17

1.3K 39 2
                                    

Author POV

"Tante, kenapa dari tadi gelisah gitu?" Dimas dari tadi memperhatikan Silvi yang mondar-mandir di depan ruangan Sasi.

"Dimas, sebenarnya..."

Ceklek

Belum selesai Silvi berbicara, Bara keluar dari ruangan Sasi dan ia langsung memeluk Silvi.

"Makasih ma. Sasi udah maafin aku. Mama sekarang maafin aku juga kan?"

"Mama maafin kamu. Tapi ada syaratnya." Silvi tidak membalas pelukan Bara.

"Bikin Sasi bahagia, jangan bikin dia sakit hati, jangan bikin dia masuk rumah sakit lagi, dan jangan berubungan lagi dengan ular berbisa itu. Kamu sanggup jalani semuanya?" Tantang Silvi kepada Bara.

"InsyaAllah aku sanggup ma." Bara melepas pelukkannya.

"Baik mama maafin kamu." Tatapan Silvi masih tajam.

"Tunggu-tunggu. Maksud tante dan Bara apa?" Dimas kebingungan melihat Bara yang tiba-tiba memeluk Silvi.

"Kamu yang udah bikin Sasi masuk rumah sakit?" Dimas menunjuk Bara.

"Kak aku minta maaf. Tapi aku janji aku akan jagain Sasi dengan baik." Bara berjanji.

"Dasar kamu ya."

Buuuuuukgh

Dimas langsung memukul Bara

"Satu pukulan karena lo udah bikin adek gue sakit hati.".

Buuuuukgh

"Pukulan kedua untuk lo yang gak bisa jagain Sasi."

"Eeh stop stop. Kenapa kalian jadi berantem gini?" Silvi melerai mereka berdua. Ia takut kalau Bara dan Dimas berurusan dengan satpam karena membuat keributan di rumah sakit.

"Maaf tante, saya akan beri pelajaran kepada anak anda yang sudah membahayakan nyawa adik saya." Ujar Dimas.

Buuuuukgh

"Pukulan ketiga untuk lo yang bikin adek gue masuk rumah sakit walau gue gak tahu penyebabnya." Dimas memukul Bara untuk yang terakhir.

Setelah selesai membalas perbuatan Bara, Dimas pergi begitu saja tanpa pamit Bara dan Silvi karena ia terlalu emosi.

Sedangkan Bara masih terlentang di lantai dalam kondisi hidung dan sudut bibir berdarah karena pukulan paling keras yang pertama kalinya Dimas lakukan.

"Ya Allah nak, ayo kita temui dokter biar luka kamu diobati." Silvi membantu Bara berdiri.

"Gak usah ma. Aku bersihin aja sendiri. Aku pulang dulu ya ma. Tolong jagain Sasi sebentar aja. Dan tolong jangan kasih tahu Sasi kalau aku habis dipukulin Kak Dimas ya ma." Ujar Bara lalu pergi.

Setelah Bara pergi, Silvi masuk ke kamar Sasi.

"Alhamdulillah dia tidur. Kamu kok baik banget sih nak. Padahal  Bara udah nyakitin kamu kayak gitu. Terima kasih ya Allah engkau telah memberi hamba menantu yang memiliki hati baik." Gumam Silvi sambil mengelus kening Sasi.

Bara's POV

Setelah Kak Dimas pukulin gue, gue makin sadar kalau Sasi itu wanita yang gak pantas untuk disakiti. Karena ia memiliki hati yang sangat baik.

"Ya Allah tuan, anda kenapa?" Bi Inah terkejut melihat hidung dan bibir gue berdarah.

"Gak apa-apa bi. Tolong bantu obatin ya bi." Kata gue sambil masuk ke dalam dan duduk di sofa ruang tamu.

"Iya Tuan." Bi Inah dengan cepat masuk ke dalam dan kembali lagi ke ruang tamu.

"Bi, menurut bibi, Sasi itu gimana sih?" Tanya gue tiba-tiba sambil nahan sakit.

"Mbak Sasi itu baik banget tuan. Kalau mau keluar nih, Mbak Sasi selalu tanya bibi mau nitip apa? Jangan sungkan-sungkan bi. Terus kalau saya ke kamarnya Mbak Sasi, kamarnya selalu bersih dan wangi banget tuan. Jadi saya gak pernah bersihin kamar Mbak Sasi. Orangnya mandiri banget." Jelas Bi Inah.

"Gitu ya bi." Berarti emang Sasi itu orang yang baik banget dab gak manja.

"Ada lagi tuan. Masakannya itu loh enaaaak banget. Kata suami saya masakan Mbak Sasi itu lebih enak ketimbang masakan saya." Puji Bi Inah.

"Oh iya, kemarin Mbak Sasi kok gak pulang ya tuan?"

"Sasi kemarin masuk rumah sakit bi."

Toooook..  Tooook.... Tooook..

"Sebentar tuan." Bi Inah berdiri lalu membuka pintu.

Ternyata yang datang Nata. Mau apa lagi sih ini cewek.

Pasti mau mohon-mohon ke gue. Gue lupa juga belum kasih tahu satpam kompleks kalau Nata iti seharusny gak boleh masuk perumahan ini.

"Hay sayang. Ya Tuhan kenapa kamu say?" Nata terkejut melihat wajah gue.

"Ngapain lo kesini? Gue kan udah bilang kalau kita putus dan jangan ganggu hidup gue. Apa lo tuli hah?" Gue bentak Nata.

Sebelum dia jawab, gue tarik tangan dia hingga ke gerbang depan rumah.

"Apa-apaan kamu Bara. Sakit tahu." Nata menggenggam pergelangan tangannya.

"Ingat ya, jangan pernah ketemu gue lagi. Karena semakin gue ketemu elu, gue bakal benci sama lo." Gue tunjuk mukanya biar dia paham.

Untung di saat seperti ini, satpam kompleks datang.

"Pak tolong jangan izinin wanita ini masuk kesini lagi karena dia bisa membahayakan nyawa orang lain." Kata gue ke Satpam.

"Baik pak. Ayo nona harus keluar dari sini." Satpam itu langsung menarik tangan Nata.

Sukurin lo. Salah sendiri datang kesini. Udah di bilangin masih aja tetep gitu.

"Jahaaat kamu Baraaa." Teriak Nata sambil ia berontak dalam genggaman satpam.

Gue udah gak peduli lagi.




AKU BAHAGIA BERSAMAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang