September 2105 - Dia Ayesha

78.6K 5.8K 111
                                    


Jumat malam, Oriana masih menunggui mamanya di rumah sakit. Badannya terasa lelah tapi matanya juga tidak mengantuk. Oriana masih memikirikan acara di hari Sabtu dan Minggu besok.

Sabtu; makan malam bersama keluarga besar Arga.

Minggu; fans meeting dan juga nobar film di Jogjakarta.

Andai dia memiliki pintu ke mana saja! Saat seperti ini, Oriana dihadapkan pada pilihan sulit. Rasanya berat meninggalkan sang mama, walaupun kondisinya perlahan sudah membaik. Tapi Oriana baru bisa tenang kalau mamanya sudah dinyatakan benar-benar sehat oleh dokter dan boleh pulang ke rumah.

"Muka kamu ruwet banget, Na..." ucap Mama yang baru saja terbangun dan mengagetkan lamunan Oriana.

"Mama, udah lama bagunnya?"

"Daritadi sih bangunnya trus ikut asyik ngeliatin kamu ngelamun," jawab Mama seraya terkekeh dan melanjutkan ucapannya, "Ada apa Riana?"

Oriana tampak menghela napas, "Besok ada acara makan malam di rumah Arga, trus malamnya aku harus berangkat ke Jogja. Aku mau ninggalin Mama nggak tenang," ungkapnya jujur.

"Mama udah sehat, Na. Lagipula ada Papamu nanti yang jaga Mama."

"Tapi Ma..." Oriana tampak tak rela meninggalkan Mamanya.

"Nggak apa-apa, Na. Kalau nanti ada apa-apa, Papa pasti ngabarin kamu."

"Tapi malam ini aku nginep di sini ya, Ma."

"Telepon dulu suami kamu. Minta izin sama dia..."

Oriana mengangguk di depan mamanya, tapi dalam hati dia mengucapkan penolakan. Sejak peristiwa beberapa hari lalu itu, baik dia dan Arga sama sekali belum memulai pembicaraan apa-apa.

Arga itu aneh! Begitulah kini yang ada dipikiran Oriana. Buat apa bersusah payah berakting menjadi suami baik-baik kalau akhirnya nanti juga mereka akan bercerai?

Arga bilang peduli pada mama? Dan akan bertanggungjawab pada dirinya selama setahun penuh? Ini lelaki maunya dibilang apa sih?

Pertanyaan itu muncul bergantian di pikiran Oriana. Kalau mau jahat, ya jahat aja! Kalau mau baik ya baik aja jangan setengah-setengah.

Oriana sudah mengikuti surat perjanjian yang diberikan Arga karena tidak ingin semuanya makin rumit. Tapi Arga malah mengacaukan segalanya, dia bebas memasuki kehidupan Oriana. Sementara Oriana diberikan tembok setinggi langit, yang Oriana tidak bisa panjat.

Ah sudahlah, suka-suka dia aja! Oriana memilih masa bodo. Terserah Arga mau bersikap kayak apa pada pernikahan mereka... yang jelas, Oriana sudah memutuskan dia tidak akan mengumbar hatinya untuk Arga.

Berhadapan dengan Arga tidak boleh pakai hati, karena hanya akan membuatnya lemah.

***

Oriana: Malam ini aku nginep di rumah sakit.

Saat coffee break, Arga melihat notifikasi pesan yang masuk ke handphonenya. Pesan dari Oriana, selesai dia membacanya, Arga tidak membalas... dia membiarkan begitu saja.

"Pak Arga... meeting sudah dimulai," Harris—personal assistant yang menggantikan Lulu yang sedang cuti—memanggilnya.

Arga mengangguk dan memasukan handphonenya ke dalam saku. Di ruang rapat, masih ada beberapa laporan dari dua divisi yang harus dia dengarkan padahal jarum jam sudah menunjukkan angka delapan.

Kata siapa jadi direktur itu enak? Di saat jam lima teng, para karyawannya sudah pulang ke rumah dan meningalkan segala urusan pekerjaannya di kantor. Tidak dengan dirinya yang masih harus berpikir lebih cermat dalam mengambil keputusan, juga bekerja lebih keras dalam melihat perkembangan pasar.

Oriana's Wedding Diary (Akan Tersedia Di Gramedia 8 Mei 2017)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang