I'll never love again

7.9K 580 83
                                    

aku tuh lupa sama pasword wattpad, trus tadi karena gak ada kerjaan, aku iseng-iseng coba, eh bisa. trus buka-buka deh, dan iseng nulis ah. (gak penting ya.)

***

"Satu hari ketika aku tahu ternyata cinta bukan segalanya."

-Oriana Jasmeen-

Selesai membantu menyiapkan keperluan sekolah Sakha, hingga mengantarnya sampai depan pintu rumah. Oriana masih berdiri menatap mobil yang membawa Sakha pergi menjauh.

Setengah jam lagi, ucap Oriana dalam hati ketika melihat jam tangannnya. Ya, setengah jam lagi dia juga harus berangkat dan menghapus rasa malas yang sejak tadi mengajaknya berkompromi untuk tetap tinggal saja di rumah satu hari ini.

"Hot Belgian Chocolate, Mrs Hanan."

Setiap paginya, sebelum mereka beraktifitas, Arga selalu membuat minuman untuk Oriana. Entah itu secangkir kopi, susu, teh atau cokelat seperti sekarang. 

"Maunya espresso," sahut Oriana. Wajahnya tersenyum manis pada Arga, berharap lelaki itu mengabulkan permintaannya. "Boleh ya? sekali ini aja."

Arga menjawil hidung Oriana dan menggeleng tegas.  "Kalau kamu tahu, kamu akan kurang tidur, seharusnya semalam kamu bisa pulang lebih cepat, kan?"

Oriana menarik napas. Semalam dia memang melanggar janji dengan pulang mendekati tengah malam. Padahal Arga hanya mengizinkan Oriana berada di luar rumah tak lebih dari pukul sembilan malam. Keadaan bisa berubah, jika Oriana pergi bersama Arga. Hanya saja, semalam itu pengecualiaan ... ada rapat yang tidak bisa Oriana tinggalkan.

"Ingat kan? sekali lagi kamu melanggar perjanjian kita. Kamu tahu apa hukumannya?" Arga mendekatkan wajahnya pada wajah Oriana, hingga mereka saling menatap. 

Oriana tertawa. Ah, dia suka sekali melihat ekspresi kesal sekaligus cinta di mata Arga. "Eh sayang, kamu tahu nggak--"

"Aku nggak tahu," jawab Arga cepat.

"Yaiyalah gimana kamu mau tahu, kalau kamu motong omongan aku!" Oriana mendengus gemas. 

"Apa? Sakha minta adik?" goda Arga.

Wajah Oriana memerah. Pembahasan ini masih jadi perdebatan di antara mereka. Arga dan Sakha satu suara ingin memiliki adik bayi, sementara Oriana masih menolaknya. kehamilan Sakha waktu itu masih meninggalkan kesedihan dalam hatinya. 

"Kamu gitu deh, diajakin ngomong serius malah becanda." Oriana bangkit dari kursi tinggi di pantry tanpa menoleh lagi pada Arga.

Jika ditanya, apa dia sudah memaafkan semua kesalahan Arga, jawabannya jelas sudah. Tetapi untuk melupakan semua masa-masa buruk itu tidak semudah yang Oriana bayangkan.

Arga berdiri sejenak. Seharusnya dia mengejar Oriana untuk meminta maaf atau mengatakan sesuatu yang membuat istrinya itu tersenyum. Dan momen seperti ini bukan yang pertama, kali ini Arga membiarkan Oriana untuk menenangkan hatinya seorang diri.

***

Oriana: Arga minta anak lagi :(

Mea: Wajarlah. Lo kan istrinya. Kalau dia minta anak ke gue, baru deh lo marah!

Oriana: Bukan gitu, Me. Lo nggak ngerti deh.

Mea: Nggak ngerti apa sayang? Ayo dong keluar dari rasa takut lo. Arga cinta mati gitu sama lo. Nggak mungkin dia ningalin lo.

Oriana: Iya tahu. Tapi tetep aja.

Mea: I know what you feel but trust me! please. cintanya Arga tuh cuma buat lo (ini gue ngetiknya amit-amit deh berasa kayak sinetron) HAHAHA.

Oriana: Sial lo.

Mea: Lama-lama lo jadi kayak tokoh sinetron yang nggak tahu jalan ceritanya, Na.  

Oriana: Jadi, gue harus gimana?

