Rean POV
SEMALAM rasanya aku tak dapat menemukan irama tidurku. Gelisah, dan rasanya ada yang mengganggu tidurku. Dia? Yah dia.
Mungkin semua ini adalah pengaruh pesanku semalam, membuatku tak sabar menunggu pagi, membuatku gelisah hingga fajar. Entah akan di namakan apa perasaan ini. Rasanya ini seperti denyut baru yang belum pernah kurasakan sebelumnya.
Semalam, ia juga merayap perlahan melalui mimpi - mimpiku, meninggalkan jejak - jejak baru yang memudar seiring fajar. Terasa sekali bahwa aku kini benar - benar ingin bertemu dengannya “lagi”.
***
Waktu kini menunjukan pukul 7, dan alarm mulai meraung membangunkanku. Namun aku tak peduli, aku kembali bergulung pada selimutku. Dan demi apapun, kasur ini memang memiliki daya tarik lebih kuat dari apapun di alam semesta ini. Aku menyebutnya Infinite Gravity.
Namun sinar fajar kini mulai menyilaukan mataku, memaksaku mengusap mata yang masih sepat. Aku kemudian duduk bersandar pada dinding dan menggeliat melemaskan otot - otot yang menegang, membiarkannya rileks setelah semalaman berdansa.
Semalam. Bersama Nadine.
***
Ya, Nadine! Bagaimana bisa aku sampai lupa. Apakah dia membalas pesanku semalam?
Astaga cemas aku mencari di mana sebenarnya smartphoneku berada, karna aku tak dapat menemukannya dimana - mana. Aku sudah mencarinya di balik bantal, selimut bahkan di kolong pun aku tak menemukannya.
Dan ternyata setelah aku menenagkan diri sejenak, dan mencarinya dengan sangat hati - hati, ahirnya aku dapat menemukannya. Semalam aku meletakannya tepat di belakang benda yang amat ku benci setiap paginya “Alarm” yang bahkan sampai sekarang masih berdering membangunkanku, pantas saja aku tak menemukannya dimana - mana.
Setelah kuperiksa, terlihat bahwa lampu LED penandaku berkedip biru. Artinya ada satu pesan baru. Lantas dengan wajah sumringah aku segera membuka aplikasi pembuka pesan di smartphoneku, tak sabar aku melihatnya balasan dari Nadine.
Namun wajah sumringahku tak bertahan lama. Setelahnya aku hanya dapat tertunduk, hilang sudah harapanku. Ini semua bukan tentang ia menolak ajakanku, tapi tentang siapa yang sepagi ini sudah mengirimiku pesan.
OPERATOR SELULER! SIALAN…
Tak selera aku melihat isi pesannya, pasti sama. Berisi soal promo terbaru mereka atau hanya sekedar pemberitahuan rutin. Pupus sudah harapanku.
***
Waktu kini terasa berjalan sangat malas, dan kini aku mulai malas dengan banyak hal. Mandi? Ya, dan mandi jadi hal terahir yang belum ku lakukan pagi ini, walaupun waktu kini telah menunjukan pukul sepuluh. Astaga kemana sebenarnya moodku pergi? Aku hanya ingin man…
Blup! Blup! Blup!
Di,
Astaga menganggu saja!
Kini dering smartphoneku benar - benar memutus rengekanku. LED biru, pesan baru? Operator lagi? Jika iya maka hari ini adalah hari tersialku.
Dengan malas aku mengaktifkan layar utama ponsel pintarku dan melihat apakah operator itu lagi yang menghubungiku, dan Voila! Ternyata dugaanku tepat. Operator seluler yang sama dengan isi pesan yang sama. Berahir sudah hari ini.
Dan sebelum aku benar - benar melempar ponselku ia sudah kembali berdering ‘lagi’…
Blup! Blup! Blup!
Lagi? Operator seluler? Namun sebelum aku mencaci untuk kedua kalinya, namanya sudah muncul secara ajaib di layar smartphoneku, dan satu pesan darinya kini telah merubah pagiku. Ini yang dari semalam ku tunggu. Pesan dari Nadine.
Aku takan menunggu untuk membaca pesan darinya…
“Hei ninjaku… Maaf aku baru membalas pesanmu, aku baru saja bangun. Semalam benar - benar melelahkan, dan aku butuh hibernasi yang cukup panjang. Ya aku baru saja selesai mandi…
Terimakasih kau sudah mengantarkanku melewati kucing - kucing preman di gang rumahku, dan yaaa… Sampai jumpa hari sabtu pukul 5, aku akan dengan senang hati berada di sana bersamamu…
Tertanda: Rapunzelmu—Nadine”
Gemetar aku membaca isi pesan darinya. Hari sabtu pukul 5, aku tak menduga jika ia mau menemaniku sabtu sore nanti. Ini benar - benar di luar dugaanku. Kau memang berbeda, Dine. Dan aku tau itu dari mata birumu.
Percayalah, sejak pesan itu disampaikan untukku. Hari - hari berjalan sangat cepat, ratusan pesan menghiasi hari - hari itu. Dan setelah beberapa hari penantian, akhirnya tiba juga hari yang ku tunggu - tunggu
***
Author POV
HARI itu. Bulan Desember, pukul 5 sore, mereka berdua adalah senja. Mereka adalah hujan. Mereka adalah kabut yang lembut di atas rel. Dan hari itu ia percaya akan sesuatu… Senja saat itu terasa lebih manis dengan simpul pelangi di wajah perempuan di sampingnya.
Dan hujan menyaksikan mereka dalam diam.