Mentari pagi mengintip dari celah tirai yang koyak, menyapaku yang hanya terdiam di depan cermin kusam. Hari ini akhirnya ku kumpulan kan tekad untuk menemuinya kembali. Bayangan kenangan itu terlintas kembali membuat tanpa sadar bulir- bulir bening menetes dipipiku.
Ayolah Arumi kamu pasti bisa.Bisik ku dalam hati memberikan pecutan semangat pada diriku.Jam 8 pagi aku sudah sampai di Balai Desa, tidak terlalu ramai hanya ada beberapa aparat desa dan ibu-ibu menyiapkan konsumsi. Aku langsung menghampur menghampiri ibu Romli yang sibuk menata gelas.
"Sini Bu saya bantu." Tegurku kepada Bu Romli menawarkan bantuan.
"Gak usah Bu Arumi...udah beres kok ayo kita siap-siap kedepan katanya rombongan sebentar lagi akan datang."Ajak Bu Romli sambil menarik tanganku.
Hatiku langsung mencelos mendengar kata-kata Bu Romli.
Sebentar lagi aku akan melihat nya lagi. Batin ku
"Pak lurah mereka sudah datang." Teriak salah seorang warga.
Kami semua langsung bergegas keluar untuk menyambut rombongan Rasyid. Dan tentu aku berada di barisan yang paling belakang.
Aku berjalan pelan, rasanya enggan sekali ke depan sana.
Tiba- tiba aku merasa tanganku ditarik seseorang.
"Ayo Bu Arumi... cepet jalan nya, katanya tentara itu ganteng-ganteng lo". Bisik Anisa ternyata dia yang menarik tanganku.
Dasar ABG. Bisik ku dalam hati.
Rombongan Rasyid ternyata sudah datang terlihat dua mobil dari arah gerbang desa mobil didepan adalah mobil Jeep berwarna hijau lumut dengan keempat bannya yang besar membuat mobil itu terlihat gagah, aku yakin itu adalah mobil yang ditumpangi Rasyid, mobil satu lagi adalah truk tentara yang didalamnya tentu sekompi tentara yang pasti anak buah Rasyid. Dan di belakang mobil truk terlihat beberapa sepeda motor yang salah satunya Raditya.
Aku menghela napas dan jantung ku seakan berhenti sejenak, ketika rombongan Rasyid turun dari mobil, ingin lari dari sini tapi kakiku menjadi kaku.Tiba- tiba hati ini berdesir entah lah sulit di ungkapkan ketika kulihat sesosok wanita cantik yang tidak asing lagi bagiku berdiri disamping Rasyid. Dialah Shila . Sebagai istri pasti dia ikut kemana pun Rasyid pergi. Tiba-tiba mataku terasa panas. Oh tidak aku tidak boleh terbawa suasana tidak boleh menangis. Kenapa luka ini kembali menganga. Sekali lagi Nisa menggandengku untuk maju kedepan berdiri di samping Bu Romli untuk menyambut kedatangan mereka.
Pak lurah mengucapkan selamat datang kepada rombongan kemudian kami bersalaman. Dan aku tidak mungkin bersalaman dengan mereka apalagi Rasyid. Setelah sadar dari lamunanku aku segera melepas tangan Nisa yang dari tadi begitu sumringah menyambut mereka.
Dan langsung bergegas kebelakang. Tanpa sadar pipiku sudah basah. Ah buat apa aku menangis, ini sudah berlalu. Aku harus menunjukkan kepada Rasyid aku bukan wanita lemah.
Setelah acara penyambutan selesai aku langsung pamit pulang. Di sepanjang jalan tak hentinya bayangan Rasyid dan Shila melintas. Aku berusaha menepis semuanya tapi kenapa begitu sakit terasa. Sesampainya dirumah aku terkejut didepan pintu ada sepucuk kertas yang terlipat disertai setangkai bunga bugenvile. Jantungku berdegup kencang ketika kubuka lipatan kertas itu perlahan' Hanya ada satu kata.
"Maaf"
Dan aku sudah tahu siapa yang mengirim surat itu.
Bulir bening itu akhirnya tumpah lagi. Dan aku terduduk lunglai."Arumi..."
Deg....
Suara yang tidak asing lagi, kutarik nafas dalam-dalam.
"Ngapain kamu kesini Raditya." Celetuk ku dengan ketus.
Bawa semua ini, kembalikan kepada bosmu. Kataku sambil membalikkan badan dan dengan cepat meletakkan secarik kertas itu ditangan Raditya dengan kasar. Kemudian berlalu dengan cepat tanpa menoleh.
Aku terus berjalan dan berjalan tanpa memperdulikan suara yang memanggilku.
Rasa kesal bercampur aduk dengan kesedihan yang selama ini telah tertahan sekian lama.
Akhir nya aku menangis sejadi jadinya....berteriak sekeras mungkin dan menumpahkan segala nya kepada pantai maleo.
Kenapa aku selemah ini. Gerutuku dalam hati.
Ayo bangkit Arumi.. dunia belum berakhir.
"Arumiiiii...."Teriak Raditya terengah-engah, ternyata dia mengikutiku."Oke aku menyerah, kita tidak akan membahas dia lagi.... oke," teriak Raditya lirih. Sambil mengangkat kedua tangan tanda menyerah.
"Kita masih teman kan..."sapa Raditya sambil berjalan mendekatiku.
Aku hanya terdiam. Entahlah biarkan ini berlalu. Mungkin kedatangan Rasyid bagaikan petasan yang mengagetkan...tapi setelah itu menjadi biasa saja.
Mungkin dengan ikhlas dan maaf semuanya akan membuatku lega.
Hanya butuh sedikit legowo saja.
Ayo Arumi ...kamu pasti bisa. Bisikku menyemangati diriku sendiri.
"Ayo pulang, sebentar lagi laut akan pasang." ajak Raditya
Benar saja deburan ombak mulai meninggi diiringi tenggelamnya senja yang tersenyum menyemangati ku.
Dengan gontai aku memasuki pekarangan tempat singgahku."Bu Arumi kemana saja. Tadi pak Rasyid menunggu disini lama."Sapa Bu Romli yang rumahnya memang bersebelahan dengan rumah singgah ku.
Deg..
Jantungku berdegup ketika mendengar kata Rasyid. Tapi aku berusaha untuk menguasai diriku. Namun hati ini sekali lagi panas rasanya ketika dari dalam rumah singgah ku keluar sesosok wanita yang tentu tidak asing lagi.
"Bu Arumi sekarang tidak sendirian, ditemani Bu dokter yang cantik."
"Bu Shila perkenalkan ini Bu Arumi, yang mengajar anak anak maleo di sekolah."Jelas bu Romli sambil memperkenalkan Shila.Untuk pertama kalinya aku bisa bertatap langsung dengan wanita yang selama ini telah mengambil kebahagiaan ku. Aku berusaha menahan segala kebencian itu dan mengubahnya menjadi sebuah senyuman pahit.
"Ooh ini ya yang namanya Bu Arumi. Saya sering mendengar cerita tentang Bu Arumi dari seseorang." Sapa Shila dengan ramahnya. Dan aku hanya bisa membalas dengan senyuman masam dan langsung berlalu kedapur. Dan mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Bu Romli masak apa ya."Teriakku.
"Biasa Bu Arumi, hasil laut ikan cakalang bakar."Jawab bu Romli penuh semangat"Tapi nanti malam kita akan makan bersama dengan pak Rasyid dan teman -teman nya bu." Jelas Bu Romli
"Maaf Bu saya gak bisa ikutan. Saya lagi gak enak badan." Celutukku sekenanya.
Malam hampir larut ketika terdengar suara pintu dibuka pertanda Shila sudah pulang dari makan malam dirumah Bu Romli.
"Arumi boleh bicara sebentar." Pinta Shila dengan suara yang lembut. Aku hanya bereaksi dengan anggukan kepala singkat."Bicaralah....tapi jika yang ingin kamu bahas adalah masalah Rasyid maaf saya tidak bisa ."
"Arumi...maafkan aku ya." Tiba-tiba suara Shila menjadi agak serak tercekat.
"Aku telah merebut kebahagiaan kamu"
"Niat aku kesini sebenarnya..."
"Maaf jika ini masalah Rasyid saya akan keluar." Jawabku dengan nada agak tinggi.
"Arumi dengarkan dulu." Teriak Shila sambil menarik tanganku.
"Aku dengan Rasyid tidak ada apa apa. Saya tidak menyukai Rasyid. Jadi tolong berikan Rasyid kesempatan lagi."
"Cukup."Teriaku.
"Aku yang pergi atau kamu yang pergi."
Shila menghela nafas, dan akhirnya mengalah untuk pergi....
Dan aku hanya terdiam. Terngiang kembali kata kata Shila bahwa dia dan Rasyid tidak ada hubungan.
Aku langsung tersadar dan langsung menyusul Shila keluar, merasa bersalah nanti jika terjadi sesuatu mengingat hari sudah larut. Baru beberapa langkah terlihat tidak jauh dari rumah singgah pemandangan yang menyesakkan hati, menyesal kenapa tadi harus menyusul Shilla.
Terlihat jelas Rasyid yang memeluk Shilla yang sedang menangis.
Tenggorokanku langsung tercekat. Sekali lagi luka itu menganga kembali...
Bersambung......
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Bugenvil
RomancePerjodohan dan cinta yang datang tak terduga Rasa cinta yang timbul sesudah pernikahan Cerita sederhananya... Dijamin bakal bikin kamu baper abis...