnya untuk keluar dari dapur dan mengantarkannya sekuat tenaga kedepan pintu. “Karenina!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Say You Love Me (Menginginkan Lebih)
RomanceBagaimana jadinya jika kamu mencintai sahabatmu, yang mencintai Wanita lain? masih sanggup menganggap semuanya biasa saja?