“PASTIKAN tidak ada barang-barangmu yang tertinggal Rean. Aku tak mau melihatmu merengek di bandara nantinya” Ujar Louis.
“Jaraknya memang tak jauh Rean, tapi aku malas bila harus mengantarmu dua kali” Tambah Emma.
Hari ini telah tiba. Aku akan pulang.
“Sudah semuanya kawan-kawan. Let’s go!”
Louis yang memimpin menuju depan apartemen. Mobilnya telah terparkir rapi di depan apartemen. Louis membantuku memasukan koper dan tasku kedalam bagasi. Setelahnya kami mulai berkendara membelah jalanan Berlin menuju Berlin Tegel Airport.
Emma mengisi bangku depan menemani Louis bercakap-cakap. Sedangkan aku berada di barisan jok kedua, menatap jalanan berlin yang mulai tak asing lagi bagiku.
Pagi ini aku benar - benar terkejut, rasanya aku terpaku pada layar smartphoneku untuk selamanya. Namun kedatangan Louis dan Emma ke kamarku telah menyadarkanku.
Mimpi apa aku semalam? Karna setauku, itu adalah pertamakalinya ia menghubungiku lagi setelah dua tahun ia menghilang di telan jarak.
Aku pulang, Dine…
***
Perjalanan menuju bandara tak memakan waktu yang lama. Hanya 27 menit dari apartemen milik Emma. Ya selama yang aku tahu, apartemen itu adalah miliknya. Dan mungkin setelah Louis dan Emma menikah mereka akan membangun cafe di apartemen milik Emma.
Louis sudah menurunkan barang-barang milikku dan mengantarku menuju lobby keberangkatan. Rasanya mereka berdua semakin dekat saja, dan aku bisa melihat bahwa mereka pun tak bisa dengan mudah melepasku pergi.
“Ayolah kawan-kawan kalian tidak sedang melepasku ke nirwana” Ucapku menenangkan.
“Aku tau kau pasti akan merindukanku Rean” Ucap Emma, matanya terlihat sedikit berkaca-kaca.
“Jaga dirimu baik-baik kawan. Berikan salamku untuk teman-temanmu di Indonesia. Kalau bisa beritahu John, berikan sedikit ilmunya padaku” Kata Louis sembali menjabat tanganku.
Aku hanya mengangguk, merangkul mereka satu persatu dan melambai meninggalkan mereka menuju pesawatku.
Sayonara Berlin…