Lilin Untuk Saturnus

85 9 0
                                    

"Malam itu ku temukan warna baru selain Abu - abu" -Rean

Rean POV

SATU persatu pengunjung cafe mulai meninggalkan meja mereka masing - masing, menuju lantai dansa, tangan saling bertautan dan berdansa mengikuti musik yang mengalun lembut.

Di luar hujan tidak menandakan akan berhenti.

Aku masih terus menatapmu yang menatap hujan, berharap menjadi salah satu tetesnya, hingga kau dapat melihatku dengan kedua mata birumu yang indah itu.

Saat itu semua seperti bergerak dalam gerakan lambat, hanya dirimu yang saat itu terlihat hidup, bergerak amat anggun dan mengedipkan mata dengan amat sangat perlahan.

Kau anggun malam itu, menaburkan debu galaksi dalam kopiku, mengalihkanku dari semesta.

Kau masih disana, duduk tak bergerak menatap hujan yang kian deras, menderu, membuat kaca di depanmu mengembun. Dingin, dan aku masih duduk di sisi terjauhmu.

Menatapmu dengan penuh harap, yakin bahwa kau tak kan bisa menolak setiap alunan musik yang di lantunkan pemusik malam itu. Memainkan jari - jarimu yang lentik. Mengetuk - ketuk meja, mengikuti iramanya.

Aku tak akan membuang kesempatan ini. Aku mungkin manusia paling konyol di tongkrongan ini, namun aku bukan pengecut.

Terimakasih semesta!

Kini aku telah bangkit dari dudukku, merapikan pakaian dan berjalan menghampirimu. Gravitasi kini terasa lebih berat, terasa berkali - kali lipat dari biasanya, dan di setiap langkahnya aku seperti manusia baja yang berjalan di atas magnet berukuran raksasa.

Namun aku tak dapat lagi menahanmu dari mataku. Aku tak akan mundur walau hanya satu mili dan kau harus ada dalam tarianku malam ini.

***

Astaga!

Kau bahkan lebih indah dari musim semi, wangimu bahkan sudah tercium sebelum aku sampai pada ragamu.

Namun entah apa pasalnya, tiba - tiba lidahku terasa kelu, rasanya ia tergulung sepenuhnya ke dalam mulutku dan terkunci rapat. Aku mulai panik dan gemetar, bulir - bulir peluh mulai nampak di sebagian tubuhku.

Aku gugup.

Mungkin sudah seharusnya aku berbalik dan mengambil seribu langkah untuk pergi.

Namun pada saat itulah kau berbalik, menatapku yang berdiri kaku seperti mayat hidup di pinggiran mejamu, kaulah yang lebih dulu menyapaku.

"Malam Mas Rean" Kau tersenyum, tertawa kecil saat menyapaku.

"Kau...kau tau namaku? Ba...ba...bagai...bagaimana bisa?"

Sial! Aku semakin terlihat bodoh di hadapannya! Bahkan dengan atau tanpa aku bertanya pertanyaan bodoh itu.

"Aku tau banyak tentangmu dari John" Tersenyum mengedipkan satu matamu. Memberi isyarat pada John di meja bartender yang memang sedari tadi memperhatikanku.

"John? Astaga! Baiklah lupakan John, emm maksudku! John yaa John... ahh!" Rasanya aku mulai kehilangan seluruh kalimat yang sudah kubangun dan merasa semakin kikuk di depannya.

Awas saja kau John! Aku akan membalasmu.

"Katakan saja Rean…" Kini kau tersenyum, menunggu.

"Mau kah kau berdansa denganku? Kau tak akan mau melewatkan malam ini hanya duduk dan melihat mereka berdansa, bukan?" Rayuku sembari mengulurkan tangan yang sedikit basah oleh keringat.

Kini kau bersemu merah, meremas jemarimu di atas pahamu, malu. Namun kau kembali menatapku

"Baiklah, bawa aku ke Saturnus... " Meraih tanganku dan tersenyum. Kau dan aku kini mulai melenggang menuju Saturnus, menyambut musik dan menanti senyummu di setiap detiknya.

RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang