3

1.7K 42 0
                                    

Bara's POV

Menikah dengan perempuan yang gak gue cintai adalah musibah bagi gue.

Kenapa gue nerima pernikahan ini?

Karena pernikahan ini dari wasiat seorang sahabat dekat papa gue. Dan gue mau membantu Sasi terhindar dari dosa karena melanggar wasiat itu.

Gue menikah dengan cewek yang bernama Sasi itu TERPAKSA.

Pernikahan ini gue jadikan sandiwara di depan orang tua gue dan saudara kami. Tidak untuk orang lain.

Sepertinya mama dan papa menyukai cewek itu. Semoga saja mereka sama dengan gue.

Tookk... Tooookk... Tooook

"Mas Bara, waktunya makan malam. Aku udah masak buat mas." Teriak Sasi dari luar.

Gue gak mau pintu kamar gue jebol gara-gara ketokan dia yang gak bisa berhenti.

"Maaas? Mas baik-baik aja kan di dalam?" teriak lagi ni cewek.

Ceklek.... Tuuuk

"Aduh. Lihat-lihat dong kalau ketok pintu. Lo tu ya kurang ajar banget ketokin pintu kamar gue. Lo mau ganti rugi 100 juta rupiah hah? Punya uang lo?" Gue marahin dia yang malah mengetuk jidat gue setelah pintu kamar terbuka.

"Hah 100 juta rupiah? Buat pintu kayak gini? Udah lah mas ayo kita makan. Keburu makanannya dingin. Nanti gak..."

Plaaaaaak

"aaaaaawww.. Ma-mas kenapa nampar aku?" Sasi mengerang.

"Diem lo. Jangan banyak omong. Gue ogah makan masakan lo. Gue tau kok kalau lo mau ngracunin gue dan ambil seluruh harta gue. Udah lo pergi sana. Gue gak mau lihat muka lo yang sok sedih, sok suci, dan sok-sokan. Bagus akting lo." omel gue ke dia.

Braaaaak.

Pintu gue tutup dengan keras. Gue muak lihat mukanya. Mending gue tidur aja. Besok ada meeting penting.

Author POV

Sasi hanya bisa mengelus pipinya yang merah karena tamparan suaminya. Hatinyapun ikut sakit.

Ia berjalan menuju dapur. Makanan yang ia masak sudah mulai dingin.

"Bi... Bi Inah... Pak Supri... Pak Karyo.. Sini deh." Teriak Sasi memanggil pembantu, supir, dan tukang kebun di rumah suaminya.

"Iya nyonya ada apa?" Bi inah yang datang terlebih dahulu.

"Ini bi tolong bawa ke belakang ya. Sayang kalau tidak di makan bi. Buat kalian semua." Jelas Sasi.

"Wah nyonya ini kan banyak banget. Nanti tuan marah sama kami." Pak Karyo yang sudah lama bekerja di rumah ini sudah tau sifat Bara.

"Gak papa bawa aja pak." tiba-tiba Bara masuk ke dalam dapur. Semua orang tertuju padanya.

"Ba-baik tuan. Terima kasih Tuan dan Nyonya. Kami masuk dulu. Permisi." Pak Karyo, Bi Inah, dan Pak Supri pergi meninggalkan Sasi dan Bara.

Bara menuju ke lemari es untuk mengambil air minum. Sedangkan Sasi hanya berdiri menatap suaminya.

"Apa lo lihat-lihat. Pergi sana. Jangan deket-deket gue. Gue gak sudi lihat muka lo." Bara berkata dengan penuh penekanan.

"Ma-maaf." Gumam Sasi. Tapi Bara bisa mendengarkannya.

"Udah deh jangan diem aja. Apa mau gelas beling ini gue lempar ke muka lo itu hah?" Bentak Bara.

Sasi langsung meninggalkan Bara setelah Bara selesai membentaknya.

"Huh tu cewek ganggu hidup gue aja." Gumam Bara sambil menarik kursi makan dan menjatuhkan pantatnya disana.

Sasi langsung masuk kamar dan mengunci pintunya dan bersandar pada pintu itu. Air mata kembali menetes.

"Ya Allah begitu beratkah rumah tangga kami? Jika dia jodohku, maka berikan hamba kesabaran yang lebih untuk menghadapinya Ya Allah... Hiks..."

Setelah mengusap air matanya, ia bangkit dan menunaikan sholat isya'. Hanya Tuhan yang bisa menenangkan hatinya.

------------------

Bara masih saja duduk di kursi depan meja makan sambil menikmati wine. Walaupun wine tidak dapat menyelesaikan masalahnya. Tapi dapat menenangkan hatinya.

Hampir setiap hari ia mengkonsumsi wine. Tapi tanpa sepengetahuan orang tua Bara.

"Ya ampun Bara. Apa-apaan ini hah?" tiba-tiba mamanya Bara datang dan melihat apa yang sedang dilakukannya.

"Mama. Kenapa mama gak bilang kalau mau kesini? Cewek bodoh itu barusan masak ma." rancau Bara.

"Ya Allah nak kamu mabuk? Siapa yang ngajarin kamu seperti ini? Mana istri kamu?" Mama mendekati Bara dan mengambil botol wine di depan Bara.

"Gak tau. Bukan urusanku." Jawab Bara sambil beranjak dari tempat duduknya menuju ke kamarnya.

"Ya Allah.. nak. Kok kamu jadi gini?" Gumam Mama Bara melihat anaknya yang masuk ke kamarnya.

'Apa hari pertama menikah mereka sudah bertengkar?' Pikir Mama Bara.

AKU BAHAGIA BERSAMAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang