Maafkan aku

246 16 4
                                    


  

Dengan cepat aku berbalik melihat pemandangan yang menyesakkan itu, desir angin malam dan riuh tawa suara jangkrik yang menjadi saksi, betapa sakit luka lama ini terbuka lagi...lebih sakit dari luka baru dulu.

         Aku terus berjalan dalam gelap nya malam , menyusuri pematang sawah. Ketika hati kecewa bahkan rasa takut pun enggan menyapa. Aku berhenti di sebuah gubuk peristirahatan petani. Aku duduk di atas tumpukan jerami-jerami yang baru saja dipanen para petani siang tadi. Aku menangis sejadi jadinya berharap tidak ada yang mendengar. Aku terus mengutuk diriku, bodohnya aku sampai menangis seorang seperti nya. Suara tangisku tercekat ketika mendengar suara suara ramai dari kejauhan memanggilku.

“Bu Arumi...

“Bu Arumi..”

Samar samar terdengar suara Pak Musa memanggilku..

Buru-buru aku langsung mengusap air mataku...menarik nafas sejenak kemudian menghampiri sumber suara tadi. Ternyata benar pak Musa dan beberapa warga sedang mencariku.

“Ada apa pak Musa, ” Jawabku setenang mungkin.

“Alhamdulillah Bu Arumi tidak apa apa, saya sudah cemas tadi kata Bu shilla Bu Arumi tidak ada di rumah, saya dan pak Rasyid memutuskan  mencari Bu Arumi."

Mendengar kata Rasyid aku langsung mengedarkan pandangan ke sekeliling .

“Pak Rasyid mencari kearah surau Bu," jelas Pak Musa yang sepertinya tahu aku sedang mencari bayangan Rasyid.

“Maaf telah merepotkan kan Pak Musa, saya sedang mencari bahan untuk pembelajaran sekolah besok Pak,” jawabku sekenanya. Untung pak Musa tidak mempertanyakan jawabanku yang tidak masuk akal, dia hanya mengangguk dan berlalu.

“Maaf pak tadi tidak memberikan kabar kepada Shila.”

“Aku mengikuti langkah kaki Pak Musa yang terasa cepat sekali.”

           Dari kejauhan kulihat Rasyid hendak  menghampiri kami namun aku langsung mempercepat jalanku dan buru buru masuk rumah. Aku tidak mau bertemu Rasyid. Aku tidak mau dia melihatku habis menangis karena nya. Sesampainya didalam rumah ternyata Shila sudah menungguku, dia terduduk kursi kayu rotan yang mulai usang, namun tidak mengurangi raut wajah nya yang cantik.

“Bu Arumi, bisakah kita bicara sebentar”. Sapanya bertanya kepadaku.

“Apalagi yang perlu dibicarakan Shila, ini sudah malam, sebaiknya kita tidur." 

"Bukankah besok akan ada acara peletakan batu pertama Puskesmas,” Jawabku mencari cari alasan.

“Sebentar saja kok.” Pintanya dengan memohon sambil menarik tanganku dengan lembut untuk duduk dikursi rotan disampingnya. Aku tidak bisa berkata apa-apa selain menghela napas dan menuruti permintaannya. 

“Ya sudah apa yang akan kita bicarakan.” Tanyaku agak ketus.

“Begini Bu Arumi, mas Rasyid sudah menceritakan semuanya kok sama saya. Sebelum nya saya mohon maaf banget karena telah merusak rumah tangga Bu Arumi dengan mas Rasyid.

Tapi percayalah bahwa mas Rasyid amat sangat setia kepada Bu arumi, hatinya hanya untuk Bu arumi.” 

        “ Bertahun tahun dia mencari Bu Arumi, dan saya saksi melihat betapa hancurnya hatinya karena kehilangan  Bu Arumi, bahkan mas Rasyid sempat mendapat teguran keras karena lalai dan tidak menyelesaikan tugas. Bahkan dia sampai pernah turun pangkat. Tapi asal Bu Arumi tahu dia tidak peduli akan semua itu. Yang ada dihati dan pikirannya adalah Bu Arumi. Saya mohon maaf kan mas Rasyid berilah dia kesempatan kedua.”Shila menjelaskan semuanya dengan detail, dia sangat berharap sekali aku memafkan Rasyid.

       Mendengar penjelasan Shila aku hanya bisa terdiam, ada desiran bahagia namun terasa semu.

“Tapi kalian kan suami istri, maksud kamu apa, aku harus mengakui kalian begitu, atau aku menjadi istri kedua begitu.” Jawabku tegas

Shila malah tertawa. “Bukan seperti itu Bu arumi.” Shila kemudian menjelaskan panjang lebar kenapa dia dan Rasyid bisa menikah tiga tahun lalu.

             Mendengar penjelasannya hatiku perlahan mulai luluh.Ternyata Rasyid menikahi Shila hanya untuk menyenangkan ayahnya yang sedang sekarat karena radang selaput otak. Dan mereka hanya menikah 6 bulan setelah itu bercerai, Shila bercerita antara mereka berdua tidak ada rasa cinta sedikit pun. Bahkan sekarang Shila sudah menikah lagi dan telah memiliki anak yang lucu berusia 2 tahun. Dia menunjukkan foto anaknya agar lebih menyakinkanku.

Aku menghela napas dalam-dalam, aku mencoba mencerna penjelasan Shila,mengkondisikan agar raga ini menerima semua ini.

“Oke Shila aku terima penjelasanmu. Tapi tetap yang kalian lakukan adalah salah, kenapa kalian tidak kompromi dahulu dengan aku waktu itu. Kenapa harus membiarkanku menjadi korban atas kebodohan ini.”

“Tetapi aku masih butuh waktu untuk memaafkan  Rasyid. Kita sesama wanita dewasa harusnya lebih bisa memahami bahwa hal ini tidak cukup hanya minta maaf dan memaafkan. Dua tahun aku bermain kucing kucingan dengan Rasyid, nomaden dari tempat satu ketempat lain.”

“Kelakuan kalian telah membuat dua tahun kehidupanku menjadi kelam. Dan disaat aku sudah bisa menerima kehidupan ini, disaat aku mulai bahagia, kalian datang dan minta maaf.” Aku menarik napas dalam-dalam, kemudian  beranak pergi ke kamarku.

             Ingin sekali aku menengok kebelakang melihat raut muka Shila seperti apa. Tapi ternyata aku terlalu angkuh untuk itu. Sakit hati ini telah membuat hatiku sedikit kejam dan tidak peduli. Ku hempaskan tubuh ini diatas dipan bambu, derikan bunyi bambu terdengar lirih menyatu dengan suara jangkrik. Kutatap langit-langit mencerna kata perkata cerita dari Shila. Mencoba berdebat dengan hati, di satu sisi hati yang paling dalam aku masih mencintai Rasyid tapi di sisi lain menyuruhku untuk pergi menjauh dari Rasyid.

Aku menghela nafas haruskah aku memaafkannya. Ku pejamkan mata ini. Berharap ada mimpi yang bisa membuatku memaafkanmu Rasyid.




Bersambung 😍

Cinta BugenvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang