Sehun telah memutuskan hal apa yang terbaik untuk keduanya. Berat memang keputusannya ini. Tapi jika ia tetap egois sama saja ia adalah orang jahat.
Walaupun ia tahu jika kelakuannya jauh dari kata ramah, bersahaja namun ia tetaplah manusia yang masih memiliki hati. Apalagi ini menyangkut sosok yang ia cintai dan ia puja.
Mungkin dengan Tuhan mengenalkannya kepada Luhan, ia belajar cara mengikhlaskan. Mengikhlaskan apa yang tidak bisa — sukar untuk dilepaskan. Dan saat ini ia harus melepaskan bunganya. Bagai bunga dandelion yang ada ditaman. Bunga yang sangat ia sayangi, cintai harus terbang, membumbung tinggi di angkasa terbang ditiup angin. ia ingin menangkapnya namun yang ia tangkap hanyalah angin — kosong. bunga itupun telah pergi ketempat yang membawanya kedalam kebahagiaan, yang bunga itu inginkan.
Dan disinilah ia. Ia meletakkan sebuah dokumen yang harus bunga itu tanda tangani.
.
.
Luhan yang tengah duduk ditaman melihat keindahan bunga ditaman ini, membuat pikirannya tenang. Tak sadar, hingga sebuah dokumen diletakan di meja gazebo taman ini.
"Tanda tangani ini." Ucap sosok tinggi yang Luhan tahu jika itu adalah Sehun. Terdengar jelas suara huskynya yang sangat khas dari sosok suaminya itu.
"Apa ini?" Tanya Luhan halus.
"Nanti kau akan tahu sendiri. Baca dan perhatikan." Balas Sehun datar. Luhan mengeryit, sungguh tingkah Sehun tidak selembut biasanya, namun Luhan tidak peduli. Ia pun membuka dokumen yang Sehun sodorkan kepadanya.
Ia membaca dan memperhatikan setiap kata yang ada disana. Dan mata Luhan membulat. Apa yang ia inginkan dikabulkan oleh suaminya. Pria yang terlihat arogan didepannya menerima apa yang ia inginkan.
Dokumen atau surat yang Sehun bawa adalah surat kontrak. Disitu tertulis. Jika pernikahan mereka tidak akan menjadi selamanya. Mereka akan bercerai pada saat bayi yang Luhan kandung telah lahir. Dan juga Luhan tidak berhak atas bayi yang pria itu lahirkan. Bayi itu kelak sepenuhnya menjadi milik Sehun. Serta Sehun tidak akan menceritakan siapa ibu kandung dari bayi yang Luhan kandung.
Luhan senang dengan isi dokumen ini. Dengan begitu ia bisa kembali kehidupan yang normal, yang dulu ia jalani. Ia bisa bebas menjalani kehidupannya seperti dulu sebelum ia bertemu dengan Sehun. Tanpa ragu Luhan menandatangi surat kontrak itu lalu memberikannya kepada Sehun.
"Semoga hidupmu bahagia nantinya dan aku harap kau tidak menyesal." Ucap Sehun lalu pergi dari hadapan Luhan. Luhan sempat melihat dari sudut mata Sehun jika pria itu tengah menahan airmatanya dan perasaan bersalah menggerogoti hatinya.
"Maaf, maafkan aku Sehun. Aku bukan gay. Aku tidak bisa menerima perasaanmu. Sekali lagi maaf." Monolog Luhan.
.
.
.
.
*****
.
.
.
.
Kandungan Luhan telah memasuki bulan Ke-7. Perut pria itu semakin besar, dan semua orang yang ada dirumah harus ekstra menjaga kondisinya. Bahkan Nyonya Oh-lah yang paling cerewet karena ini adalah cucu pertama beliau.
Ya, walaupun Luhan akui jika nyonya Oh bahkan seluruh keluarga Sehun telah menerimanya dengan sangat baik. Namun didasar hatinya ia masih asing, canggung dengan perhatian yang mereka berikan.
Luhan menghitung setiap bulan, bahkan menit, jam, detik jika sebentar lagi ia akan bebas. Dan ia juga merasakan perubahan yang besar dari pria albino itu. Tingkah Sehun sangat dingin padanya. Ia tahu jika Sehun melakukan itu, karena hati pria itu terluka. Dan pria itu harus bisa membiasakan diri jika kelak ia pergi dari sisinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
A WIND FLOWER.
FanfictionBagai bunga dandelion yang ditiup angin, terbang tinggi membumbung ke angkasa.