Part 3. Waktu main di potong

1.9K 90 1
                                    

Hepi riding.

***

Setelah selesai makan Fe dan maminya beranjak keluar dan akan segera pulang. Tapi sebelum itu Fe melihat maminya yang sedang berbicara di telepon dan Fe juga tidak terlalu peduli dan tetap melajukan langkahnya menuju parkiran sampai tidak melihat--

'Bruk'

Aduh.

"Lain kali liat-liat dong."

Fe meminta maaf kepada orang yang ia tabrak tadi, tapi insiden ini adalah salah dua orang yang sama-sama tidak hati-hati kenapa cuma Fe yang harus minta maaf? Dasar emak-emak sih mau pembelaan kayak apa juga lo tetep salah.

Duduk di bagian tengah mungkin lebih baik untuk sekedar merebahkan diri di dalam mobil milik maminya yang sedari tadi belum selesai menelpon seseorang yang di sertai cekikikan yang gak jelas.

Wah jangan-jangan mami selingkuh, pikir sang anak.

"Eh om jangan godain mami aku dong! Mami udah punya ayah aku mereka gak bisa di pisahin, om jangan dateng sebagai orang ketiga." Fe merampas kasar ponsel maminya kemudian mematikan panggilan tersebut.

Seketika maminya menatap tajam ke arah Fe, "Kamu tuh pikirannya om mulu kenapa sih? Mau dijodohin sama om? Dari tadi tuh mami teleponan sama calon guru les privat kamu."

"Karena kamu les privat dirumah, jadi jadwal les kamu ditambah. Dan mami gak nerima penolakan." Lanjut mami.

Kalo gurunya ganteng sih gak masalah les setiap hari, tapi kalo perutnya buncit, kepalanya botak, kumisnya tebel, pake kacamata, ew bisa-bisa mati konyol setiap hari les terus.

"Gapapa kalo lesnya setiap hari yang penting mami gak motong waktu Qtime aku sama temen-temen." balas Fe ingin membuat pernyataan.

"Milih potong waktu Qtime atau uang jajan? Mami sih terserah kamu, Fe hihi."

Ah kenapa mami suka menyiksa dirinya dengan dua pilihan yang sulit.

"Aku milih uang jajan aja deh, aku gak mau uang jajan aku di potong. Tapi cuma sebatas aku ngejalanin kelas 12 doang kan, mi? Setelah UN nanti udah gak ada acara potong-potongan lagi." Mami mengangguk menyetujui ucapan anaknya sendiri. Tidak ada salahnya untuk sedikit bersikap 'agak' tegas untuk anaknya yang selama ini yang pergaulannya terlalu bebas.

***

"Lo kenapa sih dari tadi kerjaannya marah-marah mulu." cetus Emma yang sedari tadi memerhatikan sikap Fe tidak seperti biasanya.

Fe membuang nafasnya kemudian mengusap wajahnya kasar, "Lo tau gak sih waktu main gue di potong sama mami."

Sedetik hening setelah itu terdengar suara tawa meledek. Sahabat macam apa ini, tertawa diatas penderitaan orang lain.

'Yampun, Fe'
'Aduh gue ngakak'
'Kirain gue ada sesuatu gitu'

"Lo kayak bocah tau gak sih?--

"Kagak." potong Fe.

Emma memutar kedua bola matanya, "Jangan motong omongan gue, nanti mulut lo yang gue potong."

"Nanti lo masuk penjara loh, itu kan termasuk pembunuhan." sambung Irena dengan tampang watadosnya.

"Kita itu udah kelas 12 wajar dong kalo mami lo itu ngurangin waktu main lo, lagian lo juga gak inget pernah ingerlt waktu." Lanjut Emma agar omongannya tidak terpotong lagi.

Seketika otak milik Fe memikirkan sesuatu. Seenggaknya gue kalo main gak pernah ke club, desisnya pelan namun terdengar oleh Emma.

"Coba ulang omongan lo yang tadi, lo gak pernah ke club? Terus setiap malem Minggu lo ngapain sama kita, cong."

"Ya tapikan gue gak ngapa-ngapain cuma joget-joget doang. Minum aja gak pernah, gue cuma mau jep ajep ajep." Fe menggerakkan tangannya kesana kemari mecontohkan saat dia menari di club.

Emma yang tampak kesal dengan tingkah laku Fe tidak melanjutkan pembicaraannya lagi. Percuma saja, Fe akan terus membela dirinya.

Teeet

Bunyi bel memberi tanda bahwa waktu Istirahat sudah habis. Emma dan Iren lebih memilih masuk ke dalam kelas, berbeda dengan Fe yang memilih untuk ke aula sekolah yang luas dan sepi.

Alunan piano terdengar indah di telinganya, sudah disangka orang yang ia cari berada disini.

"Lo bolos lagi?" Sepertinya laki-laki itu menyadari kehadiran Fe, tapi jari-jarinya tidak berhenti memainkan tuts-tuts piano.

Fe menyerahkan botol air mineral ke arahnya, kemudian meregangkan dasinya yang begitu menyekik lehernya "Gue gak suka emteka." jawabnya.

Laki-laki yang bernametag Adreno Vivian menggelengkan kepalanya, "Gue gak suka sama cewek yang bandel, suka ngebolos pelajaran." ucapnya yang nyaris memberhentikan detak jantung Fe.

Disisi lain Fe berusaha bersikap biasa saja di hadapan laki-laki yang ia sukai sejak kelas 10.

"Terus gue harus jadi anak yang baik-baik biar lo suka sama gue? Eh atau gue harus pura-pura baik ke orang-orang biar pada suka sama gue. Itu bukannya gak jadi diri sendiri ya?" Jawab Fe ketus.

Adreno Vivian atau yang biasa di panggil Reno memberhentikan aktivitas jari-jarinya diatas tuts piano, ada masalah yang harus ia selesaikan sekarang.

"Seenggaknya lo harus berubah sedikit demi sedikit jadi lebih baik, Feylisa. Pasti gue bisa suka sama lo."

"Tandanya lo gak tulus sama gue, sayangnya gue suka sama orang yang tulus."

"Berarti lo salah orang, bukan gue orangnya." sambung Reno dengan cepat kemudian pergi dari aula meninggalkan Fe sendirian.

Kenapa orang seperti Fe bisa menyukai Reno yang berprestasi banyak di segala bidang? Sementara Fe kerjaannya cuma bisa nyari masalah, masalah, dan masalah. Entah kapan ia akan berubah.

Udah pasti Reno gak suka sama gue. Reno suka sama cewek yang kalem, pinter. Yah gue mah apasih. Tapi dia tau dari mana kalo gue suka sama dia? Terus apa kabar dengan reputasi gue yang cintanya di tolak mentah-mentah oleh Reno si otak pinter.

Akhirnya bisa lanjut. Baru ada inspirasi.

Tinggalkan jejak setelah membaca^^










I see u dark readers......

Les Privat! [END] - [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang