9

1.2K 33 0
                                    

Author POV

"Mbak lihat yang warna merah itu dong. Ehm sama yang putih tulang." Wanita berambut pirang itu menunjuk contoh undangan untuk pernikahannya.

Wanita itu adalah Nata. Dan ia akan menikah dengan Bara.

Semua tentang pernikahan mereka telah diserahkan Bara kepada Nata.

Membahagiakan Nata adalah kewajiban keduanya setelah membahagiakan orang tuanya.

"Ehm aku pilih dua-duanya deh mbak. Yang putih ini untuk akad nikah jumlahnya 200. Sedangkan yang putih tulang ini jumlahnya 1000 ya mbak." Ujar Nata.

"Iya mbak. Tolong ditulis disini nama kalian, tanggal, acara, dan tempat ya." Pegawai toko itu menyodorkan selembar kertas dan Nata langsung menulisnya dengan senyum penuh kemenangan.

'Sebentar lagi gue pasti tambah kaya. Maaf ya sayangku.' Pikirnya.

--------------

"Mejanya guci kok masih kosong. Lo gak bisa ganti kan." Kata Bara setelah melihat Sasi masuk ke dapur dan Bara sedang sarapan.

"Maaf mas. Aku udah hubungi teman aku yang di Paris. Dia bersedia membelikannya. Tapi tidak bisa datang hari ini." Jelas Sasi.

"Halah bilang aja lo gak mampu." Ejeknya.

Sasi pagi ini sangat tidak ingin debat dengan Bara. Sasi langsung berdiri dan berniat untuk meninggalkan Bara.

Braaaaak

"Eh lo tu ya gak pernah diajarin sopan santun sama orang tua lo ya. Ada orang ngomong malah ditinggal." Kata Bara sambil mukul meja.

"Mas maaf ya bukannya aku mau menentang kamu. Tolong jangan menyalahkan orang tuaku. Kamu boleh pukulin aku tapi jangan bawa-bawa orang tuaku." Jelas Sasi.

"Ha ha ha ha berani banget lo ngomong gitu sama gue. Asal lo tau ya, gak ngaruh omongan lo."

Plaaaak.

Bara menampar Sasi setelah memakinya. Sasi hanya diam dan memegangi pipinya yang terasa panas.

"Pagi-pagi bikin gak mood aja. Pagi ini gue harus ke Bali buat ngurusin hotel baru gue. Tapi lo hancurin mood gue." Bara langsung meninggalkan Sasi yang masih tertunduk.

------------------

Hari ini adalah hari minggu. Sasi melihat kepergian suaminya ke Bali untuk mengurusi hotelnya yang baru.

Ia hanya bisa menyaksikannya dari jauh.

"Andai saja aku bisa antar mas. Pasti seneng banget rasanya." gumam Sasi pelan sambil meneteskan air mata.

Sasi masih berdiri di kaca kamarnya yang mengarah ke gerbang dengan tatapan kosong.

Yang ia pikirkan sekarang hanyalah bagaimana bisa orang tuanya menjodohkan dirinya kepada laki-laki yang tidak mencintai, tidak di cintai, dan tidak bisa menerima Sasi.

Toook tooook toook

Ketukan pintu menyadarkan Sasi dari lamunannya.

"Iya masuk." Ujar Sasi sambil menghapus air matanya.

Lebih terkejutnya lagi, yang mengetuk pintu dan masuk adalah Nata, wanita yang ingin dinikahi oleh suami Sasi.

Sasi's POV

"Loh, Mbak Nata." Gue terkejut banget ketika melihat wanita itu masuk dalam kamar gue.

"Hay Sasi. Apa kabar?" Nata langsung memeluk gue.

"Ba-baik mbak. Eh silahkan duduk." Gue mempersilahkan Nata duduk di sofa yang ada di kamar.

"Sas, gue tadikan habis dari toko undangan, gue pesen undangan 2 ini untuk acara pernikahanku dengan Bara." Jelas Nata tanpa basa-basi sambil keluarin dua undangan warna putih dan merah.

Hati gue rasanya seperti ditusuk. Tapi gue masih bisa nutupin semua ini dengan senyuman.

"Menurut lo bagus gak pilihan gue?" Tanya Nata.

"Bagus banget ini mbak. Wah selera mbak bagus nih. Aku suka banget." Puji gue. Padahal nih ya, gue mau jambak rambut cewek ini.

"Ha ha ha bisa aja lo. Entar kalau lo mau nikah, gue bantuin deh cari undangannya. Tapi kalau lo mau sih." Tawarnya.

"Iya makasih mbak." Gue gak jawab mau apa enggak. Karena gue udah nikah dan gak akan nikah lagi.

Untung Mas Bara gak di rumah. Andai saja di rumah dan tahu Nata kesini. Mungkin sekarang sibuk mesra-mesraan.

"Oh iya, lo kerja apa kuliah Sas?" Tanya Nata tiba-tiba.

"Kerja mbak." Jawab gue sesingkat mungkin.

"Kerja dimana?"

"Di Han's Group."

"Wah kata teman-teman gue, masuk ke perusahaan itu sulit banget loh. Beruntung banget lo. Terus jabatannya apa?" Nata terus bertanya.

"Ehm.. Anu karyawan biasa kok mbak." Gila ya ni cewek. Kepo banget sama gue.

"Enak ya jadi lo. Karyawan biasa tapi tinggalnya di rumah elite begini. Kenapa lo gak kerja di perusahaannya Bara aja?" Lagi-lagi tanya.

"Aku pengen mandiri aja mbak. Bisa kerja dari hasil kerja keras sendiri." kayaknya dia ngremehin gue.

Gue sengaja gak kasih tahu dia bahwa gue wakil direktur di perusahaan Han's Group karena gue mau tahu gimana sikap CALON ISTRINYA SUAMI GUE.

Udah sedikit kelihatan kalau dia itu mudah banget ngremehin orang.

"Tapi kok lo tinggal di rumah Bara sih?" Tanyanya sedikit sewot.

"Mbak gak suka ya kalau aku serumah sama Mas Bara? Aku disini karena aku ingin membahagiakan orang tuaku. Bisa dibilang wasiat lah." Jelas gue panjang lebar.

"Oh." Jawabnya sangat singkat.

Cewek ini kalau bukan calon istri suami gue udah habis gue jambak dan gue cabik-cabik.

Daripada gue kesel terus, mending gue ajak makan siang aja.

"Mbak, udah siang nih. Turun yuk. Udah waktunya makan siang." Ajak gue.

"Ehm gimana ya. Maaf deh gue gak bisa karena hari ini ada janji makan siang. Thanks atas pujiannya tadi ya. Bye." Nata berdiri lalu pergi gitu aja.

Sifatnya mudah banget berubah. Dasar cewek aneh.

"Eh tunggu tunggu, tadi dia katanya ada janji makan siang. Apa jangan-jangan dia selingkuh ya? Tapi kayaknya gak mungkin deh. Apa gue ikutin aja ya? Ah kalau ketahuan kesannya kepo gue." Gumam gue sambil mondar mandir di kamar.

You... Do you remember me
Like i remember you
Do you...

"Iya halo kak. Ada apa?"

"..........,"

"Sekarang?"

"..............."

"Oke aku kesana."

Akhirnya Kak Dimas ngajak aku makan siang. Jadi bisa hilangin rasa keponya. Lega banget gue.

AKU BAHAGIA BERSAMAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang