***
"Oh..." kedua teman Gigi saling menganggukkan kepala tanda mengerti setelah mendengar penjelasan darinya tentang kehadiran Gaga di rumahnya Tak lupa, juga Gaga.
"Jadi, nama lo Gigi. Gigi atas apa gigi bawah?" celetuk Gaga. "Btw, nama kita sama Gaga-Gigi. Jangan-jangan kita jodoh."
Gigi menoleh tajam ke arah Gaga. "Lo kenapa masih disini?"
"Huh?" Gaga melongo, ia mengacungkan telunjuknya menunjuk diri sendiri. "Gue?"
"Oh, gue nungguin baju gue kering. Kan, gak mungkin gue pulang pake baju lo ini."
Lagi, Anne dan Vika terkejut. "Dia pake baju lo?" tanya mereka bersamaan.
Gigi mengangguk.
"Dia yang gantiin baju gue malah," sambar Gaga dengan santai sambil menyantap gorengan yang ada di tangannya.
"HAH?"
-
Gigi masih berkutat dengan laptopnya. Sejak siang tadi, setelah teman-temannya pulang, ia hanya sibuk dengan laptopnya.
Pintu kamar bernuansa biru gelap itu terbuka. Gigi menoleh sejenak, lalu kembali fokus pada layar laptop setelah tau siapa yang membukanya.
"Gi.."
"Hmm," jawab perempuan itu.
"Makasih, ya."
"Hmm."
"Kalo gak ada lo malem itu, mungkin gue gak tau gimana nasibnya."
"Hmm."
"Hm, Gi," Gaga duduk dipinggir kasur milik perempuan beraroma mint itu, terlihat ragu ingin melanjutkan bicaranya. "Kok rumah lo sepi? Orang tua lo kemana?"
Mendengar pertanyaan Gaga barusan, Gigi menghentikan aktifitasnya. Perlahan, ia memutar badan ke arah Gaga. Ia tersenyum pahit,"Cerai."
Gaga menganggukkan kepala sambil membulatkan mulutnya berbentuk 'O'.
Kini, wajah Gigi berubah menjadi sendu. Ia melihat ke arah jendela kamarnya. Sesekali melirik ke arah foto keluarganya yang masih utuh beberapa tahun silam.
"Mama memutuskan untuk cerai. Karena, Papa dianggap seorang kriminal. Papa suka judi, mabuk, dan keluar malem. Even, Papa gak pernah main perempuan. Sampe akhirnya suatu ketika, keluarga kita bener-bener jatuh karena judinya Papa. Disitu Mama memutuskan untuk pisah, menganggap Papa bukanlah yang terbaik."
Mata anak perempuan itu berlinang saat mulutnya mulai bercerita tentang kedua orang tuanya. Perlahan, tapi pasti, kedua pundaknya mulai terlihat naik turun. Dan, nafasnya saling bertautan. "Mama bilang, jangan jatuh cinta sama seorang kriminal kayak gitu. It's a bad choice."
Melihat anak perempuan itu semakin terisak, Gaga sontak memeluknya. Memberikan sedikit ruang pada dadanya yang bidang untuk Gigi bersandar. Membelai ujung kepalanya dengan pelan. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
Membiarkan beberapa menit pun berlalu. Agar anak perempuan itu tenang dan menimbun kembali sakitnya.
-"Gi, gue pergi dulu ya."
Setengah jam setelah keduanya saling bicara, Gigi sudah mulai tenang dan mengatur ritme nafasnya kembali normal. "Oh, oke. Take care."
Gaga mengangguk mendengar ucapan Gigi. Sebelum Gaga benar-benar melangkahkan kakinya keluar, ia mengecup kening perempuan itu.
Kejadian itu terjadi dengan begitu cepat. Bahkan, waktu tidak mengizinkan Gigi untuk menghindar.
Sejurus kemudian, Gaga pun berlalu. Meninggalkan Gigi dengan raut wajah yang tidak bisa dijelaskan.
"What the...he just kissed me?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgiven
Novela Juvenil"Aku punya seribu keinginan, salah satunya adalah membahagiakanmu."