#14

17.2K 683 3
                                    

***

Gigi masih berusaha untuk menghubungi Dion. Meski selalu nada sibuk yang ia terima. Terlintas perasaan bersalah padanya saat ini.

Ingin rasanya ia mengucap maaf. Namun, ia tak tau dimana keberadaan teman laki-lakinya itu.

Lonceng kafe berbunyi. Menandakan ada langkah kaki yang masuk. Gigi meletakkan ponselnya saat laki-laki dengan tatto di lehernya duduk di kursi kosong didepannya.

Senyuman perempuan itu mengembang.

"Lama, ya?"

Gigi menggeleng. "Kamu mau apa?"

"Aku mau kamu."

Pipi perempuan yang rambutnya diikat itu bersemu. Ia tersenyum dibalik rona merah pipinya. Menyelipkan beberapa helai rambutnya kebelakang telinganya.

"Btw, how's your day?"

Gigi menghentikan aktivitasnya sejenak. Menatap mata laki-laki itu. Mata cokelat yang membuat kharismanya terpancar, saat pertama bertemu.

"Hm.." Gigi menggumam. "Not bad."

"Kenapa? Something happ –" Gaga mengatupkan bibirnya, matanya terfokus pada sudut kepala perempuan yang ada dihadapannya. "Kamu kenapa? Ini kenapa diperban? Kamu jatoh?" cecarnya seraya menunjuk ke arah luka milik Gigi.

"Gak apa-apa. Tadi Cuma jatoh."

"Kok bisa?"

"Gara-gara nangkep pikachu, hehe."

Gaga menyenderkan tubuhnya ke kursi. Menepuk dahi kepalanya. Ingin rasanya ia memeluk perempuan yang berhasil membuatnya rindu sepanjang hari. Apalagi, tingkah konyolnya yang terkadang membuat gemas.

"Jangan diulangin lagi ya, Gi." Gaga mengusap pucuk kepala Gigi. Disambut dengan senyuman merona dari sang pemiliknya.

"So, how about you? How's your day?," tanya Gigi.

Gaga memajukan wajahnya beberapa sentimeter medekati Gigi. "Bad. Very bad."

Dahi Gigi berkerut,"Why?"

"Aku kangen kamu."

Lagi, pipi perempuan itu dibuat merona oleh laki-laki yang ada dihadapannya.

Tak berapa lama kemudian, ponsel Gaga berdering. Sekilas ia melirik ke arah layar yang menyala. Matanya membulat.

"Bentar, ya."

Gaga mengangkat telfonnya dan pergi menjauh dari kebisingan kafe. Gigi menautkan alisnya penuh heran.

Lima menit kemudian, Gaga kembali.

"Siapa?" tanya Gigi.

Baru Gaga ingin menjawab, Gigi sudah kembali mencecarnya dengan pertanyaan,"Penting banget, ya? Sampe-sampe aku gak boleh denger."

"Cewe? Segitu pentingnya sampe kamu ninggalin aku disini?"

"..."

"Kok diem?"

"..."

"Kamu selingkuh? Kamu lagi deket sama siapa? Kok gak bisa jawab?"

Gaga menghela nafas. "Kamu lagi PMS, ya?"

Mata Gigi membulat, mulai menahan amarah.

"Tadi temen lama aku. Cowok. Karena aku gak bisa denger suara dia kalo aku terima telfon didalem sini yang berisik," jelas Gaga.

Memang, alunan musik yang berderu di dalam kafe saat itu benar-benar membuat kebisingan.

"Terus?"

"Aku ada urusan sama dia."

"So, you wanna left me?"

Gaga tertawa.

"Ikut aku."

Gaga berjalan menggandeng tangan perempuannya. Gigi berjalan mengikuti langkah laki-laki didepannya.

Beberapa kali, tatapan pasang mata memandang mereka aneh.

Tapi, tidak Gigi hiraukan.

Ia terus berjalan, menikmati hangatnya genggaman laki-laki itu. Sampai-sampai, ia tidak menyadari bahwa senyumnya tak sedikit pun memudar kala Gaga menggenggam tangannya.

"Kamu sekarang berubah jadi gila, Gi, senyum-senyum sendiri?"

"Huh?"

UnforgivenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang