Kado Terindah

7K 34 0
                                    

"Selamat ulang tahun...."

Dalam tidurku terdengar samar-samar ada yang mengucapkan selamat ulang tahun, apakah aku mimpi. Siapa yang ulang tahun? Tanggal berapa ini?

Aku tersentak bangun, wajah Rasyid yang sedang tersenyum sudah berada di hadapanku. Kebiasaan sekali Rasyid membangunku dengan cara seperti ini. Ternyata hari ini aku yang ulang tahun, kenapa aku lupa ulang tahunku sendiri? Masih agak bingung kuterima kado dari Rasyid dan tidak lupa bunga bugenvil kesayangannya, namun kali ini lebih indah dari biasanya. Rasyid sendiri sudah rapi mengenakan seragamnya.

"Hari ini aku akan memberikan kejutan untukmu dandan yang rapi ya."

"Kejutan apa? Tanyaku yang belum juga turun dari ranjang."

"Masih rahasia," jawab Rasyid dengan senyuman khasnya.

"Hari ini kamu izin mengajar dulu ya, tadi aku sudah telepon kepala sekolah kamu, jadi kamu nggak usah khawatir."

"Apa-apaan ini?" Ternyata Rasyid sudah merencanakan.

Secepat kilat aku berkemas, sebenarnya hari ini adalah hari tenang buatku, karena kemarin malam Vira pamit. Alasannya akan kembali ke Semarang, ada kerjaan mendadak.

"Kita mau kemana sih?" Tanyaku penasaran.

"Lihat saja nanti juga tahu," jawab Rasyid.

Rasyid menyetir dengan santai dan tenang, sementara aku terus bertanya-tanya, mau dibawa kemana aku? Jika Rasyid ingin mengajaku kesuatu tempat, kenapa dia masih menggunakan seragam? Tapi ini kan jalan menuju tempat kerjanya Rasyid. Aku hafal benar jalan ini, bekas-bekas reruntuhan karena gempa masih ada. Dan benar Rasyid membelokkan mobilnya kesana.

"Kok kesini sih, jangan bilang kalo kamu mau aku temenin kerja."

Rasyid langsung mengandeng tanganku dengan refleks aku melepasnya, malu banyak teman Rasyid yang memperhatikan. Sepanjang perjalanan dari parkiran tadi saja banyak yang memberikan hormat kepada Rasyid. Aku jadi kikuk dibuatnya.

"Jujurlah sebenarnya kita mau ngapain sih? Kalo kamu nggak mau kasih tahu aku pulang!" ancamku.

"Ya ampun cah ayu nggak sabar banget sih, kemarin aku sudah minta izin sama atasanku hari ini kamu akan mendampingi aku terbang."

Hah! naik pesawat. Kaget bukan kepalang aku mendengarnya , pesawat komersil saja aku belum pernah, sekarang aku harus terbang berdua bersama Rasyid.

"Nggak! aku nggak mau."

"Kenapa? Takut?"

"Ntar klo jatuh gimana?" Tanyaku ragu-ragu.

"Masa kamu nggak percaya sama suami ini, nggak bakal jatuh kok."

"Pokoknya nggak mau!" Jawabku tegas.

"Aku nggak pernah naik pesawat," kataku lirih.

"Waduh, ternyata itu penyebabnya, tenang aja kita akan baik-baik saja kok," jawab Rasyid sambil tersenyum membujuk.

"Tapi.."

"Udah nggak usah tapi," Rasyid langsung menggandeng tanganku. Dengan berat hati kaki ini melangkah.

Detak jantungku semakin nggak karuan setelah kami memasuki lapangan, terhampar lapangan beraspal. Bunyi berisik mesin pesawat sangat tedengar, ada beberapa yang telah terbang. Ini adalah pengalaman pertamaku melihat pesawat. Rasyid mengajakku menghampiri sebuah pesawat. Pesawat ini memang hanya diperuntukan untuk dua orang.

"Gimana sudah siap semua?" Tanya Rasyid kepada orang yang mengunakan pakaian orange sepertinya seorang mekanik.

"Sudah siap pak," jawab orang tadi sambil memberi hormat.

Setelah memasangkan peralatan keselamatan padaku Rasyid membantuku menaiki pesawat. Disusul Rasyid di tempat kemudinya.

"Kamu sudah siap, sebentar lagi kita akan terbang."

Aku tidak bisa berkata-kata hanya mengangguk yang bisa kulakukan. Sementara tanganku memegang erat kursi jok pesawat. Jangan tanya rasanya. Takut sudah pasti. Apakah semua orang merasakan hal seperti ini jika pertama kali naik pesawat?

rasanya hati ini ingin menjerit ketika pesawat ini mulai bergerak, mengambil posisi untuk segera terbang. Darahku seperti mendesir kencang, tubuhku kaku saat pesawat mulai naik ke udara. Tak terasa mulutku komat kamit menyebut nama Allah. Rasyid hanya tersenyum melihat tingkahku. Sementara dia begitu santainya mengendalikan pesawat. Terang saja ini kan pekerjaan dia setiap hari. Setelah hatiku agak tenang aku beranikan diri untuk melirik keluar jendela.

Subhanallah, indah sekali pemandangan dari atas. Ternyata begini ya rasanya naik pesawat. Tak seburuk yang kukira.

" Gimana rasanya naik pesawat?" Tanya Rasyid sambil salah satu tangannya memegang tanganku, sontak membuatku terkejut.

"Jangan mengambil kesempatan ya," jawabku sambil melepas pegangannya.

Rasyid hanya terkekeh. Sepertinya dia bahagia sekali hari ini.

"Ini adalah salah satu impianku, terbang bersama orang yang aku cintai. Indah bukan pemandangan di bawah sana. Menjadi penerbang adalah cita-citaku dari kecil. Pertama kali aku naik pesawat umur 8 tahun saat pergi ke rumah saudaraku di Jakarta. Sama sepertimu, perasaanku saat pertama kali naik pesawat takut setengah mati. Tapi setelah melihat betapa indahnya pemandangan dari atas, sejak saat itu aku mulai bercita-cita menjadi penerbang," jelas Rasyid.

Aku menyimak setiap perkataan Rasyid sambil melihat-lihat pemandangan di bawah, benar kata Rasyid indah sekali.

"Aaarrch!" Aku menjerit sekuat tenaga, Rasyid melakukan manuver yang tidak aku duga.

"Gila kamu, kalo aku jantungan gimana?" Jawabku ketakutan.

Rasyid malah tertawa penuh kemenangan. Tak terasa sudah 30 menit kami di udara. Dan Rasyid siap-siap mendaratkan pesawatnya. Alhamdullilah kami mendarat dengan selamat. Ini adalah kado ulang tahun yang terindah yang pernah aku terima. Terimakasih Rasyid hari ini aku bahagia sekali.

Bersambung ya...

Cinta BugenvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang