"Aku bertanya pada kekosongan, menatap sekitar. Tak ada yang akan menjawab." - Rean
Rean POV (H-7 sebelum kepulangan Rean)
Coklat panas di tanganku sedikit demi sedikit kuteguk perlahan, menikmati aromanya yang menenangkan, dan mengunyah beberapa potong kue yang ku beli bersamaan dengan coklat panas di tanganku. Uap masih mengepul dari cup yang ku pegang, membentuk semburat tipis yang menari dengan anggun di udara. Menghilang bersama angin.
Aku masih tak beranjak dari tempat duduk ku. Membiarkan kenangan membanjiri ruang - ruang kosong yang telah lama kau tinggalkan.
Mengingat setiap kejadian di taman itu... lagi.
***
"Aku tak akan melupakannya" - Nadine
Nadine POV
Fajar telah sepenuhnya habis, matahari kian meninggi. Sinarnya kini bagai pedang cahaya yang menembus rimbunnya pepohonan di Taman Kota.
Hari ini sangat indah, dan tak ada hal lain yang ingin kulakukan selain menghabiskan waktuku bersamamu.
Kau masih di sampingku, merengkuhku erat, dekat, hangat. Aku masih bersandar di bahumu, menggenggam tanganmu dan kau balas menggenggamnya lebih erat.
Gumpalan awan putih menggantung di atas kita, terlihat manis seperti domba - domba mungil yang begitu menggemaskan, saling berkejaran di birunya langit. Atau mungkin seseorang sengaja menerbangkan permen - permen kapas ke langit. Dan aku selalu suka permen kapas.
"Hei Rean" Bisikku.
Kau menoleh padaku, bersiap mendengarku mengoceh.
"Andai jika semua awan itu adalah permen kapas, kau mungkin tak perlu lagi berlarian hingga berkeringat mengejar si penjual permen kapas langgananku". Bisikku menahan tawa.
"Hanya sajaaaa... kau mungkin harus membuatkan aku tangga yang sangaaaaaaaat tinggi untuk meraihnya" Lanjutku sambil tertawa.
Kau terkekeh, tersenyum melihatku yang tertawa lepas, walaupun kau tau aku selalu mengatakan hal yang sama setiap kali kita bertemu, hanya kau lah satu - satunya orang yang tak pernah lelah mendengarnya.
Mendekapku semakin erat.
Tidak ada hal lain yang ku inginkan selain dekapmu yang kujadikan jawaban atas segalanya.
"Dine, aku mau pergi sebentar, awan - awan itu sepertinya memaksa untuk ku kejar hingga dapat. Kau tidak keberatan bukan?" Katamu sembari tersenyum dan menoleh lembut ke arahku.
"Baiklah, tapi dengan satu syarat". Balasku meminta syarat.
"Apa? Tapi jangan pernah meminta Saturnus semakin dekat dengan orbit kita, Okey!" Protesmu sambil bersedekap.
"Baiklaaaaah...! Tapi bawakan aku sesuatu! Atau bawakan saja penjual permen kapas langgananku... yah!". Balasku sembari tertawa, mengulas senyum terbaikku, menyipitkan kedua mataku.
Namun aku selalu tahu, bahkan tanpa aku memintanya kau pasti akan membawakanku sesuatu.
Bahkan aku masih ingat, kau pernah membawakanku anak ayam berwarna merah. Dan tertawa saat anak ayam itu mengotori celanamu.
Dan kau adalah orang terkonyol yang pernah ku temui.
Kini kau telah bangkit dari dudukmu, melangkah pergi mengejar awan - awan yang menggemaskan itu. Meninggalkanku sendirian menatap monumen kota yang terletak di seberang Taman Kota.
Merindukan hadirmu di sisiku.
Seakan - akan aku tidak membutuhkan waktu untuk merindukanmu.
Waktu seakan berjalan lambat, burung - burung merpati terlihat terbang dalam gerakan lambat dan dedaunan jatuh dengan lembutnya.
