Pertemuan

4.1K 50 0
                                    

“Haaah, dijodohkan sama anaknya pak dokter?  mimpi apa to Rum, beruntung banget kamu!” celetuk  Rani.

“Ran aku kesini tuh pingin cari solusi, bukannya mendengarkan ocehanmu yang terkesan banget merestui perjodohan itu,” jawabku kesal

“Kamu itu kan sahabatku, Ran tolong dukung aku!" ucapku memelas. aku seperti kehilangan harapan, sahabatku sendiri saja menyambut gembira perjodohan ini. Ya Allah kepada siapa lagi aku harus mengadu.

“Dengar ya Arumi, aku dukung kok jika kamu menikah dengan anaknya pak Suroso.” Jawab Rani tersenyum-senyum sambil mengedip-kedipkan mata.

“Rani! aku serius aku bingung..aku..gak tahu harus gimana?..aku..aku..”

“Begitu aja kok bingung, tinggal terima aja lamaran itu beres kan! Apa sih yang kamu cari Rum, masa depan cerah ada di depan mata. Kamu mau nunggu apa lagi Rum? Cinta?

”Lihat aku, aku menikah dengan cinta dengan lelaki pilihanku sendiri, tapi apa jadinya? Sudahlah gak usah cerita masalah itu,” tukas Rani

Mendengar perkataan Rani sedikit bergetar hatiku, Rani adalah sahabat terbaikku, kami bersahabat sejak di sekolah dasar. Kasihan Rani di saat usia pernikahannya menginjak dua tahun dia harus mengalami perceraian karena suaminya mempunyai wanita idaman lain, padahal anaknya masih kecil.

“Kamu mau dijodohkan sama anak pak dokter yang mana? Yang angkatan apa yang dokter?” tanya Rani penasaran.

“Angkatan,” Jawabku singkat

“Oh… aku cuma kenal mas Yahya yang dokter, kalo kakaknya sih katanya di Yogya yang namanya…siapa ya namanya? Waduh aku lupa ?” jelas Rani sambil tepok jidat.

“Rasyid,” jawabku.

“Oh..ya..ya Rasyid. Sudahlah Rum, niat Ibumu itu baik kok, aku yakin kamu pasti bahagia,” bujuk Rani

“Tapi kenapa harus aku sih yang alami semua ini?”

“Kamu itu lucu ya disuruh nikah kok sedih, kalo aku masih gadis, aku mau nggantiin kamu nikahin Rasyid, dengan senang hati, Rasyid mau nggak ya sama janda,” ledek Rani

“Ran, kamu tahukan aku ini orangnya paling nggak suka kalo dipaksa, aku nggak mau nikah dengan cara seperti ini!, aku nggak suka, apalagi cinta, menikah kan bukannya untuk sehari dua hari tapi kalo bisa untuk selamanya, sekali seumur hidup,” tak terasa air mataku menetes

“Oalaah cah ayu, hidup kita ini memang dihadapkan dengan berbagai macam pilihan, belum tentu sesuatu yang kita pilih itu akan berdampak baik untuk kita, hanya Allah yang tahu, tugas kita yaitu jalani kehidupan yang ada di depan kita, terus kita tinggal serahkan semuanya kepada-Nya, minta yang terbaik buat kita. Kita manusia hanya bisa berencana tetapi tetap yang memegang kendali Allah SWT,” nasehat Rani yang  berusaha memberikan secercah harapan kepadaku tetapi bagiku semuanya tetap abu-abu nggak jelas.

“Sabar ya, semoga ini adalah jalan terbaik yang Allah berikan kepadamu,” Jelas Rani sambil memelukku yang masih sesenggukan menangis.

“Sudahlah sekarang kamu pulang, katakan kepada Ibumu jika kamu setuju menikah supaya hatimu lega.”

Kuhapus air mataku, hati ini masih terasa kacau kuputuskan untuk tidak pulang kerumah dahulu, sepertinya kaki ini mengerti hatiku yang sedang gulana, aku berlari terus berlari menyusuri pematang sawah menjauh dari keramaian, hari ini aku ingin menangis sepuasnya.

Di tempat inilah aku biasa menangis,di ujung persawahan desaku di saat ada masalah di sinilah aku bersembunyi, pohon-pohon trembesi  menjadi saksi saat hati ini sedang bersedih, angin-angin semilir dengan setia selalu  menghiburku. Setelah hati ini tenang barulah aku pulang.

Cinta BugenvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang