Malam Pertama

10.5K 35 1
                                    

Jantung ini rasanya mau copot saat kubuka pintu kamar, pelan tanpa suara. Kakiku kaku berat untuk melangkah. Gelap, mungkin dari tadi belum ada orang yang masuk. Terasa lega hati ini, tanganku meraba mencari saklar. Ketika lampu menyala. Deg! Apa ini? apa yang harus kulakukan? Rasyid sudah terbaring di ranjang. Alhamdullilah, dia sudah tertidur, ingin rasanya lari. Percuma, di luar sana tidak ada tempat untuk berlindung. Ibu pasti sudah terlelap.

“Sampai kapan kamu mau berdiri di situ?” bagai petir suara Rasyid mengagetkanku

“Kamu belum tidur? Ibumu yang menyuruhku kesini,” jawabku sambil menenangkan diri, berbalik hendak beranjak pergi. Tapi apalagi ini, tanganku. ya Allah ngapain dia memegang tanganku.

“Iya aku tahu, mau kemana? Sudah malam, kamu pasti capek, begitu banyak peristiwa yang terjadi hari ini.”

“Nggak usah takut begitu aku bukan setan,” ledek Rasyid sambil tersenyum memecah ketegangan

“Tenang aja aku akan tidur di bawah kok, kamu yang di ranjang,” Jelas Rasyid seperti tahu isi hatiku.

“ Nggak usah, ini kan kamarmu aku saja yang tidur dibawah.”

“Nggak usah ngeyel gitu, cepetan tidur!" kali ini sambil menggelar tikar dibawah

Aku tidak mau berdebat lagi, aku sudah mengantuk dan capek sekali, ku turuti perintah Rasyid. Rasyid sepertinya juga lelah cepat sekali ia sudah terlelap, dia pasti sangat kehilangan. Jadi teringat tiga tahun lalu waktu bapak meninggal.

****

“Selamat pagi” aku tersentak sesosok lelaki ada di depan wajahku. Rasyid sudah rapi dengan pakaian seragamnya.

“Pules banget tidurnya, maaf mengagetkanmu, aku harus berangkat kerja nanti sekalian mau mengajukan cuti. Kamu juga harus ngajarkan. Nanti kita ketemu di rumahmu ya” jelas Rasyid.

Aku hanya mengangguk. bingung hendak berkata. Aku harus mengingatkan diri ini bahwa aku sudah menikah. ada Rasyid yang selalu di sampingku.

Setelah hari agak siang aku dan Ibu meminta izin untuk pulang. Kepala sekolahku sangat pengertian setelah aku ceritakan apa yang telah terjadi, beliau memberiku cuti dua hari. Cuti untuk menata hati menyonsong kehidupan baru. Hari ini juga Ibu berniat mengadakan selametan sebagai  syukuran pernikahanku sekaligus mengirim doa untuk almarhum Pak Suroso. Hanya mengundang Ibu-ibu temannya mengaji. Mulai malam ini juga Rasyid akan menginap di rumahku. Tadi Bu Suroso berpesan untuk membawa sekalian pakaian Rasyid yang telah disiapkan.

“Ibu nggak apa-apa jika mas Rasyid menginap di rumahku?" tanyaku, sebenarnya aku  nggak tega dengan Ibu Suroso ia masih sangat berduka ditambah harus berpisah dengan anak sulungnya.

“Nggak  apa-apa Nduk, kan masih ada Yahya dan saudara-saudara yang lain.”

*****

Pengajian akan diadakan setelah Asar. Beberapa saudara dan tetangga datang untuk mengucapkan selamat sekaligus turut berduka atas meninggalnya pak Suroso. Rasyid pun sudah datang, ia tidak cangung sedikitpun berhadapan dengan saudara dan tetanggaku, Rasyid seperti sudah merasa menjadi bagian dari keluarga ini. Dia memang pandai bergaul.

“Aruuuum!” teriak Rani sambil memelukku. sahabat apa aku ini aku lupa mengabari Rani tentang pernikahanku .

“Maafin aku Ran semuanya serba mendadak, baru aku mau telepon kamu” jawabku ngeles.

“Nggak apa-apa aku turut gembira jika sekarang kamu sudah menikah., aku pikir pernikahanmu akan diundur.  Memang  ini jalan terbaik untuk kalian berdua."

“Aku mau dong kenalan sama pangeranmu itu?” celetuk Rani

“Siapa?” tanyaku pura pura

“Ya kangmasmu, yayang Rasyid” ledek Rani.

Cinta BugenvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang