***
Gigi berjalan sambil terus memainkan ponsel pintar miliknya. Sesekali ia menoleh ke arah jalan, untuk memastikan ia berjalan dengan aman.
Sesekali, ia terpaku pada layar ponselnya yang ia gerakkan kesana kemari.
"Ah, shit," umpat Gigi.
Jalanan disekitar kampus memang tidak begitu ramai. Namun, ada beberapa pengendara motor yang berlalu lalang dengan kecepatan kencang.
Saat itu, Gigi benar-benar asik menatap layar ponselnya. Sampai, ia tidak menyadari kedatangan motor dari kejauhan yang melaju dengan kecepatan tinggi.
BRAKKK.
Tubuh perempuan itu terbujur kaku tak berdaya diatas jalanan aspal dengan sudut kepala yang berdarah. Juga, ponsel yang terlempar beberapa meter dari tubuhnya tergeletak. Dan, membuka sebuah aplikasi game pokemon go.
-
Anne dan Vika duduk disamping Gigi yang masih belum sadarkan diri. Diantara keduanya, salah satunya ada yang bergantian memeras kain basah lalu membasuh luka kecil pada anak perempuan itu.
Sampai akhirnya, Gigi tersadarkan diri dan membuka matanya perlahan. Ia mengerjap beberapa kali sampai ia benar-benar tersadar dari pingsannya.
"Hehehe," cengir Gigi pada kali pertama melihat kedua temannya.
Anne dan Vika saling berganti pandang.
"Kenapa lo malah cengar-cengir?" tanya Anne seraya menaikkan salah satu alis matanya.
Yang ditanya, hanya terus cengengesan.
"Jadi, ini gimana ceritanya bisa begini?" sambar Vika.
Gigi tak menjawab.
"Pokemon lagi, huh?" Anne meletakkan kain basah yang ia gunakan tadi pada tempatnya. "Lo tuh ya bener-bener tau gak, Gi."
"Ya gimana..."
"Gimana apanya? Bisa kan kalo main game gak usah sambil jalan? Begini nih akhirnya."
"Maaf deh."
Anne menggelengkan kepalanya. Dan, Vika tertawa kecil melihat kelakuan teman dekatnya yang ceroboh satu itu.
Gigi meraih ponsel yang tergeletak didekatnya. Membuka setiap notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya.
Ia terlihat senyum bahkan tertawa sendiri saat melihat isi pesan dari Gaga.
"Eh, btw, Gi.." Vika duduk disamping Gigi, memandang anak perempuan itu dengan tatapan serius.
Gigi membalas tatapannya dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Dion hari ini gak masuk. Lo tau dia kemana?"
Sebelum menjawab pertanyaan Vika barusan, Gigi terdiam sejenak. Ia memutar bola matanya, sebelum akhirnya ia menjawab sambil mengangkat kedua bahunya, "Gak tau."
"Kalian gak lagi berantem 'kan?" celetuk Anne.
Gigi menoleh, "Kenapa emangnya?"
Anne mulai membenahi posisi duduknya, dan duduk menghadap ke arah Gigi. "Ya gak apa-apa, kemarin gue sempet liat kalian cekcok gitu deh kayaknya."
"Oh," Gigi membulatkan mulutnya. "Nggak, kok."
Berusaha untuk tetap santai, meski sebenarnya ia juga mengkhawatirkan teman laki-lakinya itu.
"Cemburu kali dia."
Mendengar ucapan Vika barusan, membuat Gigi membulatkan kedua matanya dengan cepat. "Cemburu?"
"Iya, lo kan sekarang deket sama siapa tuh yang suka mabok itu.."
"Gaga, Ne, namanya."
"Iya, dia itu maksudnya."
"Ya, bisa aja sih. Lagian 'kan dari awal semester emang Dion deket banget sama lo. Mungkin kehadiran si Gaga bikin hubungan kalian renggang. Atau, gimana gitu..."
Sejujurnya, pikiran Gigi sedang berkecamuk saat ini. Terlebih, kemarin ia bertengkar dengan Dion. Tapi, ia tidak ingin kedua temannya yang lain tau akan hal ini. Menurutnya, akan lebih rumit jika banyak orang yang ikut campur dengan masalahnya dan Dion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgiven
Teen Fiction"Aku punya seribu keinginan, salah satunya adalah membahagiakanmu."