Teeeet!
Dering familiar yang sudah tidak terasa asing lagi di telinga. Bel sekolah yang telah ditunggu-tunggu akhirnya berbunyi―menandakan waktu sekolah telah berakhir. Para murid dengan nafas yang sangat lega akhirnya bisa kembali menghirup udara luar―setelah selama beberapa jam di dalam ruangan bersama kesunyian dan kertas-kertas ujian yang memuakkan, kini mereka mulai mengumpulkan kertas-kertas ujian mereka dan berjejal keluar dari ruangan kelas. Namun di antara keramaian para murid yang mulai bergegas pulang, terdengar suara derap kaki yang begitu bersemangat mengisi ruang koridor tersebut.
"Kiki ... Kiki ...."
Aku menoleh. Menatap sesaat lalu berkata, "Kenapa kau lari-larian begitu Reni?" jawabku dengan santai sambil memasukkan peralatan sekolahku ke dalam tas. "Ujian kan baru saja usai, setidaknya duduklah dulu."
Setelah pernafasannya dirasa mulai tenang, Reni lalu memelukku. "Aku benar-benar berterima kasih Kiki ... semua berkat kau, ujianku hari ini lancar. Untung kita belajar bersama-sama kemarin." Ujarny, menatapku dengan penuh kegirangan.
"Iya, aku juga berterima kasih padamu ... ujianku juga lancar. Ngomong-ngomong, karena ujian akhir semester sudah selesai―bagaimana kalau sehabis ini kita rayakan dengan makan siang di luar?"
"Tapi kamu yang bayar ya." Ujar Reni.
"Enak saja! Bayar sendiri-sendiri dong!"
"Enggak! Pokoknya kamu yang bayar, kan kamu yang ngajak." Sambil tertawa lalu mulai berlari.
"Hei ... tunggi Reniii!"
Setelah kejar-kejaran cukup jauh dari area sekolah, kami akhirnya bisa kembali berjalan berdampingan sambil terus bercanda. Namun kali ini cuaca agaknya kurang bersahabat saat ini: tetes-tetes hujan mulai jatuh―membasahi setiap sudut kota pada tengah hari yang damai. Memaksa orang-orang yang sedang berlalu di jalanan untuk menepi. Hujan itu terlalu tiba-tiba―sehingga banyak dari mereka yang kebasahan; dagangan yang terguyur air hujan, atau jas dan jaket yang mereka kenakan. Tak luput pula bagi kami berdua, aku dan Reni pun dengan berat hati harus menepi karena hujan semakin deras.
"Aneh sekali ... padahal tadi hari begitu terik, kenapa tiba-tiba hujan begini?" sambil menggerutu, aku merapikan baju dan rambutku yang kacau akibat berlari kepayahan menghindari hujan. Tas dan bajuku basah; tapi untung saja buku-buku yang ada di dalamnya tidak ikut terjamah oleh buruknya cuaca. Sambil menatap Reni yang juga tampak sibuk merapikan dirinya, aku bertanya, "Apa kau baik-baik saja?"
"Nggak apa-apa kok ... cuaca buruk memang selalu terjadi kan? Mau bagaimana lagi?" Reni tersenyum pasrah―sepertinya dia memendam rasa kecewanya dan bermaksud menghiburku. Rencana kami berdua gagal total. Aku membuang nafas dalam-dalam sambil melihat jalanan kota yang kini basah dan berkabut karena hujan semakin deras.
Karena hujan tidak kunjung reda dan kami juga tidak membawa payung, aku dan Reni mulai mencari tempat yang nyaman untuk duduk sambil berjalan pelan-pelan di tepian bangunan yang ada. Daripada harus terus berada di pinggiran jalan dan terkena tampias air hujan? nanti bisa-bisa malah sakit flu. Bujuk Reni beberapa menit lalu yang akhirnya aku setujui karena kakiku nampaknya mulai kesemutan. Kami berdua terus berjalan melalui tepian bangunan yang ada hingga akhirnya Reni memutuskan untuk beristirahat saja di dalam kedai makan yang terlihat cukup sederhana yang tak jauh dari tempat kami berteduh tadi.
"Hmm ... sepertinya enak sekali ...." Ujar Reni yang tengah menghirup kepulan asap dari dapur kecil sang pemilik kedai yang tampaknya mulai menggoda selera Reni. Tampak dari panci yang tengah dibuka itu: bulatan bola-bola daging yang merekah. Apalagi di te-ngah hujan begini, bakso hangat bisa digunakan untuk mengusir hawa dingin yang men-desak merasuk pori-pori kulit. Reni melirikku dengan tatapan membujuk, tapi aku agak enggan untuk menuruti kemauannya. Bagaimana tidak? Ia selalu begitu: mengubah rencana seenaknya, lalu menyesal terhadap pilihannya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Journey Into Paralel World
FantastikKeadaan dunia tiba-tiba saja menjadi kacau. Bencana alam di mana-mana. Anomali cuaca terjadi dan tak dapat diprediksi. Bersamaan dengan itu, Ingga, Kiki, dan Reni; tiga orang remaja yang dipertemukan dengan seorang peri dari dunia lain, memutuskan u...