Mea: Ye, pake nanya. Pulang ke mall beli lingerie yang sexy ajak deh tuh Kangmas Arga main dokter-dokteran. 

Oriana: MEAAAAA... Dasar otak micin!!!

Mea: HAHAHAHA. kalem, babe :*

***

Waktu kehamilan Sakha, Oriana melewati semuanya tanpa Arga. Berhari-hari menghadapi morning sickness, menatap Sakha di layar USG sendirian, hingga di hari dia harus melahirkan hanya ada papanya dan Mea di sampingnya. 

Sekarang mungkin semuanya sudah berubah, tidak perlu ada yang harus dia khawatirkan lagi, tapi bagaimana mengatakannya pada Arga tentang semua apa yang dia rasakan. Tentang ketakutannya!

"Kamu sampai rumah jam berapa?" tanya Oriana saat memasuki kamar tidur dan melihat Arga sedang bersandar di kepala tempat tidur dengan piyama abu-abunya.

"Sore. Tadi abis meeting aku langsung pulang, nggak balik ke kantor lagi." Arga menepuk ruang kosong di sebelahnya, menyuruh Oriana secara tersirat agar duduk di sampingnya.

"Aku mandi dulu," tolak Oriana. 

Oriana melangkah gontai, kenapa masih ada perasaan ini? kenapa susah sekali menghapusnya? Baru selangkah menginjak ruang ganti, Oriana kembali lagi ke kamar tidur. Arga masih di tempat yang sama dengan buku tebal yang terbuka di hadapannya.

"Ar ..."Oriana mendekat, duduk tepat di sebelah Arga.

Arga menutup bukunya, tatapannya beralih pada Oriana. Arga tahu sedang terjadi sesuatu pada mereka. Dia tersenyum, diikuti helaan napasnya. 

"Aku tuh bingung mau mulai ngomong dari mana. Aku percaya kamu ... percaya kita, tapi...."

Arga meraih tangan Oriana, menautkan jemari mereka. "Tapi apa?"

Oriana menggeleng lemah. Dia takut Arga meninggalkannya, tapi ternyata ada yang lebih dari itu semua ... dia takut Arga tidak memercayainya lagi karena telah menyembunyikan ketakutannya.

"Maafin aku," ucap Oriana pelan. Kepalanya bersandar di pundak Arga, tempat paling nyaman yang selalu ada untuknya.

Arga mengecup pelan kepala Oriana.  "Kamu masih belum percaya ya kalau aku hanya milik kamu? begitu, kan"

"Ar ... aku--"

Arga hanya tertawa tanpa merasa tersinggung sama sekali. "Ketika kamu menerima aku kembali, aku nggak meminta kamu untuk percaya. Karena aku tahu itu nggak mudah untuk kamu. Yang aku minta, cuma kesempatan untuk bisa ada di samping kamu."

"Tapi ...tapi," Oriana coba membantah Arga. "Itu nggak adil buat kamu, Ar." 

"Trus yang adil itu seperti apa? memaksa kamu untuk menerima semua masa lalu kita?"

Oriana menggeleng kuat. "Bukan begitu maksudku. Aku mau kita saling terbuka tentang apa pun itu." Sedih rasanya ketika Oriana menyadari bahwa Arga juga menyimpan sesuatu dari masa lalu mereka.

"Sekarang sedang kita lakukan,  kan? kamu cerita apa yang kamu rasakan dan aku juga bilang semuanya."

Tanpa aba-aba, Oriana memeluk Arga. Memeluk suaminya itu dengan sepenuh hati tanpa rasa takut lagi. "Tadi aku mampir ke mall," bisik Oriana. "Beli lingerie. Ada warna merah, hitam dan biru. Seksi deh, trus yang warna hitam ada renda-rendanya gitu. "

Arga mengangguk kaku. "Aku nggak bisa bayangin di mana seksinya," jawab Arga datar.

"Arga ..." teriak Oriana dan disambut tawa oleh Arga.

Arga mengecup sekilas bibir merah Oriana, lalu mengangkat tubuh Oriana dalam dekapannya. "Aku bantuin kamu ya pakai lingerienya, boleh?"

ARGAAAAA...."

***

cheers

Aya Collins 








Oriana's Wedding Diary (Akan Tersedia Di Gramedia 8 Mei 2017)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang