Dance of Saturn

195 18 15
                                    

Rean POV (H-7 sebelum kepulangan Rean)

HARI semakin sore, pengunjung satu per satu mulai meninggalkan Taman V. Friedrichshain. Bayangan mulai bergeser kearah yang berlawanan dengan cahaya sore, meninggalkan jejak bayang yang memanjang pada setiap objek di taman itu.

Tak ada lagi yang tersisa, coklat dan cemilanku sudah habis.

Aku bangkit dari duduk ku, berjalan mendekat menuju tepi danau, mengamati lebih jelas air mancur di tengahnya, mengambil Kamera Polaroid yang ku bawa dalam tas selempangku lantas mengabadikan beberapa momen di taman itu. Satu jepretan untuk satu hasil foto.

Ini lah yang paling ku suka dari Kamera Polaroid atau Kamera langsung jadi, kamera polaroid adalah model kamera yang dapat memproses foto sendiri di dalam badan kamera tersebut setelah dilakukan pemotretan.

Praktis. Klasik

Kini sudah ada empat foto di tanganku, semuanya masih basah, namun hanya butuh waktu beberapa detik di angin - angini hingga gambar di kertas film itu mulai tampak.

"Sempurna!" Menatap puas hasil yang ku dapat.

Kini aku siap memberikan catatan kaki pada keempat foto yang ku ambil sore ini, kemudian menyelipkannya pada buku jurnal yang selalu kubawa di dalam tasku.

Selesai.

Ku masukkan lagi kamera kesayanganku pada tempatnya, kini aku harus segera kembali ke apartemenku. Ada banyak E-mail yang harus kubalas pukul 6 nanti, namun mungkin masih ada sisa waktu untuk ku menikmati hari ini, dan mungkin aku akan pulang dengan berjalan kaki.

"Ini akan jadi perjalanan pulang yang panjang"

Menarik nafas dalam dan mulai melangkah pergi.

***

Persimpangan jalan terlihat ramai, lampu hijau untuk penyebrang jalan telah menyala, aku mulai melangkah, bersamaan dengan pejalan kaki lainnya.

Suasana klasik yang kental masih tertanam pada setiap bangunan di sepanjang jalan protokol. Trem satu persatu melaju pada relnya, melaju meninggalkanku di trotoar jalan.

Setelah 10 menit berjalan kaki kini aku telah sampai di kompleks Pulau Museum, salah satu ikon kota berlin, tempat wisata sejarah yang tak pernah sepi pengunjung, apalagi di musim - musim sekarang ini

Mengapa dinamakan Pulau Museum? Jelas karena kompleks Museum tersebut berada tepat di tengah - tengah aliran sungai Spree yang membelah Berlin. Terdapat lima museum utama di pulau itu, dan hanya ada satu kata untuk mengekspresikan kelima museum megah tersebut "Menakjubkan!".

Aliran sungai nampak mengalir lembut, kapal - kapal Feri berlalu lalang di sepanjang aliran sungai Spree, penumpangnya terlihat ramai, sibuk berfoto atau sekedar ngobrol ringan bersama rekan satu perjalanan, berbincang tentang museum yang mereka lewati dengan kapal Feri.

Tenda - tenda penjajah makanan mengembang di sepanjang tepi sungai, menyajikan suasana yang berbeda dari tempat - tempat makan pada umumnya. Menyuguhkan pemandangan sungai Spree dan kompleks megah Pulau Museum.

Pemandangan ini sungguh sayang untuk sekedar di lewatkan, namun aku harus bergegas, dan hanya mengambil beberapa foto untuk kemudian kembali melanjutkan perjalanan pulang.

Matahari bersinar terik namun tak terlalu membakar kulit, tidak seperti di kotaku, matahari terasa sangat membakar kulitku.

***

Dua puluh menit sudah, dan kini aku telah sampai di depan apartemenku. Aku tak ragu melangkah masuk, menyapa Emma yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Dia baik dua tahun tarahir ini, dan begitu juga penghuni apartemen lainnya.

RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang