***
Wedding day; Gigi Anastasha dan Dion Mahardika.
Melihat tulisan itu dari kejauhan, Gaga menenggak sebotol beer untuk mengurangi sakitnya.
Memantapkan hatinya untuk melangkah masuk ke dalam ruang pelaminan.
Waktu menunjukkan pukul 09.00.
Gaga berusaha agar airmatanya tidak akan terjatuh lagi. Menguatkan hatinya untuk berdiri dan bangkit.
Di waktu yang sama, namun di tempat yang berbeda.
Gigi terus menangis.
Ia bahkan tidak memperdulikan lagi make up yang sudah dipoles diwajahnya. Kedua temannya datang untuk menguatkannya.
"Gi, lo pasti kuat."
"Kita bakal dampingin lo sampe selesai."
Ratna menyaksikan anak perempuannya terus menangis dari balik tirai.
Ada perasaan sakit kala ia terus melihat anak satu-satunya itu menangis semalaman.
Sudah satu jam lamanya Gigi tidak mau keluar ruangan rias. Padahal seharusnya ia sudah dibawah. Untuk mendampingi Dion mengucap janji suci.
Batin Ratna bak teriris. Menyaksikan anaknya terus terisak.
Bahkan, kedua temannya tak mampu untuk menenangkan perempuan itu.
Disatu sisi, Ratna ingin anaknya mendapatkan yang terbaik. Namun, disatu sisi, ia merasa terlalu egois untuk terlalu mengedepankan kehendaknya.
Tidak dipungkiri, Gaga memang memiliki kharisma sebagai laki-laki. Andai saja, jika anak itu tidak peminum, mungkin Ratna akan mengizinkan keduanya untuk menjalin hubungan.
Sayang harus disayang, takdir berkata lain.
Merasa sudah menunggu terlalu lama, Dion masuk ke dalam ruang rias. Dan, menarik tangan Gigi secara paksa.
"Semua udah siap. Lo mau sampe kapan ada disini?" bentaknya.
Gigi menghentikan langkahnya.
Ia menoleh ke arah Ratna yang juga memandangnya. Ratna terhenyak, kala Dion membentak anak perempuannya.
Gigi terus berharap akan ada keajaiban padanya saat ini.
"If you want me to do this, i will. Tapi, jangan berharap Gigi akan bahagia sama keputusan Mama," tutupnya.
Gigi melangkahkan kakinya menjauh. Dengan masih menyisakkan bekas buliran airmata di pipinya, ia melewati banyak pasang mata yang sudah menantinya.
Langkahnya terhenti, saat matanya melihat Gaga dari kejauhan yang juga ada di deretan tamu undangan.
Orang yang ingin ia sandingkan disampingnya, kini hanya datang sebagai tamu undangan.
Ia meremas gaun pengantinnya. Tak sanggup untuk menahan sakitnya.
Ia duduk di depan penghulu yang sudah menantinya. Disana, ia menatap pilu sang Papa. Yang juga merasakan hal yang sama.
Sakitnya dibuang. Dan, disingkirkan.
Tak berselang lama, Dion datang setelahnya.
Ia menangkap dua sosok yang begitu tersiksa. Gigi yang bahkan terus menangis, dan Gaga yang menatap luruh tepat di manik matanya.
Dion duduk di samping Gigi. Melihat perempuan itu sejenak, melihat bagaimana tubuhnya terus berguncang tangis.
Dion sudah bersiap untuk mengucap janji suci. Lagi, ia melirik ke arah perempuan yang tak hentinya terisak disampingnya. Dan, menatap pilu wajah sahabatnya dari kejauhan.
"Saya terima nikahnya Gigi Anastasha dengan..." Dion terhenti. Menggantungkan kalimatnya.
Gigi menoleh, sangat terlihat matanya yang begitu sembab karena terlalu banyak menangis semalaman.
Ia memalingkan pandangannya, menarik ulur tangannya kembali. Ia bangkit dari duduknya. Berjalan melewati kerumunan tamu yang datang.
Saling berhadapan dengan sahabatnya, Gaga.
"Gue gak mau jadi orang yang lebih brengsek dari lo," ucapnya tanpa dimengerti Gaga.
Tanpa pikir panjang, ia menarik lengan sahabatnya itu. Membawanya melewati tatapan bingung tamu undangan. Juga, Gigi.
Dion membawa Gaga kehadapan Gigi.
Sontak, seluruh mata memandang penuh tanda tanya.
Ia menggertakkan gigi bawahnya. Menahan amarah.
"Gue emang cinta sama lo, Gi. Tapi, gue gak mau jadi brengsek dengan misahin kalian berdua."
Suasana yang hening berubah menjadi gumaman.
Gaga dan Gigi memilih untuk diam. Tak mengerti apa yang sedang dilakukan Dion.
"Gue mundur."
Cengkraman tangannya melepas lengan Gaga.
"Gue relain kalian menikah. Gue gak mau hidup sama orang yang bahkan cintanya gak pernah buat gue," tutup Dion sebelum akhirnya ia menghampiri Ratna yang sudah berlinang airmata.
"Ma, maafin Dion. Tapi, Dion gak akan tega liat Gigi terusan nangis kayak gitu. Dion tau Gigi gak akan bahagia sama Dion. Izinin Gaga buat nikahin Gigi ya, Ma. Mungkin itu cara satu-satunya untuk terus buat Gigi bahagia."
Ratna menganggukkan kepalanya diiringi senyuman yang mengembang. Kemudian, ia menarik tubuh anak laki-laki itu ke dalam pelukkannya. "I'm so proud of you," bisiknya.
Dilanjutkan dengan tepukkan dan beberapa isak tangis tamu undangan yang terharu menyaksikannya.
Pun, begitu Gaga dan Gigi. Yang akhirnya, takdir tidak hanya mempertemukan mereka. Tapi, juga mempersatukan.
Yang akhirnya, cinta membawa mereka menuju jalan kebahagiaan.
Yang akhirnya, senyum yang hilang itu kembali pulang pada sang empunya.
Cinta memang tidak pernah bisa ditebak dimana ia akan bermuara. Beriringan dengan takdir, cinta memilih jalannya. Entah, bahagia atau terluka. Entah, bersama atau terpisah. Entah, mengembangkan senyuman atau memberikan airmata.
Sebesar apapun cinta, takdir tetap rumahnya. Tempat ia akhirnya bermuara. Menyatukan dua insan yang berbeda menjadi satu rumah untuk selamanya.
Percayalah, takdir selalu berpihak dimana do'a dipanjatkan. Bahkan, sekuat apapun dunia memisahkan, jika takdir sudah menyatukan, tak ada yang bisa menentang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgiven
Teen Fiction"Aku punya seribu keinginan, salah satunya adalah membahagiakanmu."