Epilog

89 5 1
                                    

Pernikahan Daviska & Tya
19 April


HARI ini sorak sorai tamu undangan memenuhi taman kota.

Ya… pernikahan Daviska dan Tya memang mengambil tempat di taman kota, mereka sendiri yang memintanya, bahkan ketika nadine menolaknya secara halus. Namun apalah daya, Nadine hanya perantara terlaksananya pernikahan suci mereka. Apa boleh buat, semua tetap pada rencana yang seharusnya.

Hari ini taman kota nampak teduh, pepohonan rindang membuat suasana semakin menyejukkan, burung-burung berkicau riang, dan angin pun berhembus cukup lembut. Hari nampaknya takan ada hujan, namun entahlah, kota ini tak pernah konsisten tentang hal itu.

Alunan musik merdu  membawa para tamu hanyut dalam kebahagiaan dua orang insan yang baru saja resmi memiliki buku yang harganya tak mahal, mungkin di tukang poto copy pun banyak, hanya saja cara mendapatkannya yang sungguh susah.

Daviska dan Tya tampak bahagia sekali. Berdansa di antara para tamu yang bersorak saat Daviska mengangkat tubuh pasangannya dan menurunkanya lagi untuk di peluk sangat mesra. Sekali lagi para tamu bertepuk tangan dan kembali bergabung dalam alunan musik pagi itu.

Namun rasanya bahagia hari ini bukan milik Nadine.

Bayangan tentang Stasiun Kota Tua melambung tinggi, Nadine menatap kosong gelas yang ia pegang sedari ia pertama kali duduk. Ia melihat bayangan dirinya memantul di atas minuman. Tak ada raut bahagia di wajahnya. Seperti ada mendung yang bergelayut dan tak mau pergi.

***

Tamu undangan silih berganti, datang dan pergi tanpa henti. Pramu saji pun tampak sibuk melayani para tamu. Sedang pengantin sibuk mengobrol sana sini, tertawa dan saling berjabat.

Namun Rean tak kunjung datang…

Nadine tahu itu. Mungkin kejadian di stasiun merubah banyak hal yang seharusnya tak terjadi. Dan ia kini jatuh pada lebih banyak pertanyaan.

Alunan musik kini berhenti, dan kembali setelahnya dengan melantunkan lagu yang tak pernah Nadine bisa lupakan.

I Do - A Rocket To The Moon

Nadine hanya dapat menghela napas tertahan. Hatinya kini terasa berat.

Waktu kini berjalan semakin cepat, namun lambat terasa bagi Nadine. Sore telah menjelang, alunan musik telah sepenuhnya berhenti. Dan keramaian sedikit demi sedikit berkurang. Menyisaka dua mempelai yang kelelahan dan beberapa staff EO.

Rean pun tak kunjung datang…

***

Nadine masih tetap duduk melamun sembari sesekali melempar senyum datar para orang-orang yang lewat menyapanya. Hingga akhirnya seseorang menegurnya dan mengalihkan perhatiannya.

“Ia sebenarnya datang lebih dulu dari siapapun, Dine” Tegur Tya memutus lamunannya.

“Bagaimana mungkin?” Balas Nadine penuh ketidakpercayaan. Namun rasanya kalimat Tya pun takan merubah apapun.

“Ia menitipkan ini untukmu” Tya menjulurkan secarik kertas berisi tulisan tangan Rean yang khas.

Wajah Nadine kini sedikit merekah dan tanpa menunggu lama Nadine langsung membuka dan membacanya…

~

…Hi Dine,

Sudah dua tahun kita tak bertemu, bagaimana kabarmu? Kukira jarak akan merubah segalanya. Nyatanya semua tetap sama, bahkan saat aku hanya berdiri satu meter di sampingmu…

Semua telah berubah, dan aku harap kau bahagia…

Doakan waktu agar memberiku jawaban atas dirimu yang selalu di ujung jarak penantianku…

Rean.

~

RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang