SUDUT PANDANG NADINE
SUDAH dua tahun.
Ia pulang.
Aku harus apa?
***
"Dine! Hey Dine!" Tegur Tya, mengusiknya dari lamunan.
"Aku yakin kau pasti cocok dengan gaun ini".
Lanjutnya, tak terlalu terganggu dengan Nadine yang akhir-akhir ini lebih banyak melamun.
Nadine hanya tersenyum, canggung.
"Hhhhh, Aku tau Dine. Kau masih memikirkannya bukan?" Ucap Tya.
Kini Nadine akhirnya menyerah pada dirinya sendiri, melepaskan segalanya untuk di ceritakan kepada Tya.
"Aku yakin kau pasti sudah tau jawabannya Ya, namun aku tak tahu harus berbuat apa" Jelas Nadine, wajahnya kini berubah bingung. Seperti ada hal yang terus menaunginya.
"Kau mungkin memang harus menemuinya, Dine. Aku telah memintanya untuk datang ke pernikahanku. Karna... kau tau bukan kalau ia sahabat Daviska, bahkan sebelum itu, ayah mereka sudah bersahabat dari mulai mereka belum mengenal kehidupan. Jadi Ia pasti datang dan kau harus menemuinya!".
"Tapi bagaimana?"
"Bagaimana? Apanya yang bagaimana? Kau yang lebih tau pastinya! Aku yakin kau akan menemukan jawabannya. Kau yang telah memilih". Tegas Tya dengan nada mantap dan tatapan penuh keyakinan bahwa sahabatnya ini bisa melewati semunya yang mungkin akan Nadine jelang besok. Lagi pula di pernikahan Tya akan ada banyak orang, tak akan banyak yang memperhatikan mereka berdua jika sampai mereka bertemu.
"Ku harap begitu..." Balas Nadine malas.
"Gadis bodoh! Apa perlu aku memanggilmu 'gadis menjelang wanita yang labil'?" Ledek Tya sambil tertawa memegangi perutnya.
Wajah Nadine kini berubah sebal, ia spontan mengacak-acak Tya yang masih saja tertawa menggodanya.
"Astaga! Lihatlah! Daviska pasti tidak akan mau menikahimu jika kau terlihat seperti pertapa kusut seperti ini. HAHAHA" Balas Nadine dengan nada mengejek yang sangat amat kentara.
"Kita lihat saja besok!" Tegas Tya dengan wajah menantang, kemudian mereka berdua kembali tertawa.
"Terimakasih, Ty."
"Sudah jadi tugasku untuk menjagamu saat kau belum menemukan seseorang yang baik"
"Beruntunglah aku" Pikir Nadine.
***
Lusa pernikahan Daviska dan Tya akan di langsungkan. Mereka berdua yang menyewa jasa EO dari perusahaan dimana Nadine bekerja, semuanya berjalan lancar. Undangan, catering, lokasi, band dan segala keperluan yang kedua pasangan itu minta telah sempurna di kerjakan.
Bisa di bilang tim EO ini adalah yang terbaik di kota ini. Pantas saja mereka melakukannya dengan amat sangat rapih. Walau memang tekanan yang di berikan dari pekerjaan ini sangatlah tinggi, dan Nadine seringkali terlihat seperti hantu jeruk limau yang tak karuan bentuknya karena banyak memikirkan "To do list" yang se-abreg.
Ya, akhir-akhir ini Nadine memang sibuk dengan semua itu. Sibuk dengan urusan kantor dan project-project yang ia kerjakan. Hanya saja itu tak cukup membendung banyaknya kenangan yang bergaung di kepalanya. Pertanyaan membanjirinya bak hujan di bulan Desember.
"Akan kah dia datang di pernikahan Tya?"
"Akan kah dia masih mengingatku?"
"Sudahlah, lupakan... " Pikirnya.