Hujan & Saturnus

96 8 1
                                    

“Apa kabar Rean?.” — Nadine

Nadine POV (H-7 sebelum kepulangan Rean)

APA kabar Rean? Sudah ratusan senja yang kulewatkan hanya sendiri, menatap kosong monumen kota dan menghidupkan delusi tentang bagaimana kita dulu menghabiskan waktu - waktu panjang kita di sini, di taman kota.

Langit yang berubah jingga dan lampu - lampu temaram bukanlah penghakiman untuk kita saat itu, kita tak akan pulang hingga bulan sempurna menggantung di langit, tak payah pula kita memikirkan untuk mandi. Bagiku berada bersamamu telah melunturkan apapun yang ku inginkan.

Namun kau tau, kini kau jauh di seberang lautan. Tak cukup keras suaraku untuk memanggilmu di sana, dan senja kini jadi penghakimanku untuk kembali kerumah, sendiri, di tertawakan temaram.

Aku pulang.

***

Rumahku terbilang cukup dekat dengan taman kota, tak sampai 30 menit aku sudah sampai di ambang pintu, mengucap salam dan bergegas masuk. Aroma masakan yang lezat seketika menghunus indra penciumanku.

Khas masakan mamah.

Ia sedang berada di dapur, ramah menyambutku pulang, tersenyum dan menawarkan makan malam. Entah lah, aku tak selera untuk makan. Mungkin nanti, aku kemudian pamit pergi ke kamarku.

Pukul 6.30

Masih ada banyak waktu untuk ku membersihkan diri dan mempersiapkan segala keperluan meeting di café Saturn.

***

Di luar langit semakin gelap, awan mendung mulai membungkus kota, dan dingin mulai turun perlahan, membuat ku malas untuk mandi.

Ayolah! Tak apa, hanya beberapa menit. Penting untuk ku agar aku tak terlihat seperti mayat hidup di depan para kolega.

5 menit berlalu sudah.

Selesai sudah ritualku di kamar mandi, kurasa cukup, namun ku kira hal semacam itu sangat janggal di lakukan oleh kebanyakan perempuan “Mandi 5 menit?”.

Biarlah, aku tak peduli, parfum mungkin akan menyelamatkannku.

Malam ini aku akan memilih baju yang lebih casual, tempat meetingku kali ini adalah café, akan terlihat lucu bila aku memakai gaun dan sepatu kaca.

Well, perfect!

Aku harus segera turun, izin pada mamah dan pergi ke Theta Bookstore dan membeli beberapa peralatan kemudian sesegera mungkin menuju café Saturn.

Mamah terlihat masih sibuk dengan masakannya, mengaduk ini dan itu, melihat kembali buku resep dan sesekali mencicipi hasil karyanya.

Ia terlihat sangat senang.

“Mah aku pergi dulu yah, jam 8 aku ada meeting dengan kolega”

“Kamu tidak makan di rumah Dine? Mamah sudah buatkan spaghetti kesukaanmu dan beberapa kue kering”.

“Emm… Nadine buru - buru mah, sisakan saja untuk ku, seperti biasa, okay?”

“Baiklah, akan mamah sisakan. Tapi setidaknya bawa ini”

Kini mamah telah menjulurkan kantong kertas berwarna coklat, tidak berat, mungkin hanya makanan ringan yang tadi mamah katakan.

“Bawa ini, cukup untuk mengirit uang jajan mu, Dine”

“Okay, thanks mom! Bye then!”

“Hati - hati di jalan Dine! Jangan sampai kehujanan lagi!

"Baiklah!"

RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang