"Xin, Ini sungguh lukisanmu?"
Tanya sang juri itu yang memakai blazer ungu dengan wajah yang terlihat lebih muda dari usianya.
"Ya..."
Aku mengangguk.
"Ide siapa?"
"Ide yang terlintas dipikiran saya"
Ia mengangguk kecil dan tersenyum.
Ia mencatat sesuatu dikertas kecil berukuran letak foto yang berada dalam dompet.
Ia menyelipkannya dikantong bajuku.
Aku memandangnya dengan tatapan bingung.
Bibir juri itu mendekat ketelingaku.
"Bacanya dibelakang panggung, ya!"
Aku mengangguk kecil.
Aku dikejuti oleh suara pembawa acara.
"Agar menjadi kejutan. Lukisan yang menang dalam acara akan dipaku dimading, Besok!. Acara ditutup terimakasih!"Aku berdiri dibelakang panggung.
Dengan terus mendengarkan kata-kata Tina yang terus memujiku dan mengakui kalau dirinya sedikit iri denganku.
"Kenapa kamu harus iri, Tina?"
"Karena aku yakin pasti kamu yang menang. Soalnya, Kalau juri sudah terpana dengan lukisanmu. Sekali kedip saja pasti sudah kamu yang menang"
Ia terkekeh.
"Tetapi, Apapun yang terjadi itu semua karena kamu yang mengajarkan aku dalam bidang melukis. Aku jadi tidak enak hati, Nih."
"Eh kok begitu. Tidak kok, Aku senang bisa mengajarkan seseorang. Dulu aku mengajarkan orang melukis. Nah, Apa salahnya bila aku mengajarkan sahabatku?"
Aku mengangguk dan kami berpelukan
Ia meninggalkanku.
Aku kah pemenangnya?Keesokannya...
Aku berlari sekencang angin yang berhembus kencang.
Hujan lagi hujan lagi, Aku harus mensyukurinya.
Aku sungguh tak sabar dan gugup, Siapakah pemenang kontes itu?
Aku berjalan dengan ragu kearah mading.
Cukup sulit melihat karena banyak siswa dan siswi yang berada disana sedang melihat kemading, Tetapi akhitnya aku dapat melihatnya.
Dan mataku secara reflek langsung terbelalak besar. Lukisanku yang dipilih?
Mulutku terbuka lebar menganga.
"Tiga pria yang berada dalam mimpi abstract "
Adalah pilihan sang juri?
Ah bahkan aku lupa membaca surat dari juri perempuan itu.
Aku membuka kertas itu dan membacanya.
"Aku takkan memberitahu hingga esok...
Akan ada kejutan untukmu!"
Ah bagaimana aku bisa lupa dengan surat ini.Aku berlari kearah mading dan tersenyum melihatnya.
Tangan pria menepuk pundakku dengan lembut.
Aku menoleh kearahnya dan terkejut.
"Julian? Kamu?"
"Selamat ya, Lukisanmu memenangkan acara kemarin!"
Ia menjabat tanganku, Oh... Sungguh rindu dengan sentuhan tangan ini.
Tunggu! Bukankah mereka menjauhiku sebelumnya?
Apa karena kemenanganku ini aku dapat bertemu dengan mereka.
Walaupun bertemu dengan mereka hanya karena mereka memberiku selamat. Itu sudah sangat baik.
Ia berniat untuk meninggalkanku. Tetapi aku kembali menggenggam tangan lembutnya.
"Julian!"
Ia menoleh kearahku dengan tatapan yang penuh tanda tanya.
"Kamu ingin pergi kemana?"
"Kekelas tentunya..."
"Aku...Ak-"
Aku sungguh tak rela bila aku kehilangannya. Baru saja kurasakan suatu hal yang sempat hilang datang kembali.
"Aku... Akan mengantarmu!"
Ia tersenyum kepadaku dan menolak dengan halus.
"Nanti kamu terlambat masuk sekolah"
Aku menggelengkan kepalaku.
"Baiklah kalau begitu!"
Ia tertawa dan kami menyusuri koridor yang biasa kuanggap panjang, Tetapi saat ini koridor itu terasa sangat pendek.
"Julian... Boleh tidak aku bertanya?"
"Tentu boleh..."
"Kenapa hanya kamu saja yang... Ah... Lupakan!"
Ia menghentikan langkahnya seketika.
Aku pun mengikutinya.
"Sebenarnya kamu ingin bertanya apa? Tanya saja padaku..."
Suaranya benar-benar lembut terdengar.
"Ah maksudku... Maksudku kenapa kalian menjauhiku?"
Kami kembali berjalan dengan langkah yang lambat.
"Ada suatu hal yang kamu tidak mengerti, Xin..."
Aku mengerenyitkan dahi, Memperlihatkan sebagaimana rasa bingung yang besar dalam benakku.
"Ah sudahlah... Kamu tidak akan mengerti juga, Xin."Sesampainya didepan kelas Julian.
"Julian..."
Julian yang tadinya berniat untuk masuk kekelasnya, segera berhenti. Dan menoleh kearahku.
"Xin... Aku tak bisa menjawab apapun atas pertanyaanmu tadi. Aku..."
"Kenapa?"
Julian tak menjawab dan terdiam menundukkan kepalanya.
"Xin, Aku masuk kekelasku dulu ya! Goodbye! "
Aku tak dapat melakukan apapun selain melambaikan tangan dan melihatnya duduk dikursi berwarna coklat tua itu.
Yang dapat kulihat, Julian terdiam dengan memutar-mutar pensilnya.
Aku hanya menggelengkan kepalaku.
Kenapa jadi rumit seperti ini?
Aku menggigit bibir bawahku dan berlari.-------------------------------------------------------------
Nicky, Julian dan Alec sedang duduk dirumput yang berwarna hijau segar itu.
Sekelilingku bernuansa hijau. Udara disini sangatlah sejuk dan alami.
Semuanya masih terlihat alami dan jauh dari pencemaran.
Bisa kulihat, Kalau mereka, Yaitu para siswa dan siswi sedang sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing.
Nicky terlihat begitu serius dan seru dengan menonton Alec bermain game diponselnya saja.
Namun kemana Julian? Aku kehilangan jejaknya.
Cherry sedang asyik mengobrol dengan teman dekatnya.
Begitupun Tina yang terlihat gembira berbicara dengan Michael.
Ya... Begitupun para siswa dan siswi lainnya yang sibuk dengan menyiapkan perlengkapan tamasya mereka.
Sedangkan aku? Aku hanya duduk dirumput yang berwarna hijau segar ini seraya memegang buku gambar dan pensilku.
Aku memejamkan mataku seerat-eratnya, Lalu membuat mataku terpejam dengan rileks kembali. Dan menggores asal kearah buku gambarku dengan pensilku.
Aku sedang menghayal, Disebuah ruangan yang gelap, Dimana disana terdapat aku dan Tigers.
Mereka memakai kostum pangeran eropa seperti hayalanku dulu.
Aku pun memakai gaun yang selayaknya dipakai seorang putri, Bukan gadis B.R sepertiku.
Gaun berwarna putih yang sangat panjang dengan renda-renda dilengan, Berikut kristal-kristal kecil yang menghiasi dengan indahnya dibagian perut.
Wajahku terlihat sangat cantik disana, Dengan riasan yang melapisi wajahku membuatku begitu berbeda.
Sebagian rambutku disanggul keatas. Dan sebagian digerai dengan indahnya saja.
Tanganku, Leherku, Dan telingaku dihiasi oleh aksesoris indah yang berkilauan.
Merekapun terlihat sangat tampan dengan kostum itu. Mereka berdiri tepat didepanku dan menatapku dengan dalam.
Aku menutup bibirku dengan jari-jariku. Mereka semakin mendekat kearahku yang membuat diriku terpojok kedinding.
Nicky mengangkat tanganku dan mengecup singkat punggung tanganku. Julian melakukan hal yang sama dengan tanganku yang lain.
Alec tersenyum kepadaku dan membelai rambutku dengan lembut.Sungguh impian yang sangat jauh.
Aku membuka mataku dengan perlahan dan melihat lukisanku.
Aku melukiskan hayalanku. Ketika mereka mengecup tanganku dan membelai rambutku dengan lembut.
Aku tersenyum.
Dan aku menurunkan buku gambarku secara perlahan.
Dan aku melihat sosok Julian yang menatapku dan tersenyum dengan posisi tengkurap dengan kedua telapak tangan sebagai penyangga wajahnya.
"Ah?!"
Aku secara reflek menaikkan buku gambarku yang mengakibatkan wajahnya tak dapat kulihat.
Aku memalingkan wajahku.
"Hei... Xin?"
Julian menurunkan buku gambarku.
Dan aku menoleh kearahnya yang masih tersenyum.
Apa dia sudah gila? Kenapa menatapku begitu?
Aku mengatur nafasku yang sempat kacau karena kehadiran Julian yang mengejutkanku.
"Julian lain kali kalau ingin menyapaku, Jangan sungkan-sungkan. Tetapi, Jangan mengejutkanku juga. Kumohon!"
Julian tertawa kecil.
"Sebenarnya aku disuruh memanggilkanmu untuk berpatisipasi dalam acara itu."
Oh jadi... Ini semua, Karena tugasnya. Aku mengerti...
Aku tersenyum pahit.To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
If Love Is Blind
FanficKetika cinta menjadi buta, Bahkan tak bisa melihat yang mana yang tulus dan yang palsu. Xin Doroteia, Seorang gadis culun yang diam-diam mengidolai ketiga pria dari sebuah grup sekolah bernama The Little Tigers. Yang awalnya Xin tak dilihat dengan...