27. Arms.

2.9K 271 51
                                    


Akhirnya ENDING! HAHAY... Satu pesan paling penting sebelum baca ini, "Kuatkan hati ntuk baca sampai selesai, sekuat aku nulisnya sampai dikira orang rumah pilek parah. "Okay? J


     "Kondisinya gimana, James?" Ia masih ingat perasaan mual – serta perasaan ngeri seperti baru pertama kali melihat korban kecelakaan hebat, saat melihat kondisi Nina tak sadarkan diri, dengan separo ranjang dipenuhi darah saat diturunkan dari mobil Ambulans,2 minggu yang lalu.

     Teman satu profesinya yang menjadi dokter Nina, menepuk pelan pundaknya sembari mendorongnya pelan menjauhi ruangan Nina – dan duduk di salah satu kursi. "Lo mau denger kabar baik apa buruk dulu?"

     "Terserah lo aja." Kabar baik versinya hanyalah Nina berdiri didepan mereka seolah tidak ada kejadian mengerikan menimpanya. Diluar dari itu, semua terdengar buruk.

     "Dia sudah lepas dari masa kritisnya dari keracunan asap, semua alat vital dalam tubuhnya berfungsi normal, tidak ada luka bakar karna cepat diselamatkan oleh mereka – sampai hari ini masih terdengar keajaiban bagi gue, karna jarak antara mobil dia dengan mobil Tronton terbakar itu lumayan dekat."

     "Tapi?"

     "Lo percaya gak sama salah satu mitos saat seseorang mengalami koma?"

     "James, kita ini dokter. Berpegang dalam fakta lapangan, serta ilmu saat kuliah, Bukannya hal tidak jelas yang lo tanyakan barusan."

     James mengabaikan kesinisannya. "saat seorang pasien koma, dia tertidur tapi hidup di dimensi lain. Didepannya ada 2 jalan terbentang, pilih kiri, dia pergi meninggalkan dunia, pilih kanan, dia kembali. Itulah kenapa setiap pasien koma harus diajak bicara sama kerabat serta orang paling dicintainya, agar dia tau seberapa penting dirinya di dunia.

     Ia pernah mendengar tentang hal itu, namun memilih tak mempercayainya. "Intinya apa?"

     Temannya malah berdiri dan menepuk pelan pundaknya, "gue saranin lo temuin dia, sebelum semuanya terlambat. Gak ada tombol undo and repeat dalam hidup, yang ada up."

     Ia diam saja membiarkan James pergi, lalu bersandar dengan tatapan kea rah ruangan Nina yang tak ia masuki saat pertama kali ditempati – tak sanggup melihat kondisi wanita yang dicintainya berada di titik paling rapuh dalam kehidupannya.

***

     "Gue minta maaf. Seharusnya gue gak emosi dan histeris nyalahin lo – daripada membantu saat tau Karen kecelakaan. Gue gak bisa berpikir jernih waktu itu. Coba kalau ada yang liat, gelar gue mungkin langsung dicabut." Kemunculan pertama Lista di ruang kerjanya tanpa mengetuk pintu – seperti biasa, setelah kejadian itu, membuatnya maklum.

     "Psikiater juga manusia, sayang. Jadi wajar aja lo ngerasa emosi, daripada ketawa, dikira sinting, kan repot."

     Wanita bermata unik itu tersenyum simpul sambil duduk di depannya. Ekspresi bersalah di wajah cantiknya sedikit berkurang. "Ando gak tau soal ini. itu, walaupun dia mohon – mohon ntuk dikasih tau pas kami pulang, gue tetep tutup mulut."

     "Dikasih tau juga gak papa, gue emang pantes dihajar ama suami lo karna nyakitin adik kecilnya." Semua orang tau protektifnya Ando kalau sudah berurusan dengan Karen. Sekesal apapun pria itu terhadap wanitanya, ia lebih baik mencari kambing hitam daripada mengomeli Karen. Ntungnya, Lista bisa mempengaruhi Ando dengan memberi sudut pandang lain agar pria itu bijak dalam menanggapi.

     Kalau sampai Ando tau permasalahan sebenarnya, ketiga keponakan lucunya berakhir menjadi anak yatim, dan membenci suaminya. Ia tak mau hal itu terjadi. "Mereka sudah ketemu Karen?"

Say You Love Me (Menginginkan Lebih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang