Tubuhnya Yang Menghipnotisku

27 6 4
                                    

Setelah mendapatkan hukuman yang kurasa sudah cukup jika hanya kesalahan kami pada, Menaik keatas meja saja.
"Ayo, Alec!"
"Ayo!"
"Kalian mau kemana?" Tanya kedua Tigers itu.
"Alec mengajakku jalan-jalan..."
Mereka menatap Alec dengan cemberut.
"Ikut ya! Boleh tidak?"
Alec menutup wajahnya dengan satu tangannya.
Aku pun menutup mulutku. Astaga aku pasti salah bicara.
"Boleh tidak?"
Aku mengangkat bahuku dan tetap menutup seluruh permukaan bibirku.
"Alec?" Tanya mereka.
"...Ya...Sudah..." Alec mulai geram.
Mereka pun tertawa.
"Bercanda saja!"
"Hah? Eh tidak apa-apa kok! Ikut saja."
"Serius?"
Alec mengangguk perlahan.
Kami pun langsung meluncur kewahana bermain. Dunia fantasy.
Kami sekelompok, Berlarian kearah depan sekolah.
Dan menunggu bus di halte.
Alec berbisik kepadaku.
"Keinginanku untuk pergi denganmu berdua, tak terkabulkan!"
Aku tersenyum.
Nicky mendekatiku, dan bergumam.
"Nanti jangan bermain dengan Alec ya! Dia itu payah. Sebentar saja sudah muntah-muntah" Nicky pun tertawa kepada kata-katanya sendiri.
Alec yang mendengarnya langsung marah.
"Hei! Jangan meledekku!"
"Tapi kan memang betul?" Julian menambahkan.
Alec meremas seragamnya dengan geram.
Kami semua termasuk Alec pun tertawa.
Namun, Tawa kami harus berhenti dengan kedatangan Cherry, siswi berlidah tajam itu.
"Aduh dia lagi!" Ujar mereka bertiga.
"Tapi baguskan? Jadi bukan hanya aku saja yang perempuan."
Mereka segera memalingkan wajah ke arah dimana tidak ada Cherry.
"Tigers ku!" Cherry melambaikan tangan dan berlari.
"Kekasihmu Alec!" Kataku padanya.
"Hah? Ah... Buk-"
Cherry memeluk Tigers.
Aku hanya bisa terdiam dan memegangi kacamataku.
"Kok kalian sama gadis B.R sih?"
"B.R?"
"B.R itu artinya "buruk rupa". Masa kalian tidak tahu sih?"
Alec mencubit mulut Cherry.
"Aww... Ah Alec sakit tahu!"
"Makanya jangan sembarang bicara!"
Nicky yang ada disebelah Alec pun menghampiriku.
"Xin, Jangan sakit hati. Ia memang gadis berlidah tajam" Nicky mengatakan tanpa segan-segan walau didepan Cherry.
"Kok kau tahu aku memanggil Cherry dengan kata itu?" Aku berbicara dengan suara yang tekanannya amat rendah.
"Benarkah?"
Sebelum aku sempat mengatakan sepatah kata "Ya", bus pun datang.
"Ya, Ini yang kita tunggu!" Julian memasuki mobil.
Kami pun mengikuti mereka.
Tetapi, Keadaan bus itu lagi-lagi penuh.
Kami pun tidak kebagian duduk. Hanya mengalah untuk Cherry yang sedang menduduki kedua bangku sekaligus.
Aku yang sudah trauma dengan hal yang tak menyenangkan itu pun menegang.
Dan benar saja, Kurasakan hal itu kembali.
Aku bergemetaran.
Tetapi, Anehnya ia hanya menyentuh bukan mencolek.
Setelah kulihat-lihat lagi... Ternyata itu tangan Nicky yang tak sengaja menyentuh bagian belakangku.
Sedikit lega sih, Tetapi membayangkan hal gila itu terjadi dengan Nicky membuatku bergemetar juga.
Aku berbalik menghadap Nicky. Dan memojokkan diri ke samping tempat duduk.
"Ada apa?" Tanyanya dengan wajah polos yang cute.
Aku menunduk malu sekali.
Kurasakan wajahku sepertinya memerah, karena aliran darah diseluruh kepalaku.
"Wajahmu memerah?"
Benar saja! Ketahuan juga... Padahal berusaha kututupi dengan rambutku.
Ia tersenyum dan kembali bertanya.
"Apa kau sedang mabuk? Kalau iya, Aku akan menyuruh Cherry berbagi tempat duduknya itu kepadamu."
Aku menggelengkan kepalaku.
"Baiklah kalau begitu... Jangan gelisah!. Sebentar lagi kita akan sampai"
"Me...mangnya sudah dekat ya?"
Ia mengangguk.
Walau aku terus menunduk tetapi sedikit banyak aku dapat melihat gerak-geriknya.
Beberapa menit berlalu..
Kulihat ada seorang tante, yang bertubuh cukup besar.
Ia menabrakku yang membuatku tersisih. Dan diriku bersentuhan dengan Nicky.
Bahkan aku bisa mendengar detak jantungnya. Aku bisa merasakan hangat tubuhnya. Aku bisa menghirup aroma tubuhnya yang wangi sekali.
Tubuhnya terasa menghipnotisku.
Keadaan ini terus bertahan kurang lebih dua puluh detik.
"Apa kau butuh sesuatu?"
Dan kemudian aku tersadar dan mendorong tubuhku kebelakang.
"Maaf Nicky!... Tante itu mendorongku... Aku tak dapat menahan diriku sendiri"
Ia tersenyum yang sangat manis bagiku.
"Ya...Santai saja!"
Aku menggigit bibirku sendiri, Bagaimana bisa aku bertahan dalam keadaan seperti itu?
Aku memejamkan mataku erat-erat.
Dan... Apa?
Kita sudah sampai?, Sungguhkah tempat yang kami tuju sudah tiba didepan mata?

Kami pun turun dan berjalan masuk kedalam.
Aku masih terus menahan rasa malu itu dan mengepalkan tanganku.
Sebelumnya, Aku tak pernah mendapat kontak fisik (bersentuhan) dengan siapa pun.
Tubuhku mulai bergemetar.

To be continue...





If Love Is BlindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